Tiktok, UMKM, dan Regulasi
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Tiktok, UMKM, dan Regulasi

Selasa, 17 Okt 2023 15:00 WIB
Alja Yusnadi
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Ilustrasi TikTok Shop
Foto ilustrasi: Getty Images/ChayTee
Jakarta -

Tiktok meruntuhkan pedagang Tanah Abang. Kalimat-kalimat seperti itu, beberapa hari terakhir muncul di beranda media sosial saya. Benarkah demikian? Sebelum sampai pada kesimpulan, apakah Tiktok menjadi momok menakutkan bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Indonesia, atau justru menjadi platform yang menguntungkan, baiknya kita cermati beberapa hal berikut.

Di awal kemunculannya, saya sempat mengecam aplikasi ini. Kecaman itu saya wujudkan dengan tidak menginstal aplikasi ini. Bukan apa-apa, fitur yang disediakan aplikasi made in China ini tidak jauh-jauh dari sensualitas, seperti goyangan badan. Namun, belakangan, aplikasi ini menyediakan fitur yang berbeda sama sekali. Tiktok pun menjelma menjadi platform media sosial yang paling banyak digunakan.

Beberapa teman saya yang awalnya sependapat dengan saya, sekarang sudah aktif di Tiktok. Bahkan, beberapa penceramah kondang juga sudah berdakwah di Tiktok. Sejurus dengan itu, pandangan saya terhadap Tiktok berubah. Tiktok tidak lagi sekadar aplikasi joget-joget, bahkan menjadi "ladang" bagi sebagian konten kreator.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setidaknya, ada beberapa fitur yang membuat Tiktok lebih di depan dibandingkan dengan platform media sosial yang lain. Pertama, Tiktok menyediakan "pasar". Di Tiktok, penjual dan pembeli bertemu. Saya belum pernah menggunakan fitur ini, belum pernah menjual atau membeli. Namun, menurut informasi yang saya dapatkan dari pengguna Tiktok, harga-harga barang di Tiktok Shop lebih murah dari barang yang di jual di pasar konvensional atau marketplace lainnya. Hal ini juga yang membuat sebagian pengamat dan pelaku usaha komplain terhadap Tiktok yang dianggap "membunuh" usaha mereka.

Kedua, Tiktok memiliki fitur live streaming. Salah satu kelebihan Tiktok, penggunanya dapat melakukan siaran langsung atau live. Tentu setelah memenuhi syarat tertentu. Dengan adanya fitur ini, Tiktok terasa lebih hidup dan lebih komunikatif. Masing-masing platform media sosial memiliki kekuatan. Fitur ini menjadi kekuatan Tiktok. Bagi konten kreator pemula, hanya dengan menggunakan gawai dengan kualitas kamera seadanya sudah bisa upload video. Mengenai kualitas konten lain perkaranya, yang penting bisa tampil di layar kaca. Kita tidak bisa menebak algoritma Tiktok bekerja, konten yang kita anggap biasa saja, bisa menjangkau lebih banyak orang.

ADVERTISEMENT

Ketiga, Tiktok memiliki fitur membagikan video atau rekaman. Beberapa platform media sosial yang lain juga memiliki fitur ini, namun Tiktok membuatnya sangat mudah dan friendly untuk digunakan. Tidak butuh effort besar. Cukup menekan fitur video, lalu pengguna bisa mengunggah atau merekam langsung. Tidak butuh kemampuan atau skill tertentu. Secara keseluruhan, Tiktot terasa lebih hidup. Baik sebagai media sosial maupun sebagai "pasar". Hal ini pula yang saya duga menyebabkan pengguna Tiktok meningkat drastis.

Tak Dapat Dihindari

Keberadaan aplikasi semacam Tiktok ini tidak dapat dihindari. Inilah salah satu penanda bahwa inovasi terus terjadi, apalagi dalam hal teknologi informasi dan komunikasi. Inovasi generasi sebelumnya mengganti tenaga hewan (termasuk tenaga manusia) menjadi tenaga mesin atau sering disebut sebagai revolusi industri.

Saat ini, inovasi sedang menyasar perilaku manusia dalam berinteraksi, salah satunya adalah media sosial. Kita bisa mengurut berbagai aplikasi media sosial yang sudah duluan ada. Berbagai aplikasi itu dibuat oleh manusia sebagai jawaban atas kebutuhan manusia pula.

Perilaku manusia semakin hari semakin individualistis dan semakin nyaman melakukan aktivitas dari rumah. Coba saja Anda perhatikan, kebutuhan manusia untuk berinteraksi dengan manusia lainnya sudah diwakili dengan media sosial, begitu juga keperluan manusia untuk berbelanja sudah dapat dilakukan dari rumah. Singkatnya, kehadiran berbagai media sosial atau market place merupakan jawaban atas kebutuhan manusia.

Apakah hal tersebut salah? Di satu sisi dapat membantu. Namun, di sisi lain, sebagai negara yang memiliki penduduk terbanyak bersama Amerika Serikat, China, dan India, Indonesia sering menjadi pasar dari ketiga negara tersebut. Di sinilah masalah utamanya.

Disadari atau tidak, kehadiran berbagai media sosial dan marketplace sudah menyedot data, meminjam istilah Menko Luhut, big data masyarakat Indonesia sudah dalam genggaman. Secara gratis, penduduk Indonesia memberikan preferensinya dalam berbagai hal kepada algoritma Tiktok dan media sosial lainnya. Melalui big data itu, negara maju dapat memutuskan apa yang harus mereka lakukan untuk "menguasai" Indonesia di balik berbagai topengnya.

Menyiapkan Aturan Main

Seperti yang terjadi di dalam pasar sesungguhnya, perang antara produsen tidak dapat dihindari. Demikian juga antara Tiktok dengan platform sejenis, berlomba untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Kita harus melihat persaingan antar platform tersebut dalam perspektif yang fair.

Persaingan antar platform mirip-mirip dengan pasar oligopoli. Sebagai penyedia jasa, berbagai platform itu dapat disebut sebagai produsen. Dalam bingkai ini, persaingan yang terjadi dalam pasar oligopoli adalah dominasi inovasi. Platform yang paling maju dalam inovasi, itulah yang akan menjadi leader, demikian juga sebaliknya, platform yang tidak berinovasi akan menjadi follower, bahkan akan keluar dari pasar.

Dalam menyikapi dinamika tersebut, pemerintah harus menjadi regulator, menyiapkan aturan main. Dalam contoh lain, pemerintah sudah memberlakukan tarif impor untuk beberapa komoditas pertanian. Hal serupa harus diberlakukan untuk marketplace atau e-commerce.

Di satu sisi, kehadiran media sosial seperti Tiktok yang dapat menekan harga berdampak positif bagi konsumen. Di sisi lain, penurunan harga tersebut berdampak pada persaingan usaha yang tidak sehat. Di sinilah regulasi itu harus ada. Jadi, inovasi itu tidak dapat dihindari. Para pelaku UMKM juga harus mulai menyesuaikan diri dengan model pasar yang sedang dan akan terjadi.

Pemerintah, melalui kementerian terkait harus berdiri di samping UMKM Indonesia, tidak boleh tutup mata. Sudah seharusnya kita menyaksikan isu ini diperdebatkan oleh capres/cawapres. Prinsipnya, pemerintah melindungi kepentingan warga negara Indonesia, baik itu pelaku UMKM sebagai produsen maupun masyarakat sebagai konsumen. Tentunya, di samping peran pemerintah dalam memajaki rakyatnya.

Alja Yusnadi mahasiswa doktoral Ekonomi Pertanian IPB University

Simak juga 'Regulasi Baru Menteri Perdagangan Tentang Jualan Online Tunjukkan Pro Produk UMKM Lokal':

[Gambas:Video 20detik]



(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads