Mahkamah Konstitusi (MK) kini dibanjiri gugatan syarat usia capres dan cawapres. Berbagai kelompok warga negara dari berbagai kalangan berbondong-bondong menguji Pasal 169 huruf (q) UU Pemilu. Pasal ini adalah pasal yang mengatur tentang usia capres dan cawapres.
Dalam website resmi MK, saya mencatat ada sepuluh gugatan yang teregistrasi. Di antara kesepuluh gugatan itu, sebagiannya telah disidangkan oleh MK, sementara sebagiannya yang lain sedang diperbaiki. Dari sebagian gugatan yang telah disidangkan, MK akan segera memutusnya.
Berkenaan dengan seluruh gugatan tersebut, bagaimana sebenarnya konstitusi mengatur batas usia minimal dan maksimal capres dan cawapres? Bagaimana pendapat penyusun konstitusi tentang isu batas usia ini? Berapa batas usia yang konstitusional menurut konstitusi?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bukan Isu Konstitusionalitas
Saya ingin tegas mengatakan bahwa syarat usia capres dan cawapres bukanlah isu konstitusionalitas. Dasar dari argumentasi saya adalah kehendak para penyusun konstitusi. Menurut pembacaan saya, para penyusun konstitusi menginginkan agar batas usia capres dan cawapres diatur melalui undang-undang saja.
Mengapa demikian? Saya ingin menjelaskan argumentasi saya secara perlahan-lahan. Kita akan merapikan ingatan kita tentang masa lalu. Sebab, saya akan mengajak Anda kembali pada 1999 - 2002 ketika naskah UUD 1945 disusun kembali.
Dalam sidang PAH I BP MPR yang bertugas menyusun naskah perubahan UUD 1945, perdebatan tentang usia capres dan cawapres memang sempat memanas. Beberapa anggota panitia ad hoc melemparkan idenya tentang batas usia capres dan cawapres.
Misalnya, Hamdan Zoelva dari Fraksi PBB, menyarankan agar batas minimal usia capres dan cawapres adalah 40 tahun. Baginya, usia 40 tahun adalah usia paling matang untuk menjadi pemimpin. Karena, ia berkaca pada pengangkatan Nabi Muhammad sebagai rasul diusia yang sama.
Sebagian yang hadir dalam sidang tersebut menyetujui ide Hamdan Zoelva, meski dengan alasan yang berbeda. Ada yang memandangnya dari aspek psikologis dan ada pula yang berkaca dari pemimpin negara lain yang sukses di usia tersebut.
Meski begitu, tidak sedikit pula yang menentang dan memiliki ide yang berbeda. Ide yang dilontarkan sama seperti para penggugat batas usia capres dan cawapres ke MK saat ini. Sebagian anggota MPR yang hadir mengajukan angka yang lebih rendah dari 40 tahun.
Misalnya, Pataniari dari fraksi PDIP mengusulkan angka minimal 30 tahun. Ia mengasumsikan usia 30 tahun sebagai usia yang matang karena sudah berkeluarga. Asumsinya, orang yang sudah berkeluarga memiliki pengalaman memimpin di lingkup terkecil.
Namun, setelah beberapa kali sidang, perdebatan tak kunjung mencapai kata sepakat. Tak ada kata sepakat diantara panitia ad hoc tentang berapa sebetulnya usia ideal seorang presiden dan wakilnya. Oleh karena itu, usulan jalan tengah mengemuka saat itu.
Lukman Hakim dari Fraksi PPP yang mengusulkan jalan tengah itu. Jalan tengah yang diusulkan adalah aturan mengenai ambang batas minimal dan maksimal usia capres dan cawapres di atur dalam undang-undang saja.
Sebab, ia beralasan bahwa tidak ada dasar yang menjamin bahwa dalam usia tertentu semua orang sudah mempunyai kematangan dalam memimpin. Menurut hemat saya, ini adalah alasan yang logis. Sebab, belum ada studi yang membahas tentang berapa usia ideal seorang presiden dan wakilnya.
Kebijakan Hukum Terbuka
Apa yang dikemukakan Lukman Hakim akhirnya menjadi pasal yang diketuk. Sekarang, kita dapat membacanya pada Pasal 6 (2) UUD 1945. Pasal ini menyatakan bahwa: Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
Frasa sepanjang ...diatur lebih lanjut dengan undang-undang dalam ilmu hukum memiliki makna kebijakan hukum terbuka. Artinya, pasal yang dinyatakan demikian bukan lah menjadi isu konstitusionalitas. Melainkan, masalah legislasi undang-undang.
Ketika ia menjadi masalah legislasi undang-undang, maka ia sepenuhnya menjadi wewenang pembentuk undang-undang. Dalam hal ini, Presiden dan DPR berkuasa untuk menentukan syarat usia capres dan cawapres. Berapa pun usia yang ditentukan dua institusi politik itu, asal berdasar pada alasan yang logis secara hukum, itulah aturan yang konstitusional.
Rino Irlandi mahasiswa Program Magister Hukum Kenegaraan di Universitas Indonesia, alumnus Hukum Tata Negara Universitas Sriwijaya
Simak juga 'Saat Cak Imin soal Gugatan Usia Capres-Cawapres: Masih Aja Bikin Ribet':