Refleksi Lima Tahun Gempa-Tsunami Palu

Kolom

Refleksi Lima Tahun Gempa-Tsunami Palu

Dimas Salomo Januarianto Sianipar - detikNews
Kamis, 28 Sep 2023 11:20 WIB
Bulan September 2018 menjadi peristiwa yang tak akan pernah terlupakan bagi warga Palu, Sulawesi Tengah. Bencana alam Tsunami dan Likuifaksi melanda kawasan tersebut.

Jumat, 28 September 2018 jam 17.02 WIB bencana alam gempa bumi berkekuatan magnitudo 7,4 mengguncang hampir sebagian wilayah Palu, Sulawesi Tengah. Episentrum berada di koordinat 0.18 Lintang Selatan, 119.85 Bujur Timur dengan jarak 26 km Utara Donggala di kedalaman 10 km.
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Lima tahun berlalu, 28 September adalah peringatan terjadinya gempa bumi dan tsunami yang melanda wilayah semenanjung Minahasa, Sulawesi. Gempa bumi tersebut berkekuatan 7,6 skala magnitudo. Setelah gempa bumi itu, tsunami datang dan menghancurkan beberapa kawasan pantai di sekitar Teluk Palu, Sulawesi Tengah. Setelah gempa bumi tersebut, juga dilaporkan kejadian likuifaksi (pencairan tanah) yang masif, misalnya di wilayah Petobo dan Balaroa.

Korban jiwa yang dilaporkan atas bencana alam ini mencapai lebih dari 2.000 orang (data Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB). Kerusakan yang masif terjadi di wilayah Kabupaten Donggala, Kota Palu, dan Kabupaten Sigi, dengan kerugian ekonomi yang sangat besar.

Menurut International Seismological Centre (ISC) Online Event Bibliography, ada 121 artikel pada jurnal ilmiah internasional bereputasi yang membahas mengenai gempa dan tsunami Palu 2018. Hal ini menunjukkan betapa bencana alam yang terjadi di Indonesia ini mendapat atensi yang sangat besar dari komunitas ilmiah internasional.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Aktivitas Zona Sesar

Dalam penelitian yang saya lakukan dan dipublikasikan di jurnal ilmiah Pure and Applied Geophysics (Sianipar, 2020), gempa bumi Palu terjadi pada 28 September 2018 pada pukul 18:42 WITA dan disebabkan oleh aktivitas Zona Sesar Palu-Koro. Gempa bumi ini memiliki tipe sesar geser mendatar mengiri (left-lateral strike-slip fault).

Gempa Palu 2018 ini diawali dengan klaster rangkaian gempa bumi pendahuluan (foreshocks) yang terjadi tujuh bulan dan tiga jam sebelum gempa utama yang berkaitan dengan proses nukleasi gempa besar. Gempa foreshocks ini terjadi di sekitar titik inisial (hiposenter) gempa utamanya di sekitar Kabupaten Donggala. Foreshocks ini menunjukkan adanya penumpukan tekanan (stress) tektonik di Zona Sesar Palu-Koro bagian utara sebelum terjadinya gempa utama.

ADVERTISEMENT

Gempa utamanya sendiri berkekuatan 7,6 skala magnitudo dan "robekan" gempa menjalar dari Kabupaten Donggala di bagian utaranya ke Teluk Palu, dan menerus ke selatan hingga ke wilayah Kabupaten Sigi. "Robekan" (rupture) gempa ini memanjang sejauh sekitar 150 km dalam waktu hanya 40 detik. Karenanya, gempa ini terkenal di kalangan para ahli sebagai gempa supershear yang laju "robekan"-nya lebih cepat dari tipikal gempa pada umumnya.

Bagi para ahli kebumian (geoscientist), belum ada konsensus mengenai apa sebenarnya pemicu tsunami Palu 2018. Tetapi, riset mengerucut pada dua penyebab. Yang pertama, tsunami dipicu oleh pergerakan batuan saat gempa bumi. Hasil yang pertama ini cukup diperdebatkan karena umumnya, tsunami sulit terjadi oleh pergeseran sesar mendatar (strike-slip faulting). Kedua, tsunami dipicu oleh adanya longsoran bawah laut di sekitar Teluk Palu. Ada juga yang mengkombinasikan keduanya atau kompleksitas alam lainnya, seperti efek dari batimetri atau topografi di sekitar Teluk Palu.

Menjadi Catatan Khusus

Gempa bumi Palu 2018 tampaknya menjadi catatan khusus bagi para pakar ilmu kebumian di Indonesia. Terjadi peningkatan riset yang ditujukan untuk meningkatkan pemahaman terhadap kejadian gempa bumi tektonik dan aspek-aspek fisisnya, serta untuk mitigasi bencana gempa bumi.

Pada Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), dilakukan peningkatan jumlah stasiun seismik pemantau gempa sejak 2019 termasuk di Sulawesi. Saat ini, BMKG memiliki sebanyak 521 stasiun seismik, jumlah yang cukup signifikan dibanding sebanyak 178 stasiun pada 2018, saat kejadian gempa Palu.

Dari sisi monitoring, BMKG juga melakukan peningkatan dalam akurasi observasi dan kualitas diseminasi informasi gempa bumi, serta dalam pemodelan atau simulasi tsunami. Untuk mengantisipasi kejadian tsunami yang disertai longsoran atau sejenisnya (non-typical tsunami), BMKG berusaha membangun sistem Indonesia Tsunami Non Tektonik (Ina-TNT). BMKG juga membentuk Konsorsium Gempa Bumi dan Tsunami Indonesia (KTGI) untuk menjadi wadah bagi para pakar gempa bumi dan tsunami bertukar pikiran dan berinovasi dalam mengidentifikasi bahaya seismik dan usaha mitigasi bencana.

Pengelolaan Kerentanan

Gempa bumi dan tsunami Palu 2018 adalah contoh bagaimana kompleksitas kejadian alam dapat menyebabkan bencana katastrofi dengan korban jiwa dan kerugian ekonomi yang sangat besar. Tidak hanya dari goncangan gempa bumi yang dapat menghancurkan bangunan (yang tidak tahan gempa), bahaya ikutan juga mengintai, seperti tsunami, likuifaksi, longsor, pergerakan tanah, dan lainnya.

Pada 8 September 2023 yang lalu, gempa bumi tektonik yang terjadi di negara Maroko juga menelan korban jiwa hingga hampir 3.000 orang. Tampaknya, usaha untuk memitigasi bencana gempa bumi masih menjadi topik yang harus diingatkan berulang kali. Gempa bumi sampai saat ini belum bisa diprediksi secara tepat --kapan, di mana, dan seberapa besarnya. Gempa bumi juga tidak membunuh; yang mematikan adalah bangunan yang hancur dan tidak tahan gempa sehingga meningkatkan kerentanan seismik.

Usaha-usaha dalam mengidentifikasi bahaya gempa bumi (seismic hazard) harus terus ditingkatkan. Karena itu, riset mengenai identifikasi zona sumber gempa bumi, bahaya gempa bumi, dan ikutannya harus banyak digalakkan di berbagai kesempatan, terutama di perguruan tinggi.

Pengelolaan kerentanan masyarakat Indonesia terhadap bahaya gempa bumi juga harus dilakukan. Termasuk, dengan meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai gempa bumi dan tsunami melalui sosialisasi, komunikasi intensif, pelatihan, atau simulasi gempa (earthquake drill). Selain itu, penguatan sistem peringatan dini (early warning system) juga sangat penting. Penguasaan ilmu dan teknologi kebumian (Earth science) juga pasti sangat membantu usaha-usaha mitigasi bencana ini.

Belajar dari masifnya bencana alam gempa bumi dan tsunami Palu 2018, kita harus melakukan usaha-usaha dalam pengurangan risiko bencana gempa bumi dengan sistematis dan berkelanjutan. Indonesia harus menjadi negara yang tangguh dalam hidup berdampingan dengan potensi bencana alam.

Dimas Salomo J. Sianipar, Ph.D pakar gempa BMKG; dosen di Sekolah Tinggi Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (STMKG); Ketua Bidang Seismologi pada Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI)

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads