Marketing Politik di Media Sosial
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Mimbar Mahasiswa

Marketing Politik di Media Sosial

Senin, 18 Sep 2023 13:10 WIB
Maichel Firmansyah
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Poster
Ilustrasi: Edi Wahyono
Jakarta -

Jual beli di dunia politik sudah jadi perkara yang biasa, layaknya membeli barang di pasar. Dunia politik kental dengan untung-rugi, dan ada yang saling berebut pembeli. Maka marketing politik di Indonesia sedang berada di tahap saling berebut pembeli (pemilih). Dan, hal itu yang sering terjadi. Asumsi bahwa politik itu dinamis benar adanya, karena sesuai dinamika pasar politik dan negosiasi antarpenjual, tidak ada teman dan musuh yang abadi.

Semakin besar intensitas ketegangan dan persaingan, maka semakin tinggi dinamika politik itu terbentuk. Dinamika politik tidak lebih hanya pertarungan untuk menenangkan pemilu dengan berbagai cara untuk menarik hati pemilih, bahkan cara ekstrem bisa saja dilakukan seperti menjegal lawan politik, demagog, memanfaatkan kekuasaan sekarang, politik pragmatis yang cukup banyak terlihat di kalangan elite politik kita saat ini.

Tapi, semua itu jika berkoherensi dengan media sosial, maka dia jadi sebuah marketing politik. Menurut Butler dan Collins (2001), marketing (pemasaran) politik adalah konsep permanen yang harus dilakukan oleh sebuah partai politik, politikus, atau kontestan dalam membangun kepercayaan citra publik. Menurut Haroen (2014), marketing politik adalah penerapan konsep dan metode marketing ke dalam dunia politik.

Menurut O'Shaughnessy, marketing politik berbeda dengan marketing komersial. Marketing politik bukanlah konsep untuk "menjual" partai politik (parpol) atau kandidat kepada pemilih, namun sebuah konsep yang menawarkan bagaimana sebuah parpol atau seorang kandidat dapat membuat program yang berhubungan dengan permasalahan aktual. Di samping itu, marketing politik merupakan sebuah teknik untuk memelihara hubungan dua arah dengan publik.

Dari definisi tersebut terkandung pesan; pertama, marketing politik dapat menjadi "teknik" dalam menawarkan dan mempromosikan parpol atau kandidat. Kedua, menjadikan pemilih sebagai subjek, bukan objek. Ketiga, menjadikan permasalahan yang dihadapi pemilih sebagai langkah awal dalam penyusunan program kerja. Keempat, marketing politik tidak menjamin sebuah kemenangan, tapi menyediakan tools untuk menjaga hubungan dengan pemilih sehingga dari hal itu akan terbangun kepercayaan yang kemudian diperoleh dukungan suara pemilih

Marketing politik terus dilakukan guna menentukan peta politik. Tidak ada yang bersifat statis dalam berjalannya perhelatan pemilu; selalu ada masukan dan perubahan seiring berjalannya waktu menjelang pemungutan suara, sehingga bukan politik namanya jika tidak dirundung ketidakpastian. Apa yang dilihat di media sosial hari ini bisa jadi akan berubah pada hari berikutnya; apa yang belum terjadi di kontestasi politik kini, bisa saja terjadi di kemudian hari.

Isu seperti Nasdem-PKB yang mengusung bacapres dan bacawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) itu merupakan hal yang biasa, walaupun sebelumnya Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) telah terbentuk antara Nasdem, Demokrat, dan PKS --sampai kemudian Nasdem memilih Cak Imin sebagai bacawapres untuk Anies, dan dituding oleh Partai Demokrat sebagai tindakan pengkhianat. Mestinya biar hal ini jadi urusan elite politik saja, sebab bisa jadi ini sebuah marketing politik.

Netizen jangan terlalu baper (bawa perasaan) hingga merespons yang terlalu berlebihan, sebab sudah jelas bahwa secara fundamental politik itu dinamis, sehingga kondisi ini bisa berubah. Masyarakat mesti jadi pemilih cerdas, karena apakah isu yang tengah jadi buah bibir dari masyarakat dan netizen di media sosial adalah termasuk strategi marketing politik atau tidak, strategi mengelabui atau tidak. Bisa saja itu marketing politik, sebab marketing politik akan terus terjadi sampai masa kampanye berakhir dan bahkan hingga pemungutan suara dilakukan.

Sikap-sikap yang berlebihan dan respons yang terlalu cepat terhadap dinamika politik di media sosial mesti diredam, jangan sampai masyarakat selaku pemilih malah menjadi pioner bagi terjadinya konflik di akar rumput atau aktor dalam kampanye hitam. Sudah saatnya menanggapi isu politik yang berubah-ubah dengan dewasa dan arif bijaksana.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perubahan dalam politik dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Tom Bottomore, perubahan yang cukup berarti dapat timbul dari diperkenalkannya suatu teknologi baru, perdagangan atau perang, kudeta istana, perubahan dinasti, tampilnya ke puncak kekuasaan raja yang kompeten atau yang tidak, ataupun karena munculnya seorang pemimpin politik yang talentanya begitu hebat, gerakan-gerakan budaya dan intelektual, pasang surutnya kelompok-kelompok sosial tertentu, termasuk para elite yang menunjukkan kepentingan sosial yang berbeda, tetapi yang pasti prioritas utama dari marketing politik adalah kemenangan.

Masyarakat adalah pemilih, yang dalam marketing politik bisa dianalogikan seperti pembeli. Pemilih sebagai pembeli, maka sesama pembeli tentu tidak harus saling berbenturan atau saling sikut-menyikut atau saling serang-menyerang. Seharusnya pembeli tinggal membeli produk kepada si penjual (partai politik, kontestan, tim sukses) yang saling beradu produk (ide, gagasan, visi-misi, program pemecahan masalah bangsa) mereka ke pembeli (pemilih).

Analoginya, jika pembeli produk semakin paham dengan produk yang akan dia beli, maka dia dapat membedakan produk mana yang bermutu dengan yang tidak bermutu, produk yang KW dengan yang asli, produk untuk Indonesia dan produk untuk asing. Jadi jika konsumsi pendidikan politik masyarakat terpenuhi, maka marketing politik dari si penjual akan bisa dipilah oleh si pembeli (pemilih/masyarakat).

Maichel Firmansyah mahasiswa Departemen Sosiologi Universitas Negeri Padang


(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads