Ragu-Ragu Kampanye Pemilu di Kampus
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Ragu-Ragu Kampanye Pemilu di Kampus

Rabu, 13 Sep 2023 13:23 WIB
Wilson
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Persoalan Sesungguhnya di Balik Larangan Kampanye di Kampus
Jakarta - Akhir-akhir ini media massa ramai memberitakan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengizinkan kampanye dilakukan di kampus dan sekolah. Melalui Putusan Nomor 65/PUU-XXI/2023, MK mengubah rumusan Pasal 280 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dengan mengecualikan fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sebagai tempat yang dilarang untuk berkampanye.

Putusan tersebut bahkan ditanggapi oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) dengan berencana menggelar debat antara bakal calon presiden Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan di kampus UI. Namun, ada juga pihak yang khawatir akan netralitas dan independensi lembaga pendidikan yang dapat terancam.

Publik dan media massa tenggelam dalam perdebatan pro-kontra larangan kampanye di tempat pendidikan. Namun sesungguhnya, terdapat persoalan hukum yang luput dari perhatian publik dan media massa di balik aturan larangan kampanye di kampus.

Persoalan Sesungguhnya

Pada dasarnya, terdapat tiga) tempat yang dilarang oleh Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu untuk digunakan berkampanye, yakni fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. Larangan tersebut bahkan disertai dengan sanksi pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp 24.000.000 bagi yang melanggar ketentuan tersebut.

Namun, Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu menyatakan bahwa ketiga tempat tersebut dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab ketiga tempat tersebut. Rumusan pada bagian Penjelasan tersebut dapat dipahami sebagai "pengecualian" dari larangan penggunaan ketiga tempat tersebut.

Rumusan Pasal 280 ayat (1) huruf h dengan penjelasannya bertentangan satu dengan yang lain. Bagian Penjelasan dari suatu pasal hanya boleh memuat uraian terhadap kata, frasa, kalimat atau padanan kata/istilah asing dalam norma pasal tersebut. Sifat dari penjelasan adalah untuk memperjelas apa yang diatur dalam suatu pasal. Hal tersebut telah diatur dalam Lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Namun, rumusan Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu malah mengatur pengecualian dari larangan berkampanye di tiga tempat tersebut. Pengecualian bukan lagi merupakan penjelasan dari norma tersebut, melainkan sudah menjadi norma. Larangan berkampanye di tiga tempat tersebut bahkan sudah disertai sanksi pidana. Sehingga, perumusan penjelasan dari pasal tersebut tidak sesuai dengan UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan logika hukum.

Persoalan pertentangan antara materi pokok Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu dengan penjelasannya yang sebenarnya menjadi perhatian utama MK dalam pertimbangannya. MK kemudian membatalkan Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h dan memindahkan pengecualian berkampanye di fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan ke materi pokok Pasal 280 ayat (1) huruf h. Adapun tempat ibadah tidak diberi pengecualian, sehingga mutlak dilarang untuk digunakan berkampanye.

Pertentangan perumusan materi pokok suatu pasal dengan penjelasannya merupakan persoalan yang sesungguhnya di balik aturan larangan kampanye di tiga tempat tersebut. Pertentangan tersebut menunjukkan pembentuk UU yang tidak jeli dalam merumuskan isi pasal dan penjelasan suatu UU.

Dalam membentuk suatu peraturan perundangan-undangan, UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan telah menetapkan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Salah satu asas tersebut adalah asas kejelasan rumusan. Pertentangan rumusan isi Pasal 280 ayat (1) huruf h dengan penjelasannya telah mengakibatkan ambiguitas dalam penafsirannya.

Membuat Keraguan

Selama ini, kampanye di fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dianggap dilarang untuk dilakukan. Namun, penjelasan pasal tersebut justru mengizinkan dengan syarat. Pengaturan tersebut membuat keraguan apakah sebenarnya boleh atau tidak untuk berkampanye di tempat tersebut, mengingat pengecualiannya diatur di bagian Penjelasan. Keraguan tersebut sangatlah wajar karena pelanggaran terhadap aturan tersebut dapat berakibat sanksi pidana.

Sekiranya dengan adanya Putusan MK tersebut, pembentuk UU dapat melakukan evaluasi terhadap proses pembentukan peraturan perundang-undangan selama ini agar dapat semakin taat asas. Publik juga harus sadar akan persoalan sesungguhnya di balik aturan tersebut. Mengingat UU berlaku dan berdampak langsung terhadap seluruh warga negara Indonesia, oleh karenanya publik harus memahami bagaimana pembentuk UU merumuskan suatu UU.

Wilson Fu, S.H alumnus Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(mmu/mmu)

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads