Capres, Harus Diuji di Kampus
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Capres, Harus Diuji di Kampus

Kamis, 07 Sep 2023 17:51 WIB
Amiruddin Al Rahab
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Komisioner Komnas HAM Amiruddin Al Rahab
Amiruddin Al Rahab. (Foto: Hilda Meilisa Rinanda)
Jakarta -

Otak terbaik ada di kampus-kampus seantero nusantara. Sayang, dalam menguji isi kepala Capres, kampus sudah bertahun-tahun ditinggal, atas nama netralitas.

Bayangkan 25 tahun reformasi, 5 kali Pemilu, pikiran-pikiran muda di kampus-kampus diasingkan dari politik. Anak-anak muda itu dicurigai tak mampu berpikir sendiri. Padahal kampus adalah kawah candradimuka berpikir dan anak-anak muda itu adalah calon-calon pemimpin masa depan.

Cara berpikir yang rada sesat itu telah dipatahkan oleh MK. MK dalam putusannya baru-baru ini menetapkan bahwa kampus boleh dan bisa menjadi ajang uji kapasitas Capres dalam berpikir dan mengolah pikiran untuk mengurus bangsa yang besar ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Putusan MK itu harus dibaca momentum untuk bertemunya kembali dunia kampus dengan politik paling strategis dalam mengelola negara di tahap awal, yaitu menguji Capres, baik dalam penguasaan informasi terkini, konsep-konsep yang tajam, dan cara berpikir untuk menentukan arah masa depan bangsa.

Oleh karena tidak ada alasan lagi bagi KPU dan Pimpinan Universitas untuk mangkir. Forum harus di buat, Capres harus dihadirkan untuk dihadapkan pada otak-otak muda dan cerdas yang sedang tumbuh di kampus-kampus tersebut.

ADVERTISEMENT

Debat Capres ala KPU sebelumnya sudah tidak relevan lagi.

Bagaimana mungkin Debat Capres ala KPU di masa-masa sebelumnya bisa disebut debat? Saat debat di gelar, Capres disiapkan dan dibisiki oleh orang-orangnya. Akibatnya Capres tidak merdeka berpikir dan tidak tampak terampil memformulasikan pikiran. Bahkan pertanyaan, sudah disiapkan sebelumnya dan diseleksi KPU. Moderator hanya sekedar membacakan.

KPU dan rektor-rektor, harus mulai bersiap diri. KPU perlu segera menyiapkan dan memfasilitasi debat Capres di kampus-kampus itu.

Capres cukup membawa badan dan kepalanya saja ke Kampus-kampus. Tidak perlu membawa panji-panji partai atau alat peraga kampanye. Bahkan tidak perlu membawa gerombolan pendukung. Biarkan talenta-talenta muda di kampus-kampus merdeka melontarkan pikirannya tanpa rasa ragu dan takut.

Saya membayangkan, Capres hadir di Uncen, Jayapura atau Universitas di Merauke, dengan antusias mendengarkan dan menangkis lontaran pertanyaan dan gugatan secara spontan. Bisa saja pertanyaan tiba bak roket di arena tempur, mengenai pelanggaran HAM, perampasan tanah ulayat atau buruknya pelayanan kesehatan dan kurangnya guru. Apa isi kepala Capres tentang itu semua.

Atau Capres diajak bertengkar oleh anak-anak muda Aceh di Universitas Syaih Kuala dan UIN Araniry. Mungkin saja pertanyaan menohok datang setajam rencong, mengenai proses damai yang belum mampu menyejahterakan Aceh. Atau tentang menyelamatkan alam Leuser dari ancaman tambang mineral yang menggila, dan kebun kelapa sawit yang merusak.

Tentu perlu pula diimajinasikan para Capres diajak berdebat sengit oleh mahasiswa UI atau UGM, mengenai geopolitik regional dan global, ancaman perang yang bisa tiba-tiba meletus, kelangkaan pangan, air bersih dan energi yang bisa menyergap Indonesia dalam lima atau sepuluh tahun ke depan. Atau bagaimana si Capres bisa mengelola kemungkinan ledakan penduduk Indonesia yang akan melebih 300 juta jiwa dalam beberapa tahun ke depan. Atau bisa pula Capres didadak dengan pesertanya, berapa lama anda bisa menghentikan senjata menyalak di Papua?

Artinya, di semua universitas yang bisa dijangkau, Capres harus bisa dihadirkan untuk mendengarkan gugatan dan pertanyaan sebelum Capres itu benar-benar terpilih nantinya.

Saya rasa, hanya dengan mendengar para mahasiswa, pemilik masa depan itu lah, batin si Capres perlu diikat. Tanpa begitu, Capres akan bisa semena-mena membuat kebijakan, karena ia tidak merasa berhutang pada pemilik masa depan yang sedang tumbuh di kampus-kampus itu.

Bahkan Capres-capres perlu mendengar biaya kuliah yang terus melambung tinggi, langsung dari mulut generasi muda di kampus-kampus itu. Biaya kuliah yang mahal itu, pada gilirannya akan bisa membuat negara ini jauh dari tujuan konstitusi, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Namun yang jauh lebih penting dari kehadiran Cepres berdebat atau diskusi di Kampus-secara langsung itu adalah untuk memastikan demokrasi masih bernafas di Indonesia. Kebebasan akademik dan kebebasan menyatakan pendapat langsung diekspresikan dihadapkan calon pemimpin negara. Biarkan para mahasiswa melontarkan pertanyaan dengan cara dan kalimatnya sendiri. KPU tidak perlu menyensornya.

Tentu debat Capres di kampus, akan mendinamisasi kampus secara politik. Oleh karena itu pimpinan Kampus, juga diuji kemampuannya dalam mengendalikan kampus itu secara demokratis. Pimpinan-pimpinan kampus perlu aktif menghidupkan cara berpikir yang elegan dan tajam di kampus. Di mana perbedaan berpikir yang dibuka dan diterima, jauh lebih baik, ketimbang ditekan tanpa penyaluran.

Oleh karena itu debat capres ala masa lalu, sudah sepatutnya ditinggalkan. Debat cara baru harus segera disusun dan difasilitasi oleh KPU, demi Pilpres dan Capres yang berkualitas. KPU atau penyelenggara Pemilu tidak perlu lagi sembunyi dibalik prosedur-prosedur rumit, tapi tak bernyawa.

Selamat datang era debat baru. Mahasiswa-mahasiswa yang pemilik sah hak suara, siapkan diri kalian untuk berkelahi pikiran dengan para Capres. Kuliti pikirannya, uji setiap lontaran kalimatnya. Siapa pun mereka.

Saatnya politik dibawa ke kampus. Tentu politik yang beradab. Bukan politik yang maki-maki.

Amiruddin al-Rahab Pengamat Politik

(idn/idn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads