Di buku 'Jerusalem: Kesucian, Konflik, dan Pengadilan Akhir' yang terbit April 2008 dan kemudian dicetak ulang belasan kali, Michael Trias Kuncahyono (Mas Trias) mengaku perjalanan ke Jerusalem merupakan perwujudan dari cita-cita pribadinya.
Saat masih kanak-kanak dia kerap mendengar kisah tentang kota tersebut dari Ibundanya. Juga digambarkan oleh sang ayah. Tak heran bila Mas Trias merasa perlu membuat buku lain tentang kota itu. Judulnya, 'Jerusalem 33, Imperium Romanum Kora Para Nabi dan Tragedi di Tanah Suci' yang terbit pada 2011.
Karena itu, andai Indonesia sudah menjalin hubungan diplomatik dengan Israel, saya membayangkan Mas Trias sangat layak menjadi duta besar di sana. Namun yang terjadi dia dipercaya Presiden Jokowi untuk menjadi Dubes di Takhta Suci Vatikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Saya tidak tahu apakah Mas Trias pernah mengunjungi Vatikan. Tapi sebagai seorang Katolik yang saleh, saya sih menduga dia pernah bertandang ke sana. Sangat mungkin bahkan tidak cuma sekali. Sayangnya saya belum menemukan tulisan khusus Mas Trias terkait Vatikan berdasarkan perjalanan jurnalistiknya. Atau setidaknya catatan perjalanan relijiusnya.
Saya cuma pernah sepintas membaca tulisan tentang Vatikan saat Mas Trias menerima video pendek dari Duta Besar RI untuk Takhta Suci Vatikan Agus Sriyono. Video yang diterima pas hari lebaran, 5 Juni 2019, itu menayangkan paduan suara yang terdiri dari para suster (biarawati), pastor, awam, duta besar dan istri. Bahkan, ada dua perempuan Muslim berkerudung di tengah para pastor dan biarawati itu.
"Ini menegaskan bahwa musik adalah bahasa universal, yang merupakan simbol dari kehidupan," tulis Mas Trias di Kompas, (7/6/2019).
Saya baru berkenalan langsung dan berbincang dengan Mas Trias pada 24 Juli lalu. Kala itu bersama beberapa teman wartawan kami bertandang ke kediamannya di Cinere. Itu pun tujuan utama untuk kami jumpai adalah istrinya, Mba Ati Nitiasmoro. Dia masih dalam satu rentang pergaulan semasa masih meliput isu seputar Polkam hingga di lingkungan Istana. Tapi dengan Mas Trias, rentang usia, pengalaman, pengetahuan, dan kearifan kami kelewat jauh.
Sambil mengudap bika ambon, pastel, rempeyek, dan buah jamblang, kami menyimak kisah-kisah kecil Mas Trias semasa menjadi wartawan. Rupanya sebelum di Kompas, 1988-2018, dia berkarir di Suara Karya pada 1983-1987.
Selain meliput ke sejumlah negara di Timur Tengah dan event-event politik dunia, selama di Kompas Mas Trias juga pernah ikut membidani lahirnya beberapa surat kabar di daerah. Sebut saja Sriwijaya Post (Palembang), Harian Surya (Surabaya), Bernas (Yogyakarta), Warta Kota (Jakarta). Sebagai Kepala Biro Daerah Kelompok Kompas Gramedia, Mas Trias kerap berkeliling menyambangi media-media yang dibidaninya itu.
Sebagai orang pernah yang pernah menjadi guru di SMA Sanjaya di Nanggulan, Kulon Progo, dia tentu sangat menikmati tugasnya itu.
Mulai mengajari mereka rapat redaksi, membuat perencanaan liputan, hingga pengembangan isu/berita. Kepada setiap redaktur maupun reporter yang baru kembali dari lapangan Mas Trias biasa menanyakan materi yang didapat. Juga gambaran angle tulisan yang akan dibuat. Bagaimana membuka tulisan, hingga apa judulnya.
Tentu tak semua reporter dan redaktur bisa menjelaskan dengan lancar dan baik. Reputasi seorang Trias Kuncahyo kadung membuat kebanyakan dari mereka silau. Tergagap-gagap.
"Si Udin (wartawan Bernas) itu kalau saya tongkrongi gak jalan tulisannya. Begitu saya tinggal baru dia nulis," kenang Mas Trias tentang Fuad Muhammad Syafruddin. Udin yang kerap mengkritik Bupati Bantul Sri Roso Sudarmo tewas pada 16 Agustus 1996 akibat dianaya orang tak dikenal.
Michael Trias Kuncahyono lahir di Yogyakarta, 11 Juni 1958. Dia menyelesaikan studinya di Jurusan Hubungan Internasional, Fisip - UGM pada 1983. Sebelumnya ayah dari anak lanang semata wayang, Abishai Sahadeva, itu menyelesaikan sekolah menengah di Seminari Menengah St Petrus Canisius Mertoyudan, Magelang.
Mas Trias adalah keponakan dari Monsinyur Blasius Pujaraharja, uskup Emeritus dari Keuskupan Ketapang di Kalimantan Barat. Sementara bibinya Suster Yosepha SPM adalah bagian dari Kongregasi Santa Perawan Maria dari Amersfroot.
Sejak dilantik menjadi dubes, 26 Juni 2023, Mas Trias mengaku otomatis menahan diri untuk tidak lagi banyak menulis. Tulisan terakhir yang saya ikuti di TriasKun.Id adalah kenangannya terhadap Buya Ahmad Syafii Maarif yang wafat pada 27 Mei 2022. Di tanggal yang sama saya juga membuat in memoriam yang tayang di detikcom dengan judul, 'Buya Syafii Maarif dan Tongseng Persatuan NU-Muhammadiyah'.
Pada 7 Juni 2023, Mas Trias masih tampil di kanal YouTube Badan Kebudayaan Nasional PDI Perjuangan. Kepada Yustin Sila yang memandu acara dia mengungkapkan sejumlah informasi menarik terkait relasi Bung Karno dengan Vatikan, nilai-nilai ajaran Katolik, dan Pancasila.
Vatikan adalah negara Eropa pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada 6 Juli 1947. "Berkat Uskup Albertus Sugiyopranoto, Indonesia menjalin hubungan bilateral dengan Vatikan dua tahun setelah kita merdeka. Kedekatan kedua negara terus terjalin hingga 1950 memiliki kedutaan besar," papar Trias.
Tak heran bila Bung Karno pernah tiga kali berkunjung ke Vatikan, yakni pada 13 Juni 1956, 14 Mei 1959, dan 12 Oktober 1964. Dalam setiap kunjungan, si Bung mendapatkan medali dari Kepausan Vatikan, yakni medali Grand Cross of the Pian Order dari Paus Pius XII, Paus Yohanes XXIII, dan dari Paus Paulus VI.
"Istimewanya, pada kunjungan ketiga Bung Karno dibuatkan prangko khusus dari Vatikan serta mendapat cenderamata dari Paus Paulus VI berupa lukisan mosaik Castel San Angelo Vatikan," beber Mas Trias.
Pada Senin, 4 September, Mas Trias bersama Mba Ati dan Abishai meninggalkan Jakarta untuk menunaikan tugas sebagai Dubes di Vatikan. Sebuah negara mungil, luasnya 49 hektare (0,49 Km2). Toh begitu, pengaruh Vatikan secara global sangat terasa.
Selamat bertugas Mas Trias, semoga kelak akan lahir beberapa buku khusus tentang Vatikan yang ditulis dengan ciamik. Pasti best seller seperti buku-buku karya mas Trias sebelumnya.
Simak juga 'Kala PP Muhammadiyah Resmikan Serambi Buya Syafii':