Kolom

Belajar dari Beijing Menangani Polusi Udara

Fatma Puspitasari - detikNews
Rabu, 06 Sep 2023 14:20 WIB
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -
Beijing telah membuat kemajuan besar dalam membatasi emisi kendaraan dan mendorong mobilitas dengan tenaga listrik, berdampak meningkatkan kualitas udara bagi lebih dari 20 juta penduduknya. Sebagai sesama pemakan nasi dan sebagai warga Jakarta, yang sehari-hari kian dicekik polusi, kita dapat belajar dari ketegasan dan konsistensi pemerintah Beijing untuk mengelola polusi.

Pertumbuhan Beijing pada awal 1990-an tidak hanya dalam hal jumlah penduduk—hampir 13,6 juta jiwa—tetapi juga dalam industri, peningkatan penggunaan batu bara. Perbaikan ekonomi berkorelasi dengan meningkatnya jumlah mobil di jalan raya. Menangani polusi udara meningkat, pemerintah kota Beijing meluncurkan serangkaian tindakan. Rangkaian tindakan tersebut meliputi penerbitan laporan kualitas udara mingguan, menetapkan jalur komprehensif untuk menghentikan polusi udara di sumbernya. Hal ini mencakup mekanisme hukum dan penegakan hukum, perencanaan sistematis, standar lokal yang ketat, dan keterlibatan masyarakat.

Polusi udara bukanlah sesuatu yang muncul tiba-tiba dan solusinya tidak bisa secara tiba-tiba pula. Rangkaian aksi yang dicanangkan Beijing saat itu melibatkan semua sumber polusi: mulai dari PLTU, konstruksi (industri semen juga menyumbang polusi dari debu industri di Tiongkok), hingga rumah tangga. Namun sektor transportasi merupakan bagian penting dari masalah ini seiring dengan meningkatnya kepemilikan kendaraan.

Sederhananya, yang dihadapi Beijing saat itu sama dengan yang dihadapi Jabodetabek saat ini. Meskipun sumber polusinya tidak jauh berbeda, penanganan polusi Beijing memang sedikit berbeda dengan Jakarta. Dalam rapat penanganan polusi udara yang dihelat Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi pada 18 Agustus 2023, berbagai media memuat luaran rapat tersebut berupa: penggunaan kendaraan listrik untuk pejabat DKI Jakarta setingkat Eselon IV ke atas, kebijakan work from home untuk ASN DKI Jakarta, dan rencana modifikasi cuaca.

Memerlukan Waktu
Proses perbaikan kualitas udara Beijing memerlukan waktu beberapa dekade. Pada 2008, ketika Beijing menjadi tuan rumah Olimpiade, kualitas udara sudah mulai lebih baik. Jakarta pada September 2023 ini juga menjadi tuan rumah KTT ASEAN. Perlu percepatan perbaikan kualitas udara demi kelancaran perhelatan KTT ASEAN.

Luas Beijing sekitar 16.000 KM2, sementara Jakarta 'hanya' 7.659 KM2, di mana 664 KM2 berupa daratan dan sisanya perairan. Jumlah penduduk Beijing sekitar 21 juta jiwa, Jakarta sekitar 10.5 juta jiwa. Meskipun lebih kecil, masalah yang dihadapi Jakarta untuk mengelola sampah dan polusi sangatlah kompleks.

Ketika kebijakan awal pengurangan polusi Jakarta adalah penggunaan kendaraan listrik untuk pejabat eselon IV ke atas, Jakarta sendiri melalui TransJakarta telah memiliki sedikitnya 50 unit bus listrik. Kebijakan awal Beijing adalah pengembangan transportasi umum listrik. Saat ini sudah ada 6.584 bus listrik dalam jaringan bus umum Beijing. Berprogres selama 3 dekade atau kira-kira tiap tahun bertambah 200 unit bus listrik.

Tiongkok memiliki 99% dari 385.000 bus listrik di dunia, jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 600.000 pada 2025. Artinya, Tiongkok memimpin pasar global dalam mobilitas listrik, mengurangi polusi udara sekaligus emisi gas rumah kaca secara nasional.

Untuk kebutuhan listrik, pembangkit listrik di Beijing ditopang oleh satu PLTU batu bara dengan kapasitas 880MW, 12 PLTG (gas alam), hidro dan angin. Dapat dikatakan meskipun masih memanfaatkan batu bara, tulang punggung listrik Beijing adalah gas alam. Sementara untuk kelistrikan, Jakarta dikelilingi oleh 10 PLTU (7 di antaranya berada di Provinsi Banten) dan hanya satu PLTU sekitar Jakarta yang telah melakukan co-firing (campuran batu bara dan biomassa).

Cara Beijing menangani polusi udara memang tidak serta merta. Diperlukan perjalanan lebih dari dua dekade, perpaduan political will, teknologi, dan ekonomi yang diwujudkan dalam perjuangan yang konsisten melawan polusi udara. Pekerjaan yang tetap harus dilaksanakan secara konsisten meskipun kelak tidak lagi menjadi isu panas di media arus utama maupun media daring.

Jauh Lebih Kompleks
Kita tidak bisa mengukur pada hari pertama 50% pegawai Pemda DKI Jakarta bekerja dari rumah lalu polusi Jakarta akan langsung turun signifikan. Masalah polusi udara, jauh lebih kompleks. Dibutuhkan aksi terintegrasi dari: pemantauan kualitas udara, pemanfaatan kendaraan umum listrik, penanaman lebih banyak pohon, mengembangkan hutan-hutan kota, hingga pemanfaatan energi bersih terbarukan. Kita semua harus memahami, menangani polusi udara adalah perjuangan yang tidak sebentar.

Orang bijak berkata, pengalaman adalah guru yang paling baik. Maka, mari belajar dari pengalaman Beijing, kita tidak perlu menunggu awan, berharap polusi akan segera dibasuh oleh hujan buatan. Melainkan mari menyusun kebijakan dan jalankan, karena seribu kata tak akan ada arti tanpa tindakan.

Fatma Puspitasari Analis Kebijakan Madya pada Deputi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Kemaritiman dan Investasi



(mmu/mmu)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork