Merundung di Waktu Senggang
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Merundung di Waktu Senggang

Rabu, 06 Sep 2023 11:20 WIB
Nazhori Author
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Merundung Di Waktu Senggang
Foto: detik
Jakarta -

Pada 8 Agustus 2023, Kemendikbudristek meluncurkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Peluncuran perarutan menteri itu merupakan lanjutan dari program sebelumnya menuju program Merdeka Belajar Episode 25, yang resmi diluncurkan di Plaza Insan Berprestasi, Kemendikbudristek, Jakarta.

Sebelum meluncurkan Permendikbudristek tersebut, diketahui pada akhir Juni 2023, seorang siswa SMP di Temanggung membakar sekolahnya, penyebabnya adalah ia sering dirundung (bully) oleh kawan-kawannya dan salah satu guru di sekolahnya. Ia mengakui perbuatannya karena merasa sakit hati dan menerima konsekuensi dari perbuatannya.

Dalam kesempatan berbeda, pada akhir Juli 2023, seorang siswa SMA negeri di Banjarmasin melukai kawannya dengan senjata tajam yang dibawanya dari luar sekolah. Alasan melakukan perbuatan itu karena sering dirundung oleh kawan-kawannya. Ia mengaku sering dirundung bahkan sejak SMP, padahal selama ini dikenal sebagai sosok pendiam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masih banyak peristiwa serupa di tempat yang lain yang melibatkan peserta didik baik di sekolah maupun di luar sekolah. Bahkan ancaman kekerasan bisa datang dari mana saja yang bisa dialami oleh peserta didik. Berkaca dari peraturan di atas, sebelumnya pada 2015, Kemendikbusristek juga mengeluarkan peraturan sejenis Nomor 82 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

Spiritnya sama, ingin menghadirkan nilai-nilai pedagogis yang berakar dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Di dalamnya juga bersinggungan dengan Undang-Undang 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Nomor 109, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

ADVERTISEMENT

Di samping itu, undang undang ini juga bertalian dengan sistem peradilan pidana anak serta Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan yang mengganti peraturan pemerintah sebelumnya Nomor 17 tahun 2010. Dengan demikian payung hukum yang ada dari Kemendikbudristek merupakan penegasan kembali dalam konteks program pendidikan Merdeka Belajar.

Mengapa peristiwa ini kerap terjadi? Apakah apakah nilai-nilai pendidikan karakter mulai memudar di lingkungan pendidikan dan masyarakat kita? Tentu saja banyak faktor yang mempengaruhinya dari luar lingkungan pendidikan di samping faktor internal anak dan keluarga serta lingkungan sekolah. Ini adalah pekerjaan rumah bersama di saat teknologi informasi semakin mudah diakses oleh siapapun termasuk anak.

Waktu Senggang

Sekolah adalah waktu luang atau waktu senggang. Secara harfiah waktu senggang yang dimanfaatkan untuk belajar. Ketika orangtua yang bekerja tak memiliki waktu luang, maka sekolah adalah tempat yang tepat dipilih untuk menitipkan anak-anaknya. Sebagaimana orang Yunani Kuno yang memanfaatkan waktu senggang anak-anaknya untuk mengasah rasa ingin tahunya berdasarkan nuraninya yang sadar bahwa waktu senggang merupakan waktu yang potensial untuk melejitkan daya kerja otak dan pengalaman empirisnya.

Dalam perkembangannya, sekolah menjadi suatu lembaga, yang dari waktu ke waktu terus berbenah untuk menjadi rumah keilmuan yang aman dan nyaman yang dilengkapi dengan fasilitas dan manajemen yang berkualitas. Definisi sekolah mengalami perluasan makna baik secara formal dan informal, intinya ada waktu senggang yang dimanfaatkan untuk mengembangkan potensi kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Secara universal sekolah adalah waktu senggang, secara partikular bisa saja sekolah dengan kata sifatnya bermacam-macam. Sekali lagi ini adalah persoalan waktu senggang yang secara inovatif dan kreatif dikemas dengan manajemen pedagogis. Toh pada prinsipnya sekolah merupakan eksistensi yang diwujudkan oleh manusia dalam banyak model dan pendekatan, dan tidak jarang diseragamkan.

Sekolah yang dipersepsikan oleh orang yang satu bisa jadi berbeda persepsinya dengan orang yang kedua. Namun jika mengacu undang-undang yang ada di negeri ini, sejatinya persepsi itu sama tentang makna sekolah yang di dalamnya orang memiliki hak yang sama untuk menikmati waktu senggangnya. Yang berbeda adalah sekolah dalam eksistensinya yang ada dalam dunia pengalaman kita bersama.

Dalam konteks waktu senggang, harusnya kita dirikan sekolah sebagaimana manusia mendirikan eksistensinya untuk mengetahui dan mencintai sesama. Tapi masih ada sebagian dari kita yang menghabiskan waktu senggangnya untuk merundung dan merendahkan martabat orang lain. Gaduh dalam politik yang banal dan bersitegang tentang sesuatu yang dangkal serta viral dalam dunia maya.

Bisa jadi waktu senggang yang dipertontonkan orang dewasa saat merundung dan menyeruput kopi dimanfaatkan oleh anak-anak kita di waktu senggangnya. Kasus kekerasan di perguruan tinggi merupakan salah satunya yang menelan korban jiwa. Waktu senggang itu telah hilang dan mati. Sekolah kehilangan jati dirinya sebagai sekolah ramah anak yang di dalamnya ada proses perkembangan psikologis, proses belajar, dan proses interaksi yang memanusiakan manusia.

Impian Kemendikbusristek untuk menghadirkan merdeka belajar, kampus merdeka, serta guru dan sekolah penggerak pada prinsipnya adalah gagasan dan cita-cita mulia semua elemen bangsa. Jangan sampai sekolah menjadi involusi yang sulit dijangkau oleh anak-anak kita. Apalagi menjadi kebijakan tambal sulam sementara di situasi yang lain merobekkan kain pedagogis yang sudah berkarakter setelah ditenun.

Karena itu, jika persoalan merundung tidak dapat dicegah sebagaimana amanah undang-undang pendidikan nasional, sekolah sebagai gagasan sosial dalam satuan pendidikan yang mengedepankan pendidikan karakter, maka sekolah sebagai candu masyarakat tak memiliki makna pedagogis apapun. Akal dan nurani menjadi mati.

Perlu Dilawan

Merundung adalah kejahatan purbakala yang sampai saat ini mengemuka. Mata rantai perundungan harus segera dicegah dan diputus. Perundungan harus segera diamputasi dalam setiap lingkungan satuan pendidikan bahkan di perguruan tinggi sekalipun, termasuk kekerasan dan pelecehan seksual.

Perundungan dan kekerasan adalah doktrin sesat yang menular dalam lingkungan pedagogis yang perlu dilawan oleh setiap generasi. Jangan sampai ada lagi peristiwa-peristiwa memilukan itu hadir dalam generasi muda di mana pun lembaga pendidikan itu berada. Sebagai logika sesat, perundungan dan kekerasan merupakan perbuatan amoral yang ada dalam tahap vegetatif yang dimiliki seperti makhluk hidup termasuk manusia.

Namun yang membedakan adalah meski semua makhluk hidup ada dalam tahap itu, rasionalitas dan kesadaran manusia yang membedakannya. Semua insan pendidikan harus mengedepankan dialog, sebuah upaya pedagogi inklusif yang memandang penting manusia sebagai makhluk berjiwa dan bernurani yang menghargai dan menghormati semua apapun latar belakangnya. Tanpa itu, pendidikan karakter dan peraturan menteri hanya menjadi suatu kebijakan yang tidak jalan (involusi) dalam lingkungan pedagogis

Nazhori Author dosen AIK Uhamka, Jakarta

Simak juga 'Saat Geger Pelajar SMP di Cianjur Dibully-Ditendang Seniornya':

[Gambas:Video 20detik]



(mmu/mmu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads