Kantor Kepresidenan dan Usia (Calon) Presiden
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Kantor Kepresidenan dan Usia (Calon) Presiden

Senin, 28 Agu 2023 14:10 WIB
IJA SUNTANA
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Tokoh-tokoh yang sering berseliweran masuk bursa capres potensial 2024. (Ilustrasi: Fuad Hasim/detikcom)
Ilustrasi: Fuad Hasim
Jakarta -
Kantor kepresidenan adalah ruang khusus paling "membahayakan" dan penuh tantangan, walaupun hal yang menyenangkan ada juga di dalamnya. Segala permasalahan paling pelik ada di ruangan itu. Beragam kepentingan dari 278 juta warga negara bergantung di kantor itu.

Kantor tersebut tempat merancang nasib puluhan tahun ke depan negeri ini. Sang petugas di dalamnya harus jadi "paranormal" yang bisa menerawang "nasib bangsa di waktu yang akan datang" dengan "mesin waktu" supercanggih.

Kantor kepresidenan adalah ruang kerja yang paling cepat memicu asam lambung menjadi naik, karena berbagai permasalahan lengkap tersedia di sana. Potensi gangguan kesehatan di sana lebih besar dibanding di tempat lain. Mengelola stres di tempat itu bukan perkara enteng. Muka petugas kantor itu bisa tampak lebih menua dari usia yang sebenarnya. Bahkan, bukan mustahil kecerdasan bisa melambat dan kemampuan untuk berkonsentrasi bisa menurun, saking bertubi-tubi tekanan di sana.

Tanggung jawab dan tekanan pekerjaan yang "maha dahsyat" ada di sana. Kebijakan dan keputusannya ditunggu di semua pelosok negeri, sepak terjangnya disorot lebih luas, dan sekaligus selalu "dicurigai". Lengkap sudah penderitaan sang penghuni. Tekanan di sana tidak pernah reda dan datangnya kadang tak terduga. Oleh sebab itu, penghuninya harus orang tangguh yang siap menghadapi petualangan dengan tantangan mental dan fisik.

Usia Calon Presiden

Lalu, siapakah yang pantas menghuni kantor keramat itu? Orang yang masih muda atau orangnya harus sudah tua?

Usia tua tidak selalu berarti segaris lurus dengan sikap bijak yang lebih besar, sama halnya usia muda tidak selalu segaris lurus dengan fisik yang lebih kuat. Namun, untuk mengelola sebuah Kantor Kepresidenan yang penuh beban usia menjadi penting untuk dipertimbangkan.

Kita tahu bahwa presiden bukan jabatan teknis yang mengoperasikan satu jenis pekerjaan, melainkan mengoperasikan semua "jenis pekerjaan" yang penuh risiko, rumit, dan kompleks. Dia harus mengoperasikan jaringan keamanan, jaringan pertahanan, jaringan politik lokal maupun global, jaringan ekonomi, jaringan lobi internasional, dan jaringan lainnya. Itu semua memerlukan kedewasaan, wawasan, kecerdasan, kebugaran, dan pengalaman. Oleh sebab itu, diperlukan calon presiden yang oleh konstitusi kita disebut "dapat melakukan kewajibannya".

Sampai saat ini kita baru meributkan urusan batasan minimal calon presiden, sementara aturan tentang batas maksimal usia calon presiden tidak tersedia dan jarang diributkan. Pembatasan di konstitusi hanya sebuah frasa yang menyebutkan tentang ketidakmampuan menjalankan kewajiban. Kalimat konstitusional tersebut lebih merupakan frasa potensial, bukan frasa aktual.

Definisi "tidak dapat melakukan kewajibannya" sangat kabur. Kita berspekulasi bahwa yang dimaksud frasa itu adalah penyakit fisik atau sakit jiwa yang mengganggu kinerja. Seharusnya, kita mendefinisikan frasa konstitusi itu dengan batasan kuantitatif usia maksimal calon presiden. Undang-undang dapat mengatur usia maksimal calon presiden dalam bilangan tertentu, seperti halnya kita telah punya undang-undang yang mengatur usia minimal calon presiden. Dalam hal ini kita menurunkan frasa aktual dari frasa potensial di konstitusi untuk mengantisipasi seorang presiden "tidak dapat melakukan kewajiban."

Orang yang terlalu tua dengan beban pekerjaan yang kompleks dan jelimet akan dilanda kelelahan berpikir, kurang ambisi, dan kurang bersemangat. Banyak risiko yang potensial terjadi pada usia terlalu tua: sangat rawan dengan penyakit dan penurunan kognitif. Begitu juga orang yang terlalu muda belum banyak memiliki kematangan yang laik untuk mengelola jabatan dengan setumpuk permasalahan yang datang dari ratusan juta manusia dan dinamika politik yang sering kasar.

Di sinilah relevansi "ribut-ribut" kita tentang pembatasan usia calon presiden. Titik pijak perbincangannya mesti berpijak pada kepentingan jangka panjang, bukan kepentingan politik jangka pendek. Terlalu "rendahan" kalau kita "meributkan" batasan usia calon presidenβ€”malah sampai harus mengubah undang-undangβ€”hanya untuk mengegolkan atau menghalangi seseorang.

Usia dan Elektabilitas Politik

Laporan beberapa hasil survei elektabilitas untuk tiga bacapres yang berkembang belakangan ini menunjukkan bahwa kaum muda, termasuk pemilih pemula, lebih menggandrungi Prabowo sebagai bacapres dengan usia paling tua dibanding menggandrungi pada dua bacapres lebih muda lainnya, Ganjar dan Anies.

Hal itu menunjukkan bahwa perilaku politik kelompok usia tertentu tidak selalu searah jarum jam usia mereka. Mereka yang masih muda tidak dipastikan akan selalu jatuh hati pada kandidat yang masih muda, persis mereka yang telah berusia tua tidak selalu akan tertarik hati dengan kandidat tua lagi. Mungkin saja kandidat yang masih muda dianggap kekurangan pengalaman politik oleh kaum muda, sedangkan kandidat tua dianggap kurang bertenaga oleh kaum tua. Namun, pengalaman politik yang bagus, tidak dapat dipungkiri sebagai yang paling relevan dengan jabatan Kepresidenan.

Walaupun begitu, usia dapat dimainkan sebagai modal politik dalam mengeksploitasi diri bacapares. Kandidat tua dapat mengampanyekan dirinya dengan sederetan pengalaman dan kemapanan, sedangkan kandidat muda dapat mengampanyekan dirinya sebagai orang masih segar dan tangguh.

Alhasil, pembatasan usia minimal dan maksimal usia calon presiden sudah barang tentu menimbulkan sejumlah persoalan demokrasi. Pembatasan minimal pada usia tertentu akan mengesampingkan hak orang dewasa lainnya yang usianya di bawah bilangan tertentu tersebut. Begitu juga, menetapkan usia maksimum calon presiden pada usia tertentu akan menghalangi hak politik mereka yang memiliki usia di atasnya. Namun, demokrasi tidak menolak batasan-batasan tertentu yang dibutuhkan untuk melindungi hak-hak lainnya yang lebih penting.

Ija Suntana Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Simak juga 'Kapan Putusan Gugatan Batas Usia Cawapres? Ini Kata Ketua MK':
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads