Peristiwa ini mendorong pertanyaan mendasar; faktor apa di balik maraknya kasus bunuh diri di Gorontalo ini? Bisakah masyarakat berkontribusi dalam upaya pencegahan kasus-kasus di masa mendatang? Pendekatan apa yang dimungkinkan untuk menghentikan efek "menular" bunuh diri di masyarakat?
Integrasi Sosial
Memahami bunuh diri dan upaya pencegahan risiko memerlukan pemahaman tentang bagaimana bunuh diri bervariasi dengan kekuatan-kekuatan ini dan bagaimana hubungannya dengan pengalaman individu dan kelompok. Bunuh diri membawa makna sosial dan moral di semua masyarakat. Baik pada tingkat individu maupun populasi, tingkat bunuh diri telah lama dipahami berkorelasi dengan kekuatan budaya, sosial, politik, dan ekonomi.
Bunuh diri tidak hanya terkait dengan patologi, tetapi merupakan solusi yang diakui secara budaya untuk situasi tertentu dalam pergolakan hidup yang ekstrem. Penelitian Durkheim dalam karyanya Suicide: A Study in Sociology dianggap merupakan salah satu rujukan yang mendalam tentang fenomena bunuh diri. Durkheim berpendapat bahwa bunuh diri tidak hanya disebabkan oleh faktor psikologis atau emosional, tetapi juga oleh faktor sosial.
Integrasi sosial khususnya adalah sebuah faktor penting dalam kasus bunuh diri. Banyak dokter dan psikolog mengembangkan teori bahwa mayoritas orang yang bunuh diri berada dalam keadaan patologis, tetapi Durkheim menekankan bahwa kekuatan yang menentukan bunuh diri bukanlah sekedar psikologis tetapi sosial. Dia menyimpulkan bahwa bunuh diri adalah hasil dari disorganisasi sosial atau kurangnya integrasi sosial atau solidaritas sosial.
Semakin terintegrasi secara sosial seseorang βyaitu, semakin dia terhubung dengan masyarakat, memiliki perasaan memiliki secara umum dan perasaan bahwa hidup masuk akal dalam konteks sosialβ maka akan semakin kecil kemungkinan dia melakukan bunuh diri. Ketika integrasi sosial individu menurun, orang cenderung melakukan bunuh diri. Setidaknya ada empat model kasus bunuh diri yang dikategorisasi oleh Durkheim, yang sebagian besar di antaranya dapat membantu memotret rentetan peristiwa bunuh diri di Provinsi Gorontalo dalam kurun waktu setengah tahun terakhir.
Pertama adalah apa yang disebut sebagai bunuh diri anomik. Tindakan ini merupakan respons ekstrem oleh seseorang yang mengalami anomie atau rasa terputus dari masyarakat dan perasaan tidak memiliki atau tidak diterima oleh masyarakat akibat melemahnya kohesi sosial. Keadaan anomi dapat terjadi selama periode pergolakan sosial, ekonomi, atau politik yang serius, yang mengakibatkan perubahan cepat dan ekstrem pada masyarakat dan individu. Dalam keadaan seperti itu, seseorang mungkin merasa sangat bingung dan terputus sehingga mereka memilih untuk bunuh diri.
Bunuh diri altruistik, tipologi yang kedua, merupakan akibat dari pengaturan individu yang berlebihan oleh kekuatan sosial sehingga seseorang dapat tergerak untuk bunuh diri demi kepentingan suatu tujuan atau masyarakat pada umumnya. Contohnya adalah bom bunuh diri seseorang demi tujuan agama atau politik. Dalam keadaan tekanan sosial seperti itu, orang-orang sangat terintegrasi dengan komunitas atau kelompoknya dengan harapan sosial dan masyarakat itu sendiri sehingga mereka akan bunuh diri dalam upaya mencapai tujuan bersama.
Tipe ketiga adalah bunuh diri egoistik. Bunuh diri ini adalah respons mendalam yang dilakukan oleh Individu yang merasa terputus dari masyarakat. Biasanya, orang diintegrasikan ke dalam masyarakat melalui perannya dalam kerja, ikatan dengan keluarga dan komunitas serta ikatan sosial lainnya. Ketika ikatan ini melemah, misalnya karena memasuki masa pensiun, dipecat, atau baru saja kehilangan keluarga dan teman dekat, kemungkinan bunuh diri egois akan meningkat. Dalam hasil penelitian Durkheim, orang lanjut usia merupakan kelompok yang paling rentan menderita kehilangan ini, sehingga sangat rentan terhadap bunuh diri egoistik.
Tipe terakhir adalah bunuh diri fatalistik, terjadi dalam kondisi regulasi sosial yang ekstrem yang mengakibatkan kondisi yang menindas dan penolakan diri dan hak pilihan. Dalam situasi seperti itu seseorang dapat memilih untuk mati daripada terus bertahan dalam kondisi yang menindas, seperti kasus bunuh diri di antara narapidana atau para korban pinjol ilegal yang terjerat utang dan mendapat paksaan serta tekanan yang intens. Seperti integrasi, terlalu banyak regulasi juga dapat menyebabkan apa yang disebut Durkheim sebagai bunuh diri "fatalistik". Bagi Durkheim, bunuh diri fatalistik terjadi ketika anggota kelompok atau kategori sosial menjadi sasaran paksaan psikis dan fisik yang intens sehingga tidak ada harapan untuk masa depan tanpa penderitaan.
Dalam banyak kasus bunuh diri, kelompok sosial dan budaya juga dapat bersifat represif, menyesakkan, dan kondusif yang menciptakan lingkungan yang mendukung bunuh diri. Dalam keadaan di mana kelompok sosial menuntut kesetiaan dan komitmen 100 persen, individu kehilangan kemampuan mereka untuk memutuskan pilihan terhadap krisis. Dalam "kelompok serakah" seperti yang disebut Coser (1979), individu diminta untuk menunjukkan komitmen mereka terhadap kelompok dan tujuannya dengan menyerahkan kekuatan hidup dan mati untuk kebutuhan kelompok.
Dalam keadaan ini, ikatan jaringan sosial integrasi dan regulasi begitu padat sehingga jaring pengaman menutup dan membentuk tembok yang menghancurkan daripada menopang kehidupan individu (Pescosolido, 1994). Kekuatan sosial dan budaya yang begitu kuat dalam kontribusinya terhadap bunuh diri harus dipahami sepenuhnya dan dipertimbangkan dalam pencegahan risiko.
Beberapa Penelitian
Kita dapat memotret kasus bunuh diri di Provinsi Gorontalo dengan membandingkan beberapa penelitian terhadap kasus serupa yang terjadi. Dalam penelitian yang dilakukan pada masyarakat Korea Selatan pada 2022 misalnya, secara keseluruhan, 35 studi berfokus pada hubungan antara faktor sosial ekonomi individu dan ide bunuh diri, 16 studi terkait dengan upaya bunuh diri, sementara 10 penelitian membahas bunuh diri yang berhasil dilakukan.
Faktor-faktor seperti pendapatan rendah, pengangguran, dan kesulitan keuangan diidentifikasi sebagai faktor risiko untuk semua perilaku bunuh diri. Bekerja dalam kondisi genting, tekanan dari atasan, jam kerja yang panjang, status pekerja wiraswasta, perubahan status pekerjaan, kerja sif atau kerja malam hari, dan stres tempat kerja dikaitkan dengan peningkatan risiko ide bunuh diri. Sementara studi primer tidak dapat memastikan apakah tempat tinggal berdampak pada perilaku bunuh diri (Raschke et.all, 2022).
Di seluruh masyarakat, keterikatan keluarga mempengaruhi kemungkinan bunuh diri. Beberapa peneliti berpendapat bahwa unit keluarga adalah satu-satunya faktor terpenting dalam memahami bunuh diri. Ini misalnya dalam kasus bunuh diri di India dalam penelitian Gehlot dan Nathawat (1983). Namun, penelitian yang lain menunjukkan bahwa keadaan ekonomi kehidupan juga harus dipertimbangkan sebagai variabel pemicu. Apapun konteks sosialnya, beberapa riset juga menunjukkan hidup sendiri meningkatkan risiko bunuh diri, sehingga dukungan keluarga dan dukungan sosial lainnya merupakan faktor proteksi bagi individu.
Meskipun belum ada penelitian yang mendalam dan observasi terhadap kasus bunuh diri yang terjadi di Gorontalo, mereka yang menikmati hubungan dekat dengan orang lain dapat mengatasi berbagai tekanan dengan lebih baik, termasuk kematian, pemerkosaan, kehilangan pekerjaan, dan penyakit fisik, termasuk bunuh diri. Dukungan keluarga dan orang dekat juga dapat memungkinkan individu menikmati kesehatan psikologis dan fisik yang lebih baik.
Banyak studi telah mendokumentasikan bahwa dukungan sosial dapat mengurangi keparahan depresi dan dapat mempercepat remisi depresi pada kelompok berisiko, seperti individu yang rentan secara ekonomi, terjebak hutang, dipecat dari pekerjaan atau perempuan yang hamil di luar nikah serta individu berusia lanjut yang kehilangan pasangan hidup atau orang dekat (Barefoot et al., 2000;). Studi tentang remaja yang berisiko mengalami hasil yang merugikan, termasuk bunuh diri, telah menunjukkan bahwa dukungan sosial berpotensi menahan efek dari peristiwa kehidupan yang negatif.
Pada kasus bunuh diri di Gorontalo, tingkat bunuh diri secara umum tampaknya terkait dengan indikator kesulitan ekonomi. Hal ini didukung dalam penelitian yang dilakukan Stack (2000) dan beberapa penelitian di beberapa negara, seperti tingkat bunuh diri tertinggi di daerah berpenghasilan rendah di Stockholm dan di seluruh Swedia secara keseluruhan, serta kausalitas yang sama terjadi di Kanada dan London. Di Inggris dan Wales, daerah yang ditandai dengan kelas sosial yang lebih rendah memiliki tingkat bunuh diri yang lebih tinggi (Kreitman et al., 1991). Bahkan di antara mereka yang berusia kurang dari 25 tahun, status sosial yang lebih rendah meningkatkan kemungkinan bunuh diri dibandingkan dengan penduduk setempat (Hawton et al., 1999).
Mencegah
Masyarakat dan individu dapat berkontribusi mencegah tindakan bunuh diri dengan memberikan dukungan kepada individu, menyediakan tempat bagi individu dalam komunitas untuk mengintegrasikan kehidupan individu dan memperoleh dukungan secara sosial dan ekonomi. Individu yang terintegrasi ke dalam komunitas akan dengan mudah memperoleh dukungan dan bantuan dalam menghadapi pergolakan ekonomi dan periode rentan kehidupan.
Bunuh diri merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius yang dapat memiliki efek jangka panjang pada individu, keluarga, dan masyarakat. Kasus bunuh diri yang marak selama enam bulan terakhir di Gorontalo tidak bisa dilihat semata sebagai gangguan mental dan psikis. Dalam level individu, pergolakan ekstrem dalam hal ekonomi menjadi faktor pemicu keinginan bunuh diri. Sementara itu, keinginan tersebut diperparah oleh kondisi kurangnya dukungan sosial dan renggangnya kohesi sosial dan dukungan lingkungan sekitar.
Kabar baiknya adalah bahwa bunuh diri dapat dicegah. Mencegah bunuh diri membutuhkan strategi di semua lapisan masyarakat. Ini termasuk strategi pencegahan dan perlindungan bagi individu, keluarga, dan masyarakat. Setiap orang dapat membantu mencegah bunuh diri dengan mempelajari tanda-tanda peringatan, mempromosikan pencegahan dan ketahanan, serta komitmen terhadap ikatan sosial.
(mmu/mmu)