Teknologi, Aksi, dan Edukasi Penyelamatan Pesisir
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Teknologi, Aksi, dan Edukasi Penyelamatan Pesisir

Selasa, 22 Agu 2023 16:00 WIB
Nugraheni Setyaningrum
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Lautan sampah di Pesisir Loji, Sukabumi.
Lautan sampah di pesisir Loji, Sukabumi (Foto: Syahdan Alamsyah)
Jakarta -

Disadari ataupun tidak permasalahan sampah plastik di kawasan pesisir dan lautan Indonesia makin memprihatinkan. Terlebih, karakteristik wilayah Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan ribuan pulaunya dan garis pantai sepanjang 108.000 km, menjadikan kawasan pesisir sebagai kawasan berpotensi sekaligus rawan ancaman serius yaitu sampah plastik.

Isu persampahan di Indonesia kian mencuat dari mulai di wilayah perkotaan akibat overload-nya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) hingga sampah plastik yang tampak nyata menumpuk di kawasan pesisir. Salah satu dosen dari universitas ternama di Yogyakarta menuliskan opininya bahwa potensi penumpukan sampah di wilayah kota akibat ditutupnya TPA berpeluang juga meningkatkan sampah plastik di kawasan pesisir.

Kemudian, jika kita ingat kembali kejadian pada Juli 2023, Indonesia dihebohkan dengan aksi viral membersihkan sampah di kawasan pesisir yang digerakkan oleh aksi penggiat lingkungan Pandawara Group yang mampu menggerakkan 4000 warga membersihkan sampah di Pantai Sukaraja (Bandar Lampung). Sebelumnya mereka melakukan aksi penanganan sampah secara masif di Pantai Labuan, Banten.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Peran Pandawara Group dalam memviralkan masalah sampah di pantai tersebut memantik ribuan orang terinspirasi untuk terlibat dalam kegiatan pembersihan sampah. Sebagai peneliti yang tengah menelisik permasalahan sampah plastik di kawasan pesisir, saya melihat bagaimana peran media sosial dalam menggerakkan peran masyarakat dan pemerintah secara kolaboratif berkat ajakan penggiat lingkungan.

Hal lain yang menggerakkan kita semua tentunya, kenyataan bahwa Indonesia menghasilkan sekitar 56.333 ton sampah plastik yang berakhir di laut melalui muara sungai. Informasi tersebut berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lourens J.J Meijer dan timnya dan dipublikasikan tulisannya pada 2021. Menyadari hal tersebut, saya berpendapat bahwa setidaknya ada tiga pendekatan yang dapat dilakukan.

ADVERTISEMENT

Pertama, pendekatan berbasis teknologi untuk mengukur, mengamati, dan mengevaluasi permasalahan sampah plastik di kawasan pesisir. Teknologi yang dapat digunakan untuk menjangkau dan mendapatkan gambaran spasial (keruangan) adalah teknologi penginderaan jauh.

Berdasarkan telisik sederhana dan pengalaman saya berdiskusi dengan sesama rekan yang bergerak di bidang riset penginderaan jauh, dapat diketahui bahwa teknologi penginderaan jauh yang mencakup penggunaan data satelit, pesawat udara, maupun drone dapat memberikan kemampuan unik untuk memantau dan menganalisis kondisi kawasan pesisir.

Sebagai gambaran, teknologi tersebut mampu deteksi sampah makroplastik maupun mikroplastik dengan memanfaatkan kemampuan penginderaan jauh baik sensor pasif maupun aktif. Contoh dari hasil pengolahan data optik satelit Sentinel 2 (ESA) dapat membedakan sampah makroplastik yang melayang dengan bahan alami seperti rumput laut, sehingga mampu untuk membedakan sampah dan non sampah.

Kemudian, lembaga antariksa Amerika Serikat yaitu NASA pada penelitian tahun 2021 juga membuka mata kita semua, bahwa teknologi satelit kini mampu memantau dan menganalisis sampah mikroplastik di lautan. Data dari delapan satelit kecil yang mengukur kecepatan angin di atas lautan dan memberikan informasi tentang kekuatan badai.

Membandingkan data tersebut dengan pengamatan dan prediksi model, para peneliti dapat mengidentifikasi daerah dengan konsentrasi sampah plastik yang lebih tinggi. Ke depannya, riset tersebut perlu terus dikembangkan dan ditajamkan untuk analisis pada skala detil dengan integrasi berbagai data dukung lainnya.

Kedua, aksi kolaboratif dan nyata sedini mungkin, dari kita oleh kita untuk kita. Aksi ini telah ditunjukkan oleh penggiat lingkungan Pandawara Group dan saya yakin sejumlah organisasi maupun masyarakat hingga tokoh-tokoh individual yang peduli lingkungan juga telah bergerak. Hal ini saya dapati, tatkala saya dan rekan peneliti sedang mengkaji fenomena sampah plastik di sekitar muara Sungai Cisadane dengan pemanfaatan teknologi penginderaan jauh.

Tatkala melakukan kegiatan cek lapangan pada awal Juli 2023 di kawasan pesisir di Desa Tanjung Burung, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten tampak terhampar sampah yang cukup luas dan tak terbayangkan sebelumnya. Inilah pertama kalinya saya melihat secara langsung di lapangan kondisi tersebut, hamparan sampah plastik yang disinyalir dari akumulasi sampah yang mengalir di Sungai Cisadane.

D kawasan inilah saya bertemu dengan tokoh masyarakat penggiat lingkungan di Desa Tanjung Burung yaitu Pak Guntur. Dia bertahun-tahun menggalakkan peduli lingkungan di masyarakat sekitar berbekal pelatihan-pelatihan penanganan sampah yang diikutinya. Langkah penyelamatan lingkungan melalui aktif dalam penanaman mangrove akan membawa banyak manfaat dalam perbaikan kualitas lingkungan di sekitar Muara Cisadane. Dia menuturkan sambil membayangkan lingkungan masa kecil dengan perairan yang lebih bersih dan penuh dengan mangrove.

Dari obrolan dengannya, terdapat adanya pendekatan ketiga yaitu edukasi. Edukasi lingkungan dikemas menarik dan tidak hanya berupa teori yang seringkali dilupakan. Mengubah perilaku masyarakat terkait penanganan sampah ini memang tidak mudah. Penanganan sampah plastik memerlukan pendekatan holistik, yang melibatkan langkah pencegahan, pengelolaan limbah yang baik, dan perubahan perilaku konsumen.

Masyarakat perlu diberdayakan dengan pengetahuan dan keterampilan untuk mengelola sampah dengan bijaksana, seperti membatasi penggunaan plastik sekali pakai dan melakukan daur ulang. Atau langkah sederhana yang dapat dilakukan dengan melakukan pemilahan sampah, bergabung menjadi anggota bank sampah kemudian menerapkan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle).

Menumbuhkan kesadaran dan budaya baik dari sejak dini diharapkan akan lebih efektif dan efisien. Kampanye publik dan penegakan perda perlu diterapkan, selain itu juga penguatan kelembagaan sampai tingkat RT perlu menjadi perhatian agar semangat dapat terjaga. Sekali lagi, ketiga pendekatan menjaga dan menyelamatkan kawasan pesisir di Indonesia dari potensi darurat sampah plastik tentunya tidak akan berhasil tanpa adanya semangat gotong royong dan aksi nyata berbagai pihak.

Nugraheni Setyaningrum geografer dan perekayasa di Pusat Riset Penginderaan Jauh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Simak juga 'Saat Luhut Minta Pengusaha Bikin Plastik yang Tak Bisa Tenggelam':

[Gambas:Video 20detik]



(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads