Polusi Udara Jakarta: Perspektif Sosiologi Lingkungan
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Mimbar Mahasiswa

Polusi Udara Jakarta: Perspektif Sosiologi Lingkungan

Senin, 21 Agu 2023 14:00 WIB
Samsul Arifin
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
WFH 50% bagi ASN Pemprov DKI Jakarta diterapkan mulai hari ini untuk mengurangi polusi di ibu kota. Seperti apa wajah langit Jakarta siang ini?
Foto: Andhika Prasetia
Jakarta -

Kabar penobatan Jakarta sebagai kota dengan polusi udara terburuk di dunia ramai diberitakan beberapa bulan terakhir. Buruknya kualitas udara merupakan tantangan demi mewujudkan lingkungan yang berkelanjutan.

Dilansir dalam halaman resmi IQAir, Jakarta beberapa kali menempati posisi pertama sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Keadaan tersebut membuat Jakarta banyak dibicarakan di media internasional.

Indeks Kualitas Udara (AQI) Jakarta saat ini berada di angka 172 dan tergolong ke dalam kategori tidak sehat menurut IQAir. WHO menyebutkan bahwa udara sebuah kota bisa dikatakan baik bagi kesehatan ketika udara memiliki paparan tahunan sebesar PM2.5 dari 5 ug/m3 atau memiliki AQI 0-50.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Campur Tangan Manusia

Buruknya kualitas udara Jakarta tentunya tidak terlepas dari campur tangan manusia. Demi memenuhi seluruh kebutuhannya yang terus bertambah tiap waktunya, terkadang manusia lupa bahwa keberlanjutan lingkungan tidak boleh terabaikan dengan besarnya keinginan dan kebutuhan.

Dalam hal ini, sosiologi lingkungan mampu melihat lebih jauh mengenai permasalahan ini. Salah satu teori yang dapat digunakan adalah Teori Ekologi Manusia milik Auguste Comte. Comte menjelaskan bahwa teori ekologi manusia dapat menggambarkan pola yang terjadi untuk memahami bagaimana interaksi manusia dengan lingkungan dapat mempengaruhi satu sama lain.

ADVERTISEMENT

Berikut adalah penyebab polusi udara dalam perspektif sosiologi lingkungan:

1. Pertumbuhan penduduk dan urbanisasi berlebihan. Pertumbuhan penduduk dan urbanisasi cepat di Jakarta telah menyebabkan peningkatan aktivitas manusia, termasuk industri, transportasi, dan konstruksi. Kepadatan penduduk yang tinggi dan pertumbuhan infrastruktur tidak seimbang dengan kapasitas lingkungan kota. Akibatnya, polusi udara dan limbah menjadi masalah yang semakin mendesak, mengancam kesehatan masyarakat dan kualitas hidup.

2. Perubahan pola konsumsi dan penggunaan sumber daya. Teori ekologi manusia menyoroti bagaimana pola konsumsi dan penggunaan sumber daya alam berkontribusi pada polusi. Hal ini dapat kita lihat dengan banyak berdirinya PLTU di ibu kota. Jakarta sebagai pusat ekonomi mendorong gaya hidup konsumeristik yang sering berdampak buruk pada lingkungan. Penggunaan energi fosil, bahan-bahan sekali pakai, dan pengelolaan sampah yang buruk menyebabkan peningkatan emisi gas rumah kaca dan akumulasi limbah yang tidak terkendali.

3. Ketidaksetaraan sosial dalam akses terhadap lingkungan bersih. Tantangan dalam mengatasi polusi di Jakarta juga mencakup aspek sosial. Teori ekologi manusia menggarisbawahi bahwa akses terhadap lingkungan yang bersih dan sehat tidak merata. Kelompok masyarakat dengan pendapatan rendah sering terpinggirkan dan terpaksa tinggal di daerah yang lebih tercemar. Ini menciptakan ketidaksetaraan dalam menghadapi dampak polusi dan kualitas hidup yang berkurang.

4. Pengaruh kebijakan dan tata kelola lingkungan. Teori ekologi manusia menunjukkan pentingnya kebijakan dan tata kelola yang berkelanjutan dalam mengatasi polusi. Ketidakmampuan dalam mengimplementasikan kebijakan lingkungan yang efektif dapat memperburuk masalah. Kebijakan yang tidak mempertimbangkan dampak lingkungan atau kurang melibatkan partisipasi masyarakat akan membatasi kemampuan kita untuk mengatasi masalah polusi.

Solusi Berkelanjutan

Untuk menghadapi masalah polusi udara di Jakarta, pendekatan yang melibatkan aspek sosial dan lingkungan secara holistik sangatlah penting. Teori ekologi manusia memberikan pandangan yang kaya terkait interaksi yang kompleks antara manusia dan lingkungan. Solusi berkelanjutan harus mengintegrasikan tindakan perubahan perilaku, regulasi yang lebih ketat, investasi dalam teknologi bersih, serta perbaikan dalam distribusi sumber daya.

Melalui pemahaman mendalam tentang teori ekologi manusia dalam perspektif sosiologi lingkungan, kita dapat merumuskan solusi yang lebih efektif dan berkelanjutan untuk mengurangi polusi di Jakarta. Dengan keterlibatan masyarakat, pemerintah, dan sektor industri, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih bersih, sehat, dan berkelanjutan bagi generasi saat ini dan mendatang.

Samsul Arifin mahasiswa Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads