Struktur Ekonomi dan (Rendahnya) "Tax Ratio" Kita
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Struktur Ekonomi dan (Rendahnya) "Tax Ratio" Kita

Selasa, 08 Agu 2023 14:26 WIB
Priyo Hernowo
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
The word TAX is on a wooden block, 2023 is below. Income tax payment concept.  Return of personal income tax payable to the government  Calculation of tax returns in the years 2022 to 2023, etc.
Ilustrasi: Getty Images/iStockphoto/Wanan Yossingkum
Jakarta -

Mengapa tax ratio Indonesia rendah adalah pertanyaan yang sering muncul untuk melihat kinerja pengumpulan penerimaan pajak. Jawaban atas pertanyaan tersebut mungkin beragam, tapi yang paling dominan disebabkan karena pemungutan pajak yang belum efektif. Namun apakah memang sesederhana itu jawabannya? Tentu saja tidak, karena banyak faktor yang sangat berpengaruh terhadap rendahnya tax ratio di Indonesia.

Pengertian tax ratio secara umum adalah perbandingan antara penerimaan pajak dengan Produk Domestik Bruto (PDB) dalam suatu periode waktu tertentu. Tax ratio menggambarkan berapa besarnya penerimaan pajak yang dapat dikumpulkan dari seluruh produksi barang dan jasa pada suatu negara.

Paling tidak ada lima faktor yang berpengaruh terhadap besar kecilnya tax ratio suatu negara. Yakni, struktur ekonomi, kebijakan ekonomi, efektivitas pemungutan pajak, kepatuhan Wajib Pajak, dan dukungan stakeholder. Saya akan menguraikan pengaruh faktor struktur ekonomi terhadap tax ratio, mengingat faktor ini kurang banyak mendapat sorotan padahal mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap tinggi rendahnya tax ratio suatu negara.

Capaian Penerimaan

Berdasarkan data statistik yang saya miliki, besaran tax ratio Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir berkisar antara 8 - 11 persen, di mana kondisi tersebut merupakan salah satu capaian terendah di kawasan negara ASEAN. Apalagi bila dibandingkan dengan tax ratio negara-negara maju. Namun demikian ada hal yang perlu kita cermati lebih mendalam terkait dengan capaian tax ratio tersebut.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pajak, dalam sepuluh tahun terakhir capaian penerimaan pajak berkisar antara Rp 1.000 - 1.700 triliun. Sedangkan PDB dalam sepuluh tahun terakhir berkisar pada angka Rp 10.000 - 20.000 triliun.

Berdasarkan data yang diolah dari penerimaan pajak tersebut, Sektor Usaha Skala Menengah dan Besar berkontribusi lebih dari 95 persen total penerimaan pajak. Sedangkan penerimaan pajak dari Sektor Usaha Menengah dan Kecil (UMKM) berkontribusi kurang dari 5 persen porsi penerimaan pajak.

Namun kondisi sebaliknya terjadi pada komposisi PDB Indonesia. Sektor UMKM memberikan kontribusi paling besar terhadap capaian PDB. Lebih dari 60 persen PDB Indonesia disumbang dari sektor UMKM. Sehingga dapat dipahami, ketika angka penyebutnya (PDB) sebagian besar disumbang dari sektor UMKM dan sebaliknya pada angka pembilangnya sektor UMKM hanya berkontribusi kecil terhadap penerimaan pajak, maka hal ini tentu saja akan menyebabkan tax ratio tertarik ke bawah (rendah).

Saya pernah mencoba menghitung tax ratio berdasarkan skala usaha, di mana dihasilkan angka sebagai berikut: untuk Skala Usaha Menengah dan Besar, capaian tax ratio mendekati 20 persen; sedangkan tax ratio untuk Skala UMKM kurang dari 2 persen. Kondisi struktur ekonomi tersebut merupakan faktor utama yang menyebabkan tax ratio Indonesia masih rendah.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan penerimaan pajak sektor UMKM masih rendah. Pertama, adanya Kebijakan Pemberian Fasilitas Perpajakan. Kedua, belum optimalnya edukasi kewajiban perpajakan menyebabkan pemahaman tentang pentingnya pajak bagi keberlangsungan pembangunan masih kurang. Ketiga, jumlah pelaku usaha sektor UMKM sangat banyak dan tersebar menjadi tantangan dalam efektifitas pemungutan pajak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Faktor utama penerimaan pajak dari sektor UMKM masih rendah adalah adanya kebijakan dari pemerintah untuk memberikan fasilitas perpajakan pada sektor UMKM.

Pemberian fasilitas perpajakan terhadap sektor UMKM bertujuan untuk mendorong pertumbuhan sektor UMKM dan sekaligus diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Beberapa fasilitas perpajakan yang sudah diberikan pemerintah terhadap sektor UMKM antara lain tarif PPh Final sebesar 0,5 persen;; omset usaha di bawah Rp 500 juta tidak dikenakan pajak; treshold sebagai Pengusaha Kena Pajak ketika omset di atas Rp 4,8 miliar.

Seperti kita ketahui bersama, bahwa fungsi pajak tidak hanya untuk mengumpulkan penerimaan negara (fungsi budgetair). Namun ada juga tujuan lain dari penerapan kebijakan perpajakan, yaitu untuk mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi (fungsi regularend). Muara dari pengaturan kebijakan tersebut diharapkan dapat mewujudkan tercapainya kesejahteraan dan keadilan sesuai amanah pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

ADVERTISEMENT

Belum Optimal

Berdasarkan data kuantitatif maupun kualitatif, pemungutan pajak yang dicapai saat ini masih belum optimal. Dari berbagai data dan informasi yang ada, baik data internal Direktorat Jenderal Pajak maupun data eksternal yang ada dalam berbagai pemberitaan, masih banyak Wajib Pajak Badan maupun Wajib Pajak Orang Pribadi yang diindikasikan belum memenuhi kewajiban perpajakannya secara benar. Hal ini bisa dilihat, salah satu parameternya adalah masih adanya gap antara omset atau kekayaan dibandingkan dengan jumlah pajak yang dibayar.

Selain itu, masih ada juga pendapat yang mengatakan bahwa pemungutan pajak hanya dilakukan terhadap wajib pajak yang sama dari tahun ke tahun. Dengan demikian masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk mengoptimalkan penerimaan pajak. Upaya intensifikasi (Pengawasan Kepatuhan Material dan Pengawasan Pembayaran Masa) dan perluasan basis pemajakan merupakan ikhtiar yang harus terus dilakukan untuk mendorong optimalisasi penerimaan pajak dan pemungutan pajak yang berkeadilan (equal treatment).

Kerja sama dengan seluruh stakeholder mutlak dilakukan agar pelaksanaan pemungutan pajak dapat berjalan efektif. Direktorat Jenderal Pajak dituntut untuk terus berusaha maksimal dalam melaksanakan seluruh proses bisnis mulai dari edukasi dan pelayanan, pengawasan, pemeriksaan, dan penegakan hukum secara cepat, tepat, dan berkeadilan. Di sisi lain para Wajib Pajak diharapkan untuk memenuhi Kewajiban perpajakannya secara benar dan tepat waktu.

Priyo Hernowo Kabid KBP Kanwil DJP Jawa Tengah II

(mmu/mmu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads