Gen Z dan Arah Politik Kita
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Gen Z dan Arah Politik Kita

Senin, 07 Agu 2023 12:34 WIB
MH Said Abdullah
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
MH Said Abdullah,
Foto: DPR
Jakarta -

Pergulatan sejarah, corak produksi, dan kebijakan publik di setiap zaman sangat mempengaruhi karakter generasi pada zamannya masing masing. Kejadian kejadian penting dalam sejarah, dan periodisasi waktu menjadi kesepakatan tidak tertulis bagi banyak peneliti dalam melahirkan teori generasi.

Tentu saja pembagian teori generasi dari para peneliti ini bertolak dari sejarah, dan periodisasi waktu yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat. Bisa jadi bias Barat. Di antara peneliti teori generasi yang terkemuka adalah Neil Howe dan William Straus pada tahun 1991. Ia membagi fase generasi menjadi empat periode, yakni fase silent generation (1925-1943), boomer generation (1943-1960), 13th generation (1961-1980), dan millenial generation (1980-2000). Howe dan Straus membagi teori generasi hanya sampai generasi milenial.

Bencsik dan Machova adalah dua peneliti yang menambahkan generasi terbaru dalam teori generasi, yakni i-generation, atau Generasi Z (Gen Z). James Oblinger menyebutnya post-milenial. Oleh Majalah Forbes tahun 2015 Gen Z disebut sebagai fase generasi global pertama. Gen Z lahir dan tumbuh pada fase dunia memasuki disrupsi informasi dan teknologi yang membuat perubahan perubahan sosial sedemikian cepat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Forbes menjuluki Gen Z sebagai generasi teknologi tinggi. Generasi yang hidup dalam kompleksitas sosial. Karena mereka bergaul secara global dengan jendela dunia bernama internet, ada kecenderungan penguasaan mereka terhadap multi bahasa menjadi cukup baik. Bencsik dan Machova (2016) menjuluki Gen Z sebagai tenaga kerja terampil, karyawan yang mumpuni di era digital.

Corak produksi yang cepat, membuat angan angan masa depan yang kian tak menentu. Bisa jadi karena konstruksi sosial seperti ini, Bencsik dan Machova dalam penelitiannya menemukan Gen Z memiliki cara pandang dan tujuan hidup yang berbeda dengan generasi pendahulunya.

ADVERTISEMENT

Jika generasi milenial menempatkan internet sebagai bagian dari part of its everyday life, bagi Gen Z internet yang banyak menghasilkan informasi tak terbendung dan tak tersaring telah menjadi bagian dari intuisi.

Gen Z cenderung memiliki nilai nilai hidup untuk hari ini, inisiator yang pemberani, mudah bereaksi, terbiasa multitasking, pencari konten dan pengakses informasi dengan cepat. Perilaku ini terlihat sangat diwarnai dari 'kehidupan' di internet. Pendek kata, internet sebagai basis produksi mereka yang membentuk horizon hidup mereka.

Keunggulan Gen Z terhadap informasi membuat mereka berkarier lebih cepat. Penelitian Mckinsey (2023) terhadap 500 perusahaan besar di Amerika Serikat menunjukkan sepertiga CEO-nya berumur 50 tahun ke bawah. Bahkan beberapa diantaranya berumur kisaran 30 tahun.

Meskipun dianggap kurang berpengalaman, terutama saat menghadapi siklus krisis, kepemimpinan Gen Z di korporasi dianggap berprospek baik lantaran terbiasa dengan ketidakpastian, serta adaptif terhadap corak relasi sosial masa depan yang akan lebih egaliter, dan teamwork. Sangat berbeda dengan corak organisasi era lama yang hirarkis, patron-klien, dan rentang kendali yang bertele-tele.

Orientasi Politik

Pemilu memang bukan segalanya dalam politik. Namun pemilu sangat menentukan warna kehidupan politik. Partisipasi rakyat pada pemilu akan sangat menentukan arah kepemimpinan politik ke depan. KPU telah melansir Data Pemilih Tetap (DPT) 2024. Jumlahnya mencapai 204,8 juta pemilih. Sebanyak 66,8 juta pemilih atau 33,6 persen diantaranya dari generasi milenial, dan 46,8 juta atau 22,85 persen dari Gen Z.

Data ini menggambarkan arah politik kita ke depan sangat ditentukan oleh kaum muda karena mendominasi jumlah pemilih, setara 56,45 persen. Corak pasar politik seperti ini harus menjadi orientasi dari strategi canvasing dari para kandidat, baik pileg maupun pilpres. Berpaling dari dari pandangan mereka dalam memaknai politik, tentu akan ditinggalkan oleh pemilih mayoritas.

Oleh sebab itu menemukenali kaum milenial dan Gen Z terhadap politik menjadi sangat penting. Seperti yang saya utarakan diatas, milenial dan Gen Z membuka jendela hidupnya dari internet. Mereka mendapatkan asupan informasi dari sana. Virtualitas telah menjadi ruang hidupnya.

Bergaul dengan mereka tidak bisa dengan indoktrinasi seperti yang dialami era boomers muda. Mereka lebih suka bergaul secara egaliter, lebih ingin didengar ketimbang diceramahi, suka mendiskusikan perihal yang ringan seperti hobi, dan lifestyle, serta narsis di platform media sosial. Namun mereka juga perhatian terhadap hal-hal penting seperti kemerosotan ekologi, pelayanan publik, dan isu-isu sosial aktual.

Dalam hal berkomunikasi, anak-anak muda ini suka menggunakan bahasa prokem. Paling terlihat di kalangan anak-anak Jakarta Selatan (Jaksel). Prokem in english menjadi trendsetter komunikasi anak-anak muda Jaksel sebagai citra diri maju, gaul, dan intelek.

Meraih hati milenial dan Gen Z jelas menjadi tantangan semua kontestan pemilu. Karakter individual mereka menjadi tantangan besar bagi upaya peningkatan party id. Tantangan tampak di depan mata, terutama PDI Perjuangan untuk menampilkan ideologi dan garis perjuangan partai yang cenderung 'doktriner', menjadi bahasa dialogis yang menjawab masa depan milenial dan Gen Z, dari teks magnum opus menjadi konten komunikasi interaktif ala anak muda.

Pilihan cara Ganjar Pranowo yang inten bermain medsos, interaktif-solutif, namun gayeng, duduk sama rendah, berdiri sama tinggi dengan anak-anak muda di berbagai kesempatan patut terus dieskalasikan. Hendaknya para caleg dari PDI Perjuangan juga menempuh cara yang adaptif dengan gaya komunikasi anak muda.

Saya ingat betul, periode 80-90 an PDI adalah partainya anak muda. Saat itu PDI dapat nomor tiga. Identik dengan salam metal, yang terkonotasi dengan genre musik rock yang sangat digandrungi oleh anak-anak muda masa itu.

Kini PDI Perjuangan juga mendapatkan nomor urut tiga. Namun kita patut merumuskan ulang jiwa muda masa kini agar kembali terasosiasikan dengan PDI Perjuangan dan Ganjar Pranowo. Sudah saatnya kita mengadaptasikan hal itu.

MH Said Abdullah, Ketua DPP PDI Perjuangan

(anl/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads