Konservasi dan Efisiensi Energi dalam Kurikulum Merdeka
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Konservasi dan Efisiensi Energi dalam Kurikulum Merdeka

Senin, 24 Jul 2023 14:26 WIB
Rohmatulloh
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
poster hemat energi.
Ilustrasi: Elmy Tasya Khayrally/detikcom
Jakarta -

Beberapa waktu yang lalu, Indonesia menyelenggarakan APEC Youngsters Forum. Pertemuan bertemakan Raising Awareness on Energy Conservation and Energy Efficiency Among High School Teachers and Students in the Asia-Pacific Region ini memiliki arti penting dan strategis mendukung tujuan konservasi dan efisiensi energi membentuk kesadaran penggunaan energi secara bijak dan memelihara kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Ada empat poin pokok yang dapat direfleksikan berdasarkan riset yang saya lakukan di bidang literasi energi, yang istilahnya lebih populer di kalangan guru dengan sebutan hemat energi.

Tidak Peduli

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kendala yang muncul bagi stakeholder pendidikan khususnya guru dan orangtua, biasanya pada level kurikulum mikro atau praktik pembelajaran di sekolah atau madrasah dan rumah. Seringkali yang terjadi, pembelajaran terjebak hanya memberikan pemahaman konsep energi. Sementara itu, tujuan utamanya menanamkan nilai karakter sikap dan perilaku hemat energi justru terabaikan.

Dari segi lokusnya pun, pembelajaran hemat energi hanya bertumpu di sekolah saja yang menjadi beban guru sepenuhnya. Semestinya, rumah juga diikutsertakan dengan melibatkan orangtua karena menjadi satu kesatuan dalam model pendidikan karakter secara komprehensif.

ADVERTISEMENT

Berdasarkan temuan riset yang dilakukan di berbagai negara, pada umumnya menemukan bahwa pemahaman hemat energi peserta didik meningkat setelah mengikuti pembelajaran. Tetapi secara perilaku keseluruhan tidak ada perubahan. Artinya, dampak pemahaman konsep energi dan bentuk hemat dan boros energi yang mapan belum linear dengan sikap dan perilaku hemat energi anak sekolah.

Walaupun peserta didik memandang energi sebagai masalah yang penting dalam kehidupan, tetapi di sisi lain anak tidak memiliki motivasi belajar mengurangi dampak masalahnya yang lebih luas terhadap kerusakan lingkungan hidup. Satu hal yang mengejutkan juga, anak tidak peduli melakukan penghematan energi dan listrik karena merasa telah membayar biaya pendidikan (tuition fees). Sehingga, berhak menggunakan sumber daya ini secara tidak terbatas di sekolahnya.

Selaras dengan Isu Global

Melihat beberapa fenomena tersebut, tepat sekali jika tema konservasi dan efisiensi energi atau literasi energi dimasukkan ke dalam kurikulum merdeka yang selaras dengan isu pendidikan global. Berdasarkan data, sekitar 300.000 satuan pendidikan menerapkannya secara sukarela dan diharapkan dapat memicu peningkatan mutu pembelajaran.

Sebelum kurikulum merdeka, tema literasi energi sebenarnya sudah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran sains alam dan sosial, dan mata pelajaran tematik-integratif yang melibatkan berbagai mata pelajaran secara interdisipliner atau interaktif. Bahkan tema ini diintegrasikan juga pada kegiatan pembelajaran ekstrakurikuler seperti Pramuka dan budaya sekolah berwawasan lingkungan hidup program adiwiyata dan di tingkat regional dikenal dengan ASEAN Eco School.

Integrasi tema utama literasi energi pada kegiatan intrakurikuler pun dianggap belum cukup. Sehingga dalam kurikulum merdeka, tema utama ini diintegrasikan juga pada kegiatan kokurikuler Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila, misalnya pada tema gaya hidup berkelanjutan dan tema lainnya.

Pembelajaran Perilaku

Guru sebagai pihak yang banyak bersentuhan langsung dengan peserta didik di sekolah memiliki peran penting dalam memberikan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Kenyataannya, pemahaman guru yang tidak mengampu mata pelajaran sains alam terhadap literasi energi justru di bawah peserta didik.

Guru pun mengalami kesulitan memberikan pembelajaran perilaku pembiasaan dan peneladanan kepada peserta didik. Hal yang paling sederhana, misalnya membiasakan dan memberikan contoh menerapkan nilai karakter emat energi mematikan lampu dan mencabut kabel peralatan elektronik dari aliran listrik setelah tidak digunakan atau pembelajaran selesai, serta mematikan keran air jika telah selesai digunakan untuk ibadah.

Walaupun nilai pemborosan pada peralatan yang sengaja dibiarkan posisi mode siaga (standby) terbilang kecil, tetapi jumlah pemborosannya menjadi besar karena sekolah banyak menggunakan peralatan listrik dan elektronik. Namun, lebih penting dari sekadar angka, momentum guru dalam menyampaikan pesan moral kepada peserta didik akhirnya hilang. Padahal pendekatan pembelajaran perilaku harus dibiasakan dan dicontohkan terus menerus walaupun sederhana bentuknya agar menjadi karakter mulia.

Belum lagi jika berbicara pembelajaran berbasis proyek yang durasinya cukup lama. Untuk mencapai pembelajaran yang ideal, mensyaratkan juga kompetensi manajemen proyek dan teknik coaching yang mesti dikuasai guru agar proses efektif dan efisien dalam menanamkan nilai karakter hemat energi pada peserta didik.

Rumah Lebih Berperan

Menanamkan karakter hemat energi tidak semata menjadi tugas guru di sekolah. Dalam pendekatan pendidikan karakter secara komprehensif, rumah semestinya lebih berperan membentuk karakter peserta didik.

Orangtua sebagai pendidik yang sebenarnya bagi anak sejatinya memiliki peran besar pada pembentukan perilaku mulia anak. Namun, lagi-lagi berdasarkan temuan riset saya, orangtua juga belum mampu memberikan contoh dan pembiasaan hemat energi karena keterbatasan pemahamannya.

Oleh karena itu, agar pembelajaran sosial dan kontruktivisme dapat berjalan dengan baik juga di lokus rumah, guru dapat memberikan tugas peran kepada peserta didik sebagai role model dan agensi literasi energi dengan mengkoordinasikannya terlebih dahulu kepada orangtua. Tujuannya agar dapat mempengaruhi anggota keluarga lainnya menghemat energi. Dengan cara ini, pembiasaan dan peneladanan hemat energi dari seluruh anggota keluarga menjadi terbiasa dan terbudaya.

Selanjutnya, sekolah dapat menjadi tempat untuk memperkuat karakter mulia hemat energi yang dibawa peserta didik di rumah. Oleh karena itu, upaya mempromosikan konservasi dan efisiensi energi dalam pendidikan mesti didukung dengan pembelajaran yang menekankan pada pembentukan karakter sikap dan perilaku, serta berkelanjutan di sekolah dan rumah.

Penguatan kompetensi guru dan orangtua sebagai penyampai pesan instruksional dan interaksi moral kepada peserta didik menjadi kunci keberhasilan pembelajaran literasi energi. Karenanya, perlu didukung dengan program peningkatan kompetensinya dari stakeholder pendidikan.

Rohmatulloh widyaiswara BPSDM Energi dan Sumber Daya Mineral, dosen Pascasarjana Universitas Islam An Nur Lampung

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads