Menelisik Terseretnya Dito Ariotedjo
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Menelisik Terseretnya Dito Ariotedjo

Kamis, 20 Jul 2023 15:30 WIB
Muh. Afdal Yanuar
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
afdal
Muh. Afdal Yanuar (Foto: dok. pribadi)
Jakarta -

Muncul gonjang-ganjing terkait dugaan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo yang menerima aliran dana Rp 27 miliar yang terkait dengan kasus korupsi BTS Kemenkominfo. Dugaan kasus korupsi tersebut bermula dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tersangka kasus dugaan kasus korupsi BTS Kemenkominfo, yakni Irwan Hermawan. Dalam BAP Irwan Hermawan, Dito Ariotedjo disebut menerima aliran dana sebesar Rp 27 miliar agar penyelidikan dalam perkara yang menyeret namanya tersebut dapat dihentikan.

Apabila hal tersebut merupakan sebuah kebenaran, pertanyaan yang perlu untuk dituntaskan adalah terkait bolehkah orang yang telah tersandung dengan kasus korupsi dibebaskan/dilepaskan dari segala sangkaan/tuntutan atas dugaan tindak pidana yang dilakukannya tersebut hanya dengan alasan telah mengembalikan uang yang diperolehnya kepada negara.

Perlu untuk dipahami bahwa secara yuridis, terdapat ketentuan Pasal 4 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), yang menyatakan bahwa "Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3." Sehingga, ketika terjadi kerugian negara sebagaimana di dalam Pasal 2 ataupun Pasal 3 UU Tipikor, maka pengembalian kerugian negara tersebut tidak dapat menjadi alasan untuk membuat pelakunya dapat dibebaskan/dilepaskan dari ancaman pidana.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dugaan perbuatan Dito Ariotedjo yang menerima hasil tindak pidana korupsi BTS Kemenkominfo sendiri tidak hanya dapat dilihat sebagai fakta tunggal. Bisa saja perbuatan menerima itu merupakan bagian dari konsekuensi bahwa ia turut memiliki peran dalam melakukan dugaan kejahatan tersebut, misalnya turut serta melakukan (medepleger), atau membantu melakukan (medeplechtigheid).

Untuk terjadinya medepleger, syaratnya wajib terdapatnya fakta berupa volleidg en nauwe samenwerking (kerja sama yang utuh dan erat) dengan perbuatan pidana dari pelaku langsung tindak pidana korupsinya. Adapun untuk medeplechtigheid, terdapat eine handling (sebuah tindakan) berupa pemberian kesempatan atau fasilitas kepada pelaku langsung tindak pidana agar tindak pidana korupsi tersebut bisa terjadi.

ADVERTISEMENT

Selanjutnya, terhadap dugaan perbuatan menerima hasil tindak pidana korupsi. Apabila pada faktanya perbuatan menerima hasil tindak pidana tersebut merupakan bagian dari upaya menyembunyikan atau menyamarkan hasil tindak pidana dari pelaku yang memberikan hasil tindak pidana tersebut, maka terhadap pihak yang menerima hasil tindak pidana tersebut dapat juga dikenakan dengan dugaan tindak pidana pencucian uang.

Tindak pidana pencucian uang sendiri, jika di pandang dari segi faktualitas terjadinya, dikenal juga dengan istilah follow up crime (tindak pidana lanjutan), yang artinya, harus terdapat tindak pidana asal yang menghasilkan harta kekayaan yang keadaannya tersembunyikan atau tersamarkan dulu, baru dapat dimungkinkan terjadinya TPPU.

Selanjutnya, apabila terdapat fakta di mana seseorang yang menerima hasil tindak pidana dari pelaku yang memberikan hasil tindak pidana tersebut merupakan perwujudan dari upaya dari pelaku yang memberikan tersebut untuk menyembunyikan atau menyamarkan hasil tindak pidana, dan ia mengetahui atau patut menduga bahwa yang ia terima tersebut merupakan hasil tindak pidana, maka terhadapnya tetap dapat dimintai pertanggungjawaban sebagai pelaku pencucian uang pasif, sebagaimana diatur dan diancam pidana berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU).

Sedangkan, apabila perbuatan menerima hasil tindak pidana tersebut tidak terkait dengan upaya menyembunyikan/menyamarkan hasil tindak pidana dari pelaku yang memberikan hasil tindak pidana tersebut, maka terhadapnya setidak-tidaknya dapat dikenakan dengan tindak pidana penadahan, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 480 KUH Pidana lama.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang diuraikan di atas, apabila dalam kenyataannya terdapat fakta bahwa Dito Ariotedjo, atau siapapun itu, turut menerima aliran dana yang terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi BTS Kemenkominfo, berapapun jumlahnya, maka harta kekayaan tersebut tetap dikualifikasi sebagai hasil tindak pidana korupsi, dan pengembaliannya kepada negara sama sekali tidak dapat dijadikan sebagai alasan untuk menghapuskan tindak pidana yang telah dilakukan.

Selain itu, apabila dugaan perbuatan Dito Ariotedjo berupa menerima aliran dana hasil korupsi itu juga benar adanya, setidaknya terdapat beberapa kemungkinan dugaan tindak pidana yang dapat dikenakan. Baik itu sebagai pelaku turut serta (medepleger) maupun pembantuan (medeplechtigheid) tindak pidana korupsi, hingga pencucian uang pasif, maupun tindak pidana penadahan.

Muh. Afdal Yanuar, S.H, M.H pemerhati hukum pidana

Simak Video 'Menpora Dito Ngaku Harta Rp 162 M Dari Ortu, Ini Sosok Sang Ayah':

[Gambas:Video 20detik]



(mmu/mmu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads