Hiruk-pikuk menjelang Pemilu 2024 di Indonesia masih diwarnai adu popularitas para calon presiden dan pencarian calon wakil mereka. Rekam jejak mereka masih sesekali diungkit sebagai bahan pertimbangan para calon pemilih. Sejauh ini belum ada gagasan cerdas yang tercetus sebagai bakal calon (balon) program mereka kelak. Padahal, pencetusan gagasan cerdas itu dapat memancing calon pemilih supaya mulai menilai kelayakan para tokoh bangsa untuk menjadi pemimpin Indonesia.
Sembari mengukur popularitas dan mencari calon wakil, baik juga bagi para calon presiden untuk mulai berpikir soal balon program bersama partai atau koalisi pengusung. Gagasan yang menjadi balon program dapat menjadi petunjuk awal terhadap kualitas sekaligus kesungguhan mereka sebagai calon pemimpin yang amanah. Tanpa satu-dua gagasan cerdas yang mulai tercetus, para calon ini tidak akan ada bedanya dari sekumpulan orang yang hanya mengandalkan popularitas.
Salah satu isu yang dapat diangkat menjadi gagasan, lalu menjadi calon program, adalah mengenai keberlanjutan (sustainability). Para calon presiden tentu tidak perlu latah dan terjebak pada pemikiran bahwa keberlanjutan hanya melulu mengenai hal-hal yang dikaitkan kelestarian lingkungan. Benar bahwa isu-isu lingkungan memang layak diutarakan dalam kaitan dengan ekonomi, sosial atau budaya.
Tetapi, kita tetap dapat berpegang pada pemahaman PBB mengenai keberlanjutan: "kemampuan memenuhi kebutuhan masa kini tanpa berkompromi dengan kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan mereka" (Brundlant, 1987 dan Commission on Environment and Development). Dengan kata lain, keberlanjutan bukan hanya soal lingkungan, melainkan seluruh aspek kehidupan manusia bersama makhluk hidup lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Memperhatikan keberlanjutan berarti menyadari keterkaitan antarmanusia serta manusia dengan lingkungannya. Menimbang keberlanjutan berarti juga melihat pentingnya penyusunan dan pelaksanaan program yang tidak hanya berorientasi kekinian, tapi juga ke masa depan.
Oleh karena itu, bertolak dari isu keberlanjutan, para calon pemimpin ini dapat mempromosikan gagasan mereka. Mereka diharapkan tidak hanya terjebak dalam janji-janji klise, seperti upaya penurunan angka kemiskinan dan pengangguran, peningkatan pertumbuhan ekonomi, dan semacamnya. Terkait keberlanjutan dan pertumbuhan ekonomi, beberapa ekonom internasional seperti Dennis L. Meadows (1974), Sharachchandra M. LΓ©lΓ© (1991), dan Joan Martinez Alier (2010) bahkan kurang lebih berkata: "keberlanjutan itu mempertanyakan keabsahan dari pertumbuhan (growth) sebagai suatu tujuan dari masyarakat." (Aminpour et al., 2019)
Selain itu, jika memang mengikuti isu soal keberlanjutan, seharusnya mereka juga tidak mereduksi topik tersebut menjadi sekadar soal bisnis dan teknologi yang ramah lingkungan, atau bahkan dukungan atas pembangunan IKN Nusantara, betapapun rancangannya diklaim mengikuti pertimbangan keberlanjutan. Sekali lagi, keberlanjutan itu bukan hanya soal lingkungan. Jika 17 butir Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDG) dirasa terlalu banyak untuk dipenuhi, setidaknya para calon pemimpin dapat mulai menyinggung beberapa di antaranya.
Sebagai contoh, berkaitan dengan SDG 3, 6, dan 11, akan menarik mendengarkan ide mereka tentang bagaimana perpindahan ibu kota negara ke Nusantara dapat memberi dampak positif bagi peningkatan kualitas kesehatan, terjaganya sumber air bersih dan ketersediaan bahan makanan alami bagi masyarakat Dayak di pedalaman Kalimantan hingga bertahun-tahun mendatang.
Atau, berkaitan dengan SDG 4 dan 5 layak dinanti pendapat mereka mengenai cara menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan menjamin kesetaraan bagi warga laki-laki atau perempuan. Atau, sehubungan dengan SDG 11 dan 16, para calon presiden bisa mencetuskan gagasan spontannya mengenai strategi meningkatkan keterlibatan masyarakat demi menurunkan praktik korupsi di institusi hukum dan pemerintahan. Tentu saja mereka boleh mengeksplorasi topik-topik SDG secara lebih mendalam lagi bersama pengusung atau tim sukses mereka.
Sementara itu, dengan melihat luasnya cakupan pembahasan SDG tersebut, para calon pemilih menjadi dapat menimbang kualitas dari calon pemimpinnya. Kualitas yang dimaksud adalah perhatian dan penguasaan para calon kepala negara terhadap isu-isu yang mendesak untuk ditangani di Indonesia. Selain itu, para calon pemilih juga menggunakan SDG sebagai patokan untuk menilai rekam jejak nyata dari para calon pemimpin.
Semakin menyeluruh cakupan program yang berhasil dijalankan selama menjadi pejabat pemerintahan, semakin layak pula mereka dipilih sebagai pemimpin. Sama halnya jika keberhasilan itu dapat berlangsung dalam jangka panjang, bahkan mendorong penerus mereka di pemerintahan untuk melanjutkan kesuksesan tersebut. Ingat, kita hendak memilih pemimpin yang tidak hanya fokus pada kepentingan diri atau golongan tertentu saja, tapi secara inklusif mengakomodasi semua warga negara.
Kita tidak mau mempunyai pemimpin yang hanya mengandalkan popularitas, tapi hanya mampu melaksanakan program jangka pendek atau bahkan tidak dapat menjalankan programnya sendiri. Kita ingin memiliki pemimpin yang peduli pada keberlanjutan Indonesia sebagai bangsa dan negara, bukan hanya saat mereka menjabat, melainkan juga setelahnya. Oleh karena itu, sepak terjang dan gagasan para calon pemimpin ini di bidang keberlanjutan layaklah untuk dinanti dan dicermati.
Dodo Hinganaday lulusan Magister Management Community Entrepreneurship/Sustainability Universitas Trisakti Jakarta