Baru saja selesai Pekan Nasional Petani dan Nelayan (PENAS) ke XVI, 10 - 15 Juni 2023 di Padang, Sumatera Barat yang diikuti sekitar 30 ribu petani dan nelayan yang hadir dari seluruh Indonesia. Antusiasme petani dan nelayan untuk sharing, ngobrol, dan bertukar pikiran terkait dengan pertanian dan perikanan di wilayahnya masing-masing, termasuk permasalahan dan solusinya juga menjadi pembahasan yang menarik di kalangan peserta. Ini juga membuktikan bahwa sektor pertanian dan perikanan masih menjadi sektor yang besar dan memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia.
Beberapa topik diskusi dari peserta PENAS terkait dengan permasalahan saat ini yang dihadapi petani dan nelayan. Permasalahan perubahan iklim dan dampaknya ke sektor pertanian dan perikanan masih menjadi topik pembahasan yang menarik. Kita tahu bahwa tahun ini Indonesia dilanda El Nino yang merupakan salah satu indikator terjadinya perubahan iklim, dan di beberapa daerah sudah mulai merasakan dampaknya.
Beberapa wilayah sudah mengalami kekeringan dan puso akibat kurangnya suplai air. Kemudian di sektor perikanan, hasil tangkapan nelayan juga terpengaruh, ada penurunan hasil tangkapan. Dari hasil diskusi antarpetani dan nelayan di ajang PENAS tersebut, ada beberapa solusi yang menarik, antara lain perlu suatu informasi yang cepat dan akurat terkait prediksi cuaca sampai level lahan atau desa.
Kemudian, penyuluh harus intensif memberikan informasi terkait dampak perubahan iklim ini, termasuk masukan tanaman atau varietas apa yang harus ditanam menghadapi El Nino. Di sisi nelayan, juga ada beberapa solusi yang menarik; informasi kondisi laut yang cepat dan akurat masih menjadi topik pembahasan solusi yang paling banyak diperbincangkan.
Alih Generasi
Permasalahan kedua yang ramai diperbincangkan terkait dengan proses alih generasi petani yang selama ini terlihat banyak menghadapi kendala. Regenerasi petani, khususnya petani padi yang di lahan. Di mata kaum muda perdesaan, menjadi petani bukanlah pilihan hidup yang menjanjikan. Petani bukan lagi profesi yang menjanjikan, apalagi untuk petani padi sawah.
Walaupun saat ini banyak petani muda dan milenial yang terjun ke dunia pertanian, tetapi mayoritas bergerak di komoditas hortikultura dan buah-buahan serta di sektor hilir, bukan di hulu atau lahan. Akibatnya, wajar jika kemudian banyak kaum muda perdesaan yang eksodus ke kota-kota besar untuk mencari pekerjaan di sektor industri atau jasa yang "lebih terlihat" hasilnya.
Mereka bisa mendapatkan uang secara mingguan atau bulanan, yang tentu ini berbeda dengan petani, yang mendapatkan uang setelah panen dilaksanakan. Suasananya bisa lebih gawat lagi ketika para orangtua yang kini berprofesi petani melarang anak-anak mereka untuk menjadi petani.
Fenomena keengganan pemuda untuk menjadi petani padi tentu tentu menjadi permasalahan serius, karena dengan rata-rata usia petani saat ini yang berusia 40-60 tahun, bagaimana dengan kondisi 10 atau 20 tahun ke depan? Itu sebabnya, PENAS kali ini perlu sungguh-sungguh membahas soal alih generasi petani dari berbagai aspek dan pendekatan.
Beberapa solusi juga sudah mulai mengemuka saat acara berlangsung, antara lain pemanfaatan teknologi di lahan menjadi suatu keharusan kalau ingin anak-anak muda tertarik ke dunia pertanian. Digitalisasi pertanian dan pemanfaatan-pemanfaatan teknologi seperti drone, internet of things (IoT) menjadi sesuatu yang harus ada dan segera diterapkan dan dimasifkan. Korporasi petani dan nelayan juga menjadi salah satu solusi menarik anak-anak muda, yaitu dengan menjadikan petani dan nelayan muda seorang entrepreneur.
Alih Fungsi Lahan
Hal lain yang ramai diperbincangkan dalam PENAS adalah terkait alih fungsi lahan yang sangat cepat di masing-masing wilayah. Saat ini selain kepemilikan lahan yang sempit juga alih fungsi lahan yang massif. Kita tidak bisa memungkiri, dengan pertambahan penduduk tentu akan semakin banyak lahan yang akan dibangun perumahan, atau industri untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Walaupun solusi dari alih fungsi lahan ini sudah ada yaitu Peraturan Pemerintah No. 1/2011 tentang Penetapan Dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, tetapi mungkin belum bisa maksimal penerapannya. Selain dari sisi aturan, kita juga perlu solusi lain yaitu suatu inovasi atau teknologi untuk menjaga ketersediaan pangan. Sebagai contoh, pengembangan varietas-varietas baru yang mempunyai musim tanam yang pendek tetapi dengan produksi yang tinggi serta adaptif terhadap kondisi lingkungan.
Inovasi dan teknologi tidak hanya dibebankan kepada pemerintah saja, tetapi perguruan tinggi, lembaga penelitian, dan industri/swasta juga harus terlibat. Semoga dengan kerja sama triple helix (pemerintah, swasta, industri), tantangan sektor pertanian ke depan bisa teratasi, dan menjadi solusi yang nyata bagi petani dan nelayan di Indonesia. Dan, julukan Indonesia sebagai negara agraris yang swasembada pangan benar-benar terealisasikan. Tindak lanjut PENAS dinantikan untuk mewujudkan hal tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bayu Dwi Apri Nugroho Ketua Dewan Pakar PP Pemuda Tani Indonesia, dosen Fakultas Teknologi Pertanian UGM
(mmu/mmu)