Membingkai Ulang Makna Haji
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Membingkai Ulang Makna Haji

Jumat, 16 Jun 2023 10:00 WIB
Ardan Marua
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Tata cara tawaf dalam ibadah haji.
Ilustrasi: Fuad Hasim/detikcom
Jakarta -

Haji, salah satu ibadah utama dalam agama Islam, menawarkan perjalanan spiritual yang mendalam dan makna bagi umat Muslim di seluruh dunia. Setiap tahun, ribuan umat Muslim dari berbagai negara memulai ziarah ke Tanah Suci Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.

Indonesia menjadi negara dengan jumlah kuota haji terbesar pada tahun ini, 221.000 jemaah telah diberangkatkan. Terdapat jemaah yang baru pertama kali ke sana, ada pula jemaah yang sudah berangkat lebih dari sekali. Haji memang membawa sejarah yang kaya makna sejak zaman Nabi Ibrahim (Abraham) dan putranya, Nabi Ismail (Ismael).

Berdasarkan kepercayaan umat Islam, atas perintah Allah, Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail membangun Ka'bah di Mekkah sebagai tempat ibadah yang disucikan. Dalam perjalanan sejarah, situs suci ini kemudian menjadi tujuan utama bagi umat Islam yang ingin menunaikan kewajiban ibadah haji mereka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di tengah arus globalisasi dunia yang didorong oleh spirit komodifikasi dan konsumerisme, makna haji turut mengalami perubahan yang signifikan. Penelitian berjudul Melawan Citra Sosial dalam Praktik Ritual karya Muhammad Fadli dan Dr. Sugeng Bayu W terungkap bahwa praktik haji telah bergeser dari dimensi etika ke estetika, dari ritual keagamaan ke pertunjukan budaya, dan dari asketisme ukhrawi ke asketisme duniawi.

Selain itu, penelitian tersebut juga menyoroti disparitas perlakuan dan kesempatan antara jemaah haji kelas menengah dan jemaah haji lainnya. Meski ibadah haji merupakan praktik egaliter yang tidak membedakan status sosial, namun ketimpangan aksesibilitas terhadap fasilitas, kenyamanan, dan interaksi dengan ulama dan tokoh agama ternama tetap ada. Disparitas ini mencerminkan kontestasi citra sosial dalam praktik ibadah haji.

ADVERTISEMENT

Kontestasi citra sosial tersebut pada gilirannya juga turut mempengaruhi masyarakat luas. Gaya hidup mewah, eksklusivitas, dan pamer diri di media sosial oleh jemaah haji kelas menengah dapat membentuk persepsi masyarakat umum tentang haji. Potensi komersialisasi dan penyalahgunaan praktik suci ini dapat membuat jelas serta memperburuk ketimpangan sosial dalam komunitas Muslim itu sendiri.

Menanggapi perubahan yang kompleks ini, sangat penting bagi umat Islam untuk merenungkan kembali esensi haji yang sebenarnya. Dalam rangka ini, seorang pemikir dan intelektual Islam terkemuka abad ke-20, Ali Shariati, menawarkan wawasan berharga tentang haji sebagai perjalanan spiritual dan katalisator perubahan sosial.

Transformasi Sosial

Ali Syariati memandang haji tidak hanya sebagai kewajiban formal agama, tetapi sebagai proses yang melibatkan pemahaman yang mendalam tentang ajaran Islam dan transformasi pribadi dan masyarakat. Baginya, haji adalah perjalanan spiritual yang memberikan kesempatan untuk mempererat hubungan dengan Allah, mempererat persaudaraan, dan memperjuangkan keadilan sosial.

Lahir pada 1933 di kota Mashhad, Iran, Syariati dikenal sebagai salah satu tokoh yang memperjuangkan pemikiran revolusioner dalam agama Islam, dan kontribusinya telah memberikan dampak yang signifikan dalam pemahaman spiritual dan sosial umat Muslim.

Ali Syariati tumbuh dalam lingkungan yang penuh dengan semangat keadilan sosial dan gerakan anti-kolonialisme. Ayahnya, yang merupakan seorang ulama, memainkan peran penting dalam membentuk pemikirannya. Ali Syariati melihat haji bukan hanya sebagai ibadah formal yang bermakna sempit, tetapi juga sebagai sebuah proses yang melibatkan pemahaman mendalam terhadap ajaran Islam dan perubahan batiniah individu serta masyarakat secara keseluruhan.

Ali Syariati menekankan pentingnya penghayatan simbol-simbol haji. Ia mengajak umat Muslim untuk memahami makna di balik setiap tindakan yang dilakukan selama haji, seperti mengelilingi Ka'bah, melempar jumrah, dan berziarah ke makam Nabi Muhammad. Dengan memahami simbol-simbol ini secara mendalam, haji dapat menjadi pengalaman spiritual yang memperkaya jiwa dan memperkuat hubungan dengan Tuhan.

Selanjutnya, Syariati menggarisbawahi transformasi sosial yang dapat dicapai melalui praktik ibadah haji. Baginya, haji merupakan kesempatan bagi umat Muslim dari berbagai negara dan latar belakang sosial untuk bertemu, saling berbagi pengalaman, dan memperkuat persatuan umat Islam.

Syariati melihat haji sebagai ajang pertemuan dan dialog antarumat Islam yang dapat menghapuskan perbedaan etnis, ras, dan kelas sosial, serta membangun solidaritas antara sesama Muslim. Melalui interaksi sosial ini, haji dapat menjadi panggung untuk membangun persaudaraan dan memperkuat hubungan di antara umat Muslim.

Selain itu, Syariati percaya bahwa haji dapat menginspirasi gerakan sosial dan perubahan masyarakat. Ia menyadari bahwa agama Islam, dengan nilai-nilai egaliter dan keadilan yang dikandungnya, dapat menjadi sumber motivasi bagi umat Muslim untuk memperjuangkan kebebasan dan keadilan dalam berbagai aspek kehidupan.

Melalui haji, Syariati melihat peluang untuk membangun kesadaran politik dan sosial yang kuat di kalangan umat Muslim, serta memperjuangkan keadilan dalam kehidupan masyarakat di seluruh dunia. Meski demikian, harus pula dicatat bahwa Syariati juga mengkritik aspek politis yang batil dalam praktik haji.

Menurutnya, perjalanan haji harus dibuat bebas dari campur tangan negara atau kekuatan politik yang berusaha memanipulasi tujuan dan pesan dari ibadah tersebut. Ia berpendapat bahwa haji harus tetap murni sebagai pengalaman spiritual yang dipersonifikasikan dalam ibadah yang dilakukan secara tulus dan ikhlas, dan berarti luas.

Dalam pandangannya, aspek politis yang batil haruslah terpisah, dan fokus utama dalam beribadah haji adalah memperdalam pemahaman spiritual dalam rangka menciptakan perubahan diri serta tatanan sosial yang lebih adil dan beradab. Dalam kata-katanya yang menginspirasi, Ali Syariati berkata, "Haji adalah ajang revolusi spiritual di mana manusia mencoba untuk merevolusi diri mereka sendiri dan mengubah dunia mereka."

Dari perkataan tersebut, kita menyadari betapa haji lebih dari sekadar rangkaian ritual formal yang bertujuan untuk meningkatkan status religiusitas dalam ruang sosial yang penuh kebatilan. Haji adalah perjalanan spiritual dan transformasi sosial yang mengajarkan umat Muslim tentang persaudaraan, keadilan, dan hubungan yang lebih dekat dengan rahmat dan rida Allah.

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads