Kolom

ChatGPT untuk Pembelajaran, Kenapa Tidak?

Kurniawan Adi Santoso - detikNews
Senin, 12 Jun 2023 13:30 WIB
Kurniawan Adi Santoso (Foto: dok. pribadi)
Jakarta - Pandemi Covid-19 mempercepat digitalisasi pembelajaran di sekolah. Dan, kini yang lagi ngetren adalah penggunaan ChatGTP yang masih pro-kontra untuk memudahkan guru dalam mengajar. Kita ambil sisi positifnya saja; guru yang bisa memanfaatkan ChatGPT dengan bijak justru akan meningkatkan produktivitasnya dalam mengajar.

Saat ini, semua orang bisa mencoba ChatGPT secara gratis melalui https://chat.openai.com. ChatGPT dikembangkan lembaga riset Open AI yang didirikan Elon Musk. ChatGPT dapat menirukan percakapan nyata, menjelaskan dan mengingat apa yang dikatakan sebelumnya, menguraikan ide saat ditanya dan bahkan meminta maaf bila tidak bisa menjawab.

ChatGTP berbeda dengan Google. Ia tidak hanya menyajikan pilihan informasi sebagaimana search engine, melainkan juga mampu menjawab pertanyaan tanpa merepotkan penggunanya untuk memilah dan memilih informasi. Tidak berlebihan rasanya jika situs ini kemudian dianggap revolusioner dan menuai pelbagai pujian sekaligus kekhawatiran, utamanya dalam dunia akademik.

Dalam pengerjaan tugas sekolah, mungkin ChatGPT dapat menyelesaikannya lebih baik daripada manusia itu sendiri. Beberapa pihak menanggapinya dengan pesimisme. Bagi mereka, mempelajari sesuatu dengan susah payah adalah sebuah kesia-siaan, sementara sekarang ChatGPT dapat melakukannya dengan lebih efektif. Persepsi semacam itu meletakkan ChatGPT sejajar dengan kecerdasan alami manusia. Padahal tidak! Karena ChatGPT merupakan alat yang diciptakan manusia.

Ketimbang merasa pesimistis, memanfaatkan ChatGPT dengan bijak justru akan meningkatkan produktivitas. Belum lama ini ditemukan beberapa artikel pada jurnal ilmiah bereputasi yang terang-terangkan menampilkan ChatGPT sebagai penulisnya. Ia menggunakan ChatGPT untuk membantunya menulis dan mencari sumber informasi yang dibutuhkan, tentu kemudian ia validasi kembali.

Jadi, ChatGPT benar-benar akan optimal apabila digunakan pengguna mampu mengekspresikan gagasannya dengan spesifik. Dengan kata lain, kecerdasan alami merupakan prasyarat untuk menggunakannya.

Mempermudah Guru

Guru-guru bisa menggunakan ChatGPT untuk mempermudah menyusun rencana pembelajaran. Guru bisa mengetikkan perintah di ChatGPT itu, misalnya "buatkan rencana pembelajaran mengenal negara ASEAN untuk siswa kelas 6 SD mapel IPS beserta sumbernya." Jadi, kalimat perintah yang diketikkan harus spesifik dan dituliskan disertai sumbernya agar guru tidak terjebak dalam plagiasi. Nanti ChatGPT akan membantu menampilkan kegiatan-kegiatan pembelajaran dari sisi pengetahuan dan keterampilan. Guru-guru bisa memodifikasinya. Dan menambahkan dengan kegiatan pembelajaran yang bersifat mendidik.

Penggunaan ChatGPT akan mempersingkat pengerjaan pembuatan rencana pembelajaran. Biasanya guru akan berpikir lama untuk merancang pembelajaran. Dengan ChatGPT, guru tak lagi harus lama berpikir dalam merancang rencana pembelajaran. Karena langkah-langkah kegiatan pembelajaran sudah disusun sedemikian rupa oleh ChatGPT. Tinggal guru mengkreasikannya dengan disesuaikan karakter siswanya. Dengan demikian, meski menggunakan ChatGPT tapi tetap dibutuhkan kreativitas, inovasi, dan sentuhan rasa, yakni pendidikan itu sendiri dari guru agar roh mengajar dan mendidik tak hilang di rencana pembelajaran itu.

Guru juga bisa menggunakan ChatGPT untuk menyusun soal, sekaligus kunci jawabannya. Dalam waktu singkat, ChatGPT dapat membantu guru membuat soal untuk materi pelajaran yang diinginkan. Tinggal guru memilah dan memilih soal yang sesuai dengan tingkat capaian belajar siswanya.

Tetapi, soal yang menumbuhkan pemikiran kritis harus didesain sendiri oleh guru. Begini alasannya; penggunaan ChatGPT untuk melakukan pekerjaan akademik yang administratif dan repetitif memang cocok, karena di dalamnya mungkin tidak memerlukan banyak pemikiran yang kritis. Namun untuk pekerjaan yang memerlukan critical thinking dengan intensitas yang tinggi boleh jadi akan menumpulkan kemampuan berpikir kritis. Jadi, guru sebaiknya tak memakai ChatGPT untuk urusan proses pembelajaran yang membawa ke pemikiran kritis.

ChatGPT juga bisa digunakan siswa bersama guru. Anak didik bisa diajak untuk menyusun proposal proyek profil pelajar Pancasila dengan bantuan ChatGPT, misalnya. Meski dengan ChatGPT, anak didik mesti diajarkan cara memilah dan memilih informasi sesuai dengan yang dibutuhkan. Kemampuan untuk memverifikasi sumber yang benar tetap dibutuhkan. Di sinilah dibutuhkan peran penting kehadiran guru dalam menanamkan kejujuran dan daya kritis siswa.

Nilai Kejujuran

Perkembangan teknologi ChatGPT tidak dapat dipungkiri sangat memudahkan tugas guru dan siswa. Namun di sisi lain dapat menimbulkan masalah moral. Siswa dapat dengan mudah menjawab soal esai, cerita, artikel, bahkan kode pemrograman. Guru akan sulit mengenali bahwa jawaban itu adalah berkat bantuan ChatGPT.

Karenanya, penggunaan ChatGPT jangan mengabaikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam pendidikan, yakni nilai kejujuran. Pendidikan sebagai tempat penyemaian nilai-nilai utama jangan justru menjadi ladang tumbuh suburnya perilaku yang bertentangan dengan integritas akademik.

ChatGPT telanjur hadir di tengah-tengah kita, dan ini kenyataan yang tak bisa dihindari, maka sebaiknya kita memandang ChatGPT secara positif saja. Ia telanjur berkembang dengan sangat pesatnya. Untuk itu, saya pikir guru dan siswa tetap mampu menjaga integritas moral dengan menggunakan ChatGPT sesuai konteksnya. Membantu di saat belajar tentu diperbolehkan. Namun tidak pada saat ujian. Intinya, gunakan ChatGPT sesuai konteksnya dan tetap memegang teguh karakter kejujuran di era perkembangan AI ini.

Adanya ChatGPT ini sesungguhnya tantangan guru akan lebih berat lagi. Guru yang tidak kreatif, inovatif, dan adaptif lambat laun peranannya bisa jadi akan tergantikan aplikasi semacam ChatGPT. Bila guru tidak berupaya dengan tiga hal tersebut, niscaya siswa kita akan cenderung memilih berbagai aplikasi berbasis AI yang dirasakan lebih sabar, tidak pemarah, dan menguasai segala hal.

Akhir kata, adopsi teknologi ChatGPT dalam bidang pendidikan akan terus berkembang. Ini suatu keniscayaan teknologi yang tidak bisa dihindari. Maka itu, penerapan ChatGPT dalam pendidikan harus dilakukan dengan bijak dan hati-hati untuk menjamin bahwa hasilnya benar-benar bermanfaat bagi peserta didik dan mengoptimalkan proses belajar mengajar, bukan sebaliknya. Begitu.

Kurniawan Adi Santoso guru SDN Sidorejo Kab. Sidoarjo

Simak juga 'Google Bard Pesaing Chat GPT Bakal Ada Versi Bahasa Indonesia':






(mmu/mmu)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork