Beberapa waktu lalu medsos saya ramai dengan posting-an pendaftaran caleg. Saudara, kerabat, teman sekolah, kawan aktivis, senior menampilkan berbagai pose keceriaan dengan berbagai atribut partai. Ada yang sekadar posting, ada juga yang meminta doa dan dukungan. Saya maklum begitulah euforia kontestansi Pemilu 2024, yang pada 14 Mei 2023 lalu merupakan batas akhir pendaftaran caleg.
Saya menangkap semangat, aura kebahagiaan, dan optimisme mereka yang sedang nyaleg. Saya turut gembira, namun di balik semua itu saya membayangkan euforia tersebut sesungguhnya merupakan permulaan dari perjalanan berat, menguras energi, dan pastinya melelahkan bagi caleg.
Saya yakin, para caleg yang sedang bereuforia pasti paham dan sadar bahwa euforia tersebut akan berlanjut ke tahap yang tak mudah. Untuk memenangkan pertarungan para caleg harus menyusun visi misi, menyiapkan tim, membuat strategi, menyiapkan amunisi, menyiapkan alat sosialisasi, berkampanye, turun langsung ke medan pertempuran dengan satu tujuan merebut hati dan mengumpulkan sebanyak-banyaknya suara.
Di sinilah pertarungan sesungguhnya akan menunjukkan siapa yang layak mendapatkan kursi. Setelah pertarungan dan perebutan kursi selesai, dan KPU sebagai wasit menentukan pemenang, apakah perjalanan para caleg akan selesai? Tidak, menurut saya para caleg akan terus berlanjut pada kesibukan selanjutnya.
Setelah perebutan kursi usai, para caleg akan menghadapi kenyataan. Caleg pemenang 'mendapatkan kursi' akan mengemban tugas sebagai wakil rakyat. Tugas wakil rakyat tentu tak mudah, membutuhkan usaha, kekuatan fisik ,dan mental yang baik. Saat menjabat wakil rakyat bertugas; menjawab berbagai persoalan daerah pemilihan dapil; menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi; menyusun dan membahas Rancangan Undang-Undang; melakukan tugas pengawasan; budgeting, dan tugas-tugas lainnya.
Sedangkan caleg kalah harus bertarung dengan kenyataan; memulihkan mental, menanggung risiko kekalahan, membayar semua biaya politik yang telah dijalani selama nyaleg. Intinya, caleg yang kalah juga harus berjuang untuk kembali ke kehidupan normal.
Jumlah Kursi
Dalam Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Daerah Pemilihan Dapil dan Alokasi Kursi Anggota DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/kota dalam Pemilu 2024. Dalam Pemilu 2024 nanti akan diperebutkan kursi legislatif dari berbagai tingkatan sejumlah 20.462 kursi dari total 2.710 dapil.
Untuk Anggota DPR RI jumlah kursi yang diperebutkan 580 dari 84 dapil, DPRD Provinsi jumlah kursi yang diperebutkan 2.372 kursi dari 301 dapil, sedangkan untuk DPRD Kabupaten/Kota kursi yang diperebutkan 17.510 kursi dari 2.325 Dapil.
Total 20.642 anggota legislatif terpilih inilah nanti yang akan menduduki jabatan sebagai wakil rakyat dari tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan nasional. Jumlah kursi 20.642 ini akan menjadi rebutan caleg seluruh Indonesia.
Variabel
Terkait dengan perebutan kursi Pemilu 2024, masih membekas dalam benak saya saat menjadi tim pemenangan anggota legislatif pada Pemilu 2014 dan 2019. Saya masih ingat betul bahwa untuk memenangkan pertarungan dan meraih kursi tidaklah mudah. Mengapa?
Untuk menjadi pemenang, banyak variabel yang harus dipenuhi seorang caleg. Dari mana asal caleg, apakah dari incumbent atau caleg baru. Dari kekuatan biaya, apakah dari caleg modal cekak atau caleg berduit. Dari dukungan partai, ia caleg rekomendasi partai atau caleg mandiri. Dari asal partai, berasal dari partai lama atau partai baru, partai kecil atau partai besar.
Dari sisi popularitas, ia caleg yang sudah dikenal atau caleg biasa-biasa saja. Dari strategi yang dipakai, apakah memakai strategi yang baik atau hanya asal saja. Dari sisi pemilih, apakah ia dekat atau tidak dengan pemilih. Dari visi-misi, ia caleg yang kaya gagasan atau caleg yang masih coba-coba. Dan, masih banyak variable yang lainnya. Saking banyaknya variabel, menurut saya tak mudah memastikan seorang caleg mendapatkan kursi.
Seorang caleg bisa merebut kursi, jika memiliki variabel pemenangan paling banyak dan mampu meramunya menjadi kekuatan. Akumulasi dari berpengalaman, memiliki amunisi cukup, didukung partai, dikenal/populer, memiliki strategi yang baik, tim yang bagus, isu yang menarik dan menguasai dapil rasanya menjadi variabel caleg untuk menang.
Meskipun tetap saja ada pengecualian, misalnya caleg populer dan disukai pemilih bisa mengalahkan caleg incumbent berpengalaman. Caleg modal cekak bisa mengalahkan yang modal besar karena strategi yang digunakan lebih baik. Caleg yang memiliki isu menarik berhasil menang dari caleg yang terkenal menguasai dapil, tapi minim gagasan. Caleg mandiri yang suaranya melimpah mampu mengalahkan caleg yang didukung partai, dan sebagainya.
Namun pengecualian seperti itu jumlahnya tak banyak, dilihat dari proses seorang caleg mendaftar, bertarung dan memenangkannya. Menurut saya jika dihitung dari effort, waktu dan harga kursi yang harus dibayar sangatlah mahal dan eksklusif. Dan, yang pasti tak semua caleg mampu memenuhi. Akhirnya, meskipun tak mudah, menapaki perjalanan berat, melelahkan, menguras energi, menyita waktu dan butuh banyak biaya, untuk para caleg bertarunglah dengan gembira. Selamat bereuforia!
Ambar Susatyo Tenaga Ahli Anggota DPR RI
Simak juga 'Survei Populi Center: 64,8 % Publik Ingin Coblos Caleg, Bukan Partai':
(mmu/mmu)