Ganti Bonek Jadi Botek!
Catatan:
Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com

Jakarta - Bonek kembali berulah. Tak cuma stadion yang diobrak-abrik, tapi juga mobil para penonton dibakar dan dirusak. Ini peristiwa kesekian yang dilakukan Bonek, dan memalukan warga Kota Buaya. Untuk itu, ancaman tembak di tempat bagi Bonek terasa bukan istimewa. Itu lumrah untuk memaksa agar pelaku jera.Pada sejarah kelahirannya, Bonek bukanlah kejahatan. Bondo Nekad (Bonek) adalah ekspresi 'juang' yang distimulasi semangat kedaerahan sebagai Kota Pahlawan. Agar survive, kreativitas serta kekuatan fisik perlu didayagunakan. Aplikasinya, ngamen atau jadi kuli bangunan sementara waktu di daerah orang sebagai 'konsekuensi' menjadi Bonek.Sebab, dalam konteks ini, Bonek bukan anarkisme. Sikap dan tindakannya adalah patriotis. Mereka saat menjalani 'laku Bonek', maka harus menjalani hidup prihatin. Dalam 'laku' macam itu, Bonek wajib menunjukkan pada pihak lain, bahwa dirinya adalah warga dari sebuah kota yang sangat bersahabat, pekerja keras, dan pantang menyerah. Karena hakekatnya, Bonek adalah pengejawantahan dari peristiwa heroik 10 Nopember di Surabaya.Dalam peristiwa itu, pasukan Inggris yang lengkap persenjataannya ternyata kocar-kacir hanya oleh semangat pantang menyerah arek-arek Suroboyo. Bung Karno yang datang ke Surabaya untuk meredam emosi arek-arek pun tidak digubris. Seluruh komponen Kota Buaya malah menantang Inggris yang datang dengan tentara Gurkha yang disewa. Inggris pun marah. Darat, laut dan udara dibombardir. Namun arek-arek Suroboyo bergeming. Mereka memilih berkalang tanah dibanding harus menyerahkan martabatnya sebagai bangsa. Itu embrio Bonek sejati. Mereka patriotis, jantan, rela mati demi memperjuangkan sesuatu yang luhur dan berbudi.Kalau mau surut ke belakang, sikap keras kepala demi menjaga martabat itu juga sudah diperagakan Kerajaan Surabaya. Saat Sultan Agung memegang tampuk Mataram dan mengepung Surabaya, maka secara heroik Surabaya tidak mau menyerahkan kedaulatan kerajaan. Mereka pantang berlutut pada musuh. Akhirnya dalam sejarah tertulis dengan tinta emas, kerajaan ini hancur bukan karena ditaklukkan, tetapi binasa akibat wabah penyakit dan kelaparan, yang secara dramatis menjadikan kerajaan ini berubah sebagai kuburan massal.Memang, dalam kehidupan kekinian, Bonek sejati tidak terhindarkan dari tindak kekerasan. Namun kekerasan itu bukan datang dari dirinya. Arogansi itu timbul sebagai respons terhadap lingkungan yang tak bersahabat, ketika sedang berkreasi untuk eksis. Artinya, jika ada yang jual maka dia beli. Tetapi yang perlu dicatat, selagi tidak ada yang menghalangi tindakan baiknya untuk bertahan hidup, maka Bonek sejati tidak akan mencari gara-gara. Apalagi sampai melakukan perusakan dan menyakiti pihak lain yang tidak bersalah.Namun tindakan Bonek akhir-akhir ini sudah mengada-ada. Sejak dari rumah mereka menebar permusuhan. Bukan hanya ditujukan pada lawan main Persebaya, tapi juga penduduk Kota Pahlawan sendiri yang notabene adalah pendukung Persebaya. Ulah ngawur itu terlihat dari penjarahan terhadap penjual makanan, menjahili gadis-gadis, melanggar rambu-rambu lalulintas, serta melakukan pemaksaan terhadap pengendara mobil agar menuruti kemauannya.Akibatnya, tidak cuma pendatang yang takut dan merasa terancam, tetapi juga warga Surabaya sendiri. Untuk itu, hari di mana Persebaya berlaga menjadi hari penting untuk diwaspadai. Hari-hari macam itu Kota Pahlawan menjadi berubah. Jalanan sontak sepi, aktivitas bisnis dan sejenisnya berkurang, dan tentu, banyak pihak yang dirugikan. Untuk itu, di tengah masih meronaknya dampak dari tindakan Bonek, maka dirasa perlu adanya pemikiran untuk mengubah nama Bonek menjadi Bondo Otak (Bonot atau Botak), atau mungkin diubah menjadi Botek (Bondo Utek). Artinya, jika Bondo Nekad (Bonek) ditafsirkan sebagai tindakan ngawur dan hooligans, maka diharapkan dengan nama itu Bonek menjadi tampak dewasa dan rasional. Mereka bertindak pakai otak. Tidak ngawur dan brutal, tetapi terpuji karena elegan. Sportif dan ksatria!Keterangan Penulis:Djoko Su'ud Sukahar, pemerhati budaya, tinggal di Jakarta. Alamat e-mail jok5000@yahoo.com.
(Djoko Su\'ud Sukahar/Moehammad Samoedera Harapan)