Mencari Solusi Utang BUMN Karya
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Mencari Solusi Utang BUMN Karya

Senin, 29 Mei 2023 14:26 WIB
Abdullah Sammy
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Asyik, Tol Cinere-Serpong Bakal Terkoneksi Tahun Ini
Hampir semua BUMN Karya terlibat aktif dalam pembangunan infrastruktur yang sangat masif (Foto ilustrasi: Grandyos Zafna)
Jakarta -

Utang BUMN Karya menjadi isu yang kerap dikipas di ruang publik. Ini menyusul terjadinya peningkatan utang BUMN pada Semester I - 2023. Utang empat BUMN Karya mencapai Rp 223,7 triliun. Angka ini naik 3 persen jika dibandingkan posisi utang pada Desember 2022 yang mencapai Rp 215,5 miliar.

Spekulasi berkembang terkait utang BUMN Karya ini. Sudut pandang politis menyoroti BUMN karya yang salah urus. Namun menyoroti satu fenomena dengan hanya satu sudut pandang tak ubahnya sindrom orang buta dan gajah. Orang buta yang memegang ekor akan mendeskripsikan gajah berbentuk panjang layaknya ular. Sebaliknya orang buta akan menilai gajah seperti pedang ketika memegang gadingnya. Begitupun yang lain.

Menilai satu fenomena yang kompleks dari satu perspektif akan membuat sindrom orang buta dan gajah menjadi sempurna. Fakta yang terpenggal-penggal akan menghasilkan disinformasi. Kisah gajah dan orang buta memberi pesan moral bahwa berpatokan pada perspektif sempit tak akan menghasilkan jawaban, melainkan sekadar perdebatan. Sebaliknya, berpikir dengan perspektif luas akan memberi gambaran utuh mengenai jawaban dari isu atau persoalan.

Meminjam istilah Pariser dalam Dostilio dan Welch (2019), "To be a good citizen, it's important to be able to put yourself in other people's shoes and see the big picture." Intinya, kita mesti menempatkan diri pada segala sisi agar bisa melihat gambar besar (big picture) dari sebuah persoalan.

Metafora dari kisah orang buta dan gajah tersebut rasanya tepat pula ditempatkan dalam konteks utang BUMN yang ramai diperbincangkan. Ini bukan sekadar buah dari satu kasus hukum, melainkan persoalan multidimensi yang butuh multisolusi pula.

Dimensi utama adalah dimensi yang terkait tugas utama BUMN Karya itu sendiri. Sebab hampir semua BUMN Karya terlibat aktif dalam pembangunan infrastruktur yang sangat masif. Utang BUMN Karya umumnya terkait proyek infrastruktur yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Tak sedikit pula BUMN Karya terlibat dalam mengambilalih proyek infrastruktur mangkrak yang dikerjakan oleh swasta.

Keuntungan dari proyek infrastruktur ini tidak terjadi dalam jangka waktu singkat. Sebaliknya proyek infrastruktur terkadang tak visible secara ekonomi mikro, melainkan makro. Sebab infrastruktur publik, utamanya di wilayah pelosok, menghasilkan keuntungan multiplier yang lebih dirasakan oleh industri secara umum.

Masalah kedua adalah arus kas yang negatif seiring dengan hantaman pandemi Covid-19. Aset jalan tol yang selama ini memberi pemasukan positif pada kas nyaris luluh lantak sepanjang Covid. Akibat mobilitas masyarakat yang terbatas, praktis pemasukan dari jalan tol berkurang dalam tempo tiga tahun terakhir.

Meski pemasukan minus, pengeluaran BUMN Karya tetap besar. Sebab proyek infrastruktur tidak boleh berhenti begitu saja di tengah pandemi. Berhenti maka kerugian semakin besar akan terjadi. Oleh karenanya pembangunan sejumlah infrastruktur terus berlangsung di tengah pandemi sekalipun arus kasnya tidak mendukung. Pada akhirnya utang perusahaan meningkat guna menutupi arus kas yang negatif itu.

Situasi masih ditambah pelik dengan dimensi culture yang mana masih ada oknum yang tetap memanfaatkan celah mengambil keuntungan pribadi. Kombinasi persoalan itulah yang membuat banyak BUMN Karya kini dilanda beban yang tidak mudah.

Di tengah situasi finansial yang tertekan ini, perusahaan dituntut memiliki strategi jalan keluar (exit strategy) yang baik. DePamphilis (2007) menyebut sejumlah alternatif jalan keluar yang dapat diambil perusahaan yang mengalami persoalan finansial (financial distress). Opsi itu di antaranya adalah dengan spin off, split off, carve out, tracking stock, divestasi, hingga menempuh opsi kepailitan (bankruptcy).

Selama ini BUMN Karya kerap menggunakan strategi divestasi aset untuk menyeimbangkan kas perusahaan. Ini seperti yang dilakukan Waskita yang mendivestasi sahamnya di sejumlah aset tol. Langkah ini akan terus dilakukan Waskita sampai 2025. Memang, melakukan divestasi di tengah pandemi hal yang sulit dilakukan. Namun seiring membaiknya perekonomian pada 2023 ini, langkah divestasi aset tol bisa menjadi solusi jangka pendek untuk BUMN Karya.

Sayangnya solusi ini juga kerap dijadikan komoditas politik oleh pihak-pihak tertentu. Padahal secara hitungan ekonomi, divestasi saham pada aset tol adalah langkah paling rasional untuk menghasilkan neraca yang seimbang tanpa membebani anggaran pemerintah. Selain divestasi, Penanaman Modal Negara (PMN) juga bisa menjadi alternatif jangka pendek. Tapi lagi-lagi alternatif ini juga kerap digoreng secara politis.

Selain solusi jangka pendek, ada pula solusi jangka menengah dan panjang yakni dengan restrukturisasi BUMN Karya. Kementerian BUMN di bawah Erick Thohir tengah mengkaji bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk mengkonsolidasikan sejumlah BUMN Karya.

Langkah merger BUMN Karya ini adalah gebrakan strategi yang patut didukung penuh. Ini adalah langkah penting untuk tak sekadar menyelamatkan perusahaan, tapi membuatnya semakin kuat. Ini layaknya kesuksesan BUMN mengkonsolidasikan sejumlah bank syariah dengan menghadirkan BSI. Atau konsolidasi aset rumah sakit BUMN yang kini menjadi Indonesia Health Corporation (IHC).

Prinsip Kementerian BUMN untuk mengkonsolidasikan BUMN Karya tentu akan memperkuat fokus sekaligus pengawasan. Memang, dalam bisnis ada istilah don't put your egg in one basket (jangan menaruh telur di satu keranjang yang sama). Sebab jika keranjang jatuh, tak ada lagi telur yang tersisa. Tapi menaruh telur di begitu banyak keranjang juga berpotensi membuat fokus untuk menjaganya sangat lemah. Akibatnya telur rawan dicuri dan dikorupsi.

Analogi telur agaknya cocok dengan konsolidasi BUMN Karya. Namun merger juga memiliki sejumlah faktor kendala. Faktor yang paling sering menghambat kesuksesan merger adalah kegagalan membangun sinergi antarperusahaan yang melebur. Kerap masih ada ego sektoral yang membelenggu perusahaan.

Motif dan tujuan BUMN Karya yang akan direstrukturisasi ini perlu sejak awal perlu dikonsolidasikan secara menyeluruh. Konsolidasi internal sangat penting agar proses restrukturisasi berjalan efektif demi satu motif dan tujuan. Jangan justru sejumlah BUMN Karya yang disatukan malah ibarat "tidur di ranjang yang sama, tapi memiliki dua mimpi yang berbeda."

Abdullah Sammy CEO Rikreatif dan Strategi Manajemen dari Universitas Indonesia

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads