Bahasa Pembangunan Desa
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Bahasa Pembangunan Desa

Jumat, 26 Mei 2023 14:59 WIB
A Halim Iskandar
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar
Mendes PDTT, Abdul Halim Iskandar (Dok. Kemendes PDTT)
Jakarta -

Kesuksesan pembangunan tidak hanya ditentukan perencanaan dan pelaksanaan kebijakan yang baik. Terkadang, peran bahasa juga signifikan. Bahasa, komponen kebudayaan yang intangible itu, ternyata memegang peran yang tidak dapat diremehkan dalam pembangunan. Meminjam istilah Taufik Abdullah (1996), kuasa bahasa bisa menjadi "mantra" pemerintah dalam pembangunan.

Hal itu tidak berlebihan. Secara praksis keberhasilan pembangunan tidak mungkin bisa dipahami dengan baik oleh masyarakat jika tidak dibahasakan dengan baik pula. Untuk itu saya sadar betul bahwa kinerja pembangunan desa di kementerian harus ditopang oleh konstruksi bahasa yang positif, solutif sekaligus integratif.

Begitu kuatnya integrasi bahasa dalam kehidupan manusia, sampai-sampai filsuf besar asal Jerman, Martin Heidegger menyatakan, bahasa adalah "penjara" paling hakiki bagi manusia. Tidak ada celah bagi manusia bisa keluar darinya (Hardiman, 2004). Artinya sejak lahir hingga meninggal dunia, manusia hanya bisa eksis (mengada) melalui bahasa. Secara retoris, Dee Lestari dalam novel Supernova menulis, "bagaimana cara mengkritisi bahasa tanpa (melalui) bahasa?".

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pertanyaannya, bagaimana contoh nyata peran bahasa untuk menopang pembangunan desa?

Percaya Desa, Desa Bisa

Salah satu contohnya adalah pembuatan slogan baru pembangunan desa. Yakni "Percaya Desa, Desa Bisa." Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) slogan merupakan tuturan, perkataan, atau kalimat pendek yang menarik atau mencolok dan mudah diingat untuk memberi tahu atau menjelaskan tujuan tertentu. Sejalan dengan itu, Imam Suyitno (2005), mengutip pendapat Brown dan Yule (1985), menganggap slogan bukan sekedar bahasa persuasif yang berisi himbauan, melainkan salah satu bentuk wacana (discourse), lebih tepatnya wacana slogan.

ADVERTISEMENT

Dalam wacana slogan ada intensi dari si pembuat slogan untuk menjelaskan tujuan/makna sebuah ideologi (cara pandang/kerangka berpikir) dari suatu pihak tertentu.

Tujuan yang disasar Kementerian Desa, PDTT RI dari slogan itu adalah bangkitnya kepercayaan diri desa atas potensi yang dimilikinya. Melalui masifikasi slogan tersebut saya berharap ada transformasi posisi desa dalam desain pembangunan nasional. Dari awalnya desa dianggap sebagai objek harus bergeser menjadi subjek.

Mengutip idiom khas pesantren, desa harus percaya diri sebagai fa'il, tidak melulu dianggap menjadi maf'ul. Dengan kata lain, meminjam pemikiran post-kolonialisme ala Gayatri Spivak (1983), desa harus bisa berdiri sebagai "subaltern" yang dapat berbicara (berdaulat atas dirinya sendiri).

Paradigma kemandirian desa punya urgensi tinggi untuk diketengahkan karena desa sudah sangat lama diposisikan sebagai unit pemerintahan terkecil dengan perhatian terkecil pula. Nyaris tidak ada atensi khusus terhadap desa dalam desain pembangunan nasional. Baru, sejak UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa diterbitkan, posisi desa (setidaknya dalam aspek legal-formal) mulai menguat. Sebagai subjek pembangunan, desa menjadi mandatory khusus Undang-undang yang harus ditaati oleh para pihak pembuat kebijakan. Namun, hadirnya landasan hukum tentang pengarusutamaan desa tidak lantas menjadikan (orientasi) pembangunan desa berubah dengan sendirinya.

Karena sudah sekian lama terbiasa di pinggir(k)an, desa merasa minder ketika diberi ruang akselerasi oleh UU No. 6/2014. Butuh waktu, kesabaran, ketekunan dan kegigihan untuk meyakinkan kepada segenap desa-desa di Nusantara bahwa mereka adalah entitas unik yang punya posisi sangat strategis dalam derap langkah pembangunan Indonesia. Meminjam judul buku Emha Ainun Nadjib (Cak Nun), Indonesia Bagian dari Desa Saya (1992), secara historis-kultural desa lebih eksistensial dibanding negara (baca: pemerintah). Artinya Cak Nun beranggarapan, desa-lah yang melahirkan Indonesia, bukan sebaliknya. Banyak desa yang sudah eksis jauh sebelum republik ini berdiri. Karena itu sudah seharusnya desa-desa yang menopang (pembangunan) Indonesia. Bukan sebaliknya.

Keyakinan Cak Nun setali tiga uang dengan prinsip Bung Hatta: jika ingin melihat Indonesia maju jangan mengandalkan sinar obor Jakarta, tapi biarkan lilin-lilin desa sebagai pemandunya. Slogan "Percaya Desa, Desa Bisa" hadir dengan intensi tersebut. Dalam slogan tersebut terkandung makna kita harus percaya pada desa. Bahwa desa bisa mengelola rumah tangganya sendiri, mengelola Dana Desa yang diamanahkan Undang-undang. Kita juga harus yakin bahwa desa bisa mendata dirinya sendiri, merencanakan pembangunan, melaksanakan dan mengevalusi pembangunan di desanya masing-masing. Kalaupun masih ada kekurangan di sana-sini, itu biasa dalam proses transformasi. Apalagi transformasi kultural yang biasanya perubahannya bersifat gradual, evolutif.

Menjemput Kemandirian Desa

Kini, bahasa (slogan) pembangunan desa itu mulai menunjukkan hasilnya. Per tahun 2022, jumlah desa maju bertambah dari 3.608 desa menjadi 20.249 desa. Desa berkembang juga meningkat dari 22.882 desa menjadi 33.902. Sedangkan desa tertinggal terus berkurang dari 33.592 desa menjadi 9.584 desa dan desa sangat tertinggal berkurang drastis dari 13.453 desa menjadi 4.982 desa.

Ketika pandemi Covid-19 meremukkan segenap dimensi kehidupan masyarakat, desa membuktikan diri sebagai entitas dengan resiliensi tinggi. Buktinya dalam periode 2020-2022 kemiskinan di kota meningkat dari 6,69 persen menjadi 7,5 persen, kemiskinan di desa justru turun 0,32 persen.

Semoga di masa depan bahasa kebangkitan desa melalui (wacana) slogan baru pembangunan desa berjalan kian progresif. Desa-desa lebih percaya diri dan support pemerintah lebih mantap lagi menuju kemandirian desa di seluruh Nusantara.

A Halim Iskandar adalah Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia

(dnu/dnu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads