Akhirnya Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencabut status pandemi Covid-19 Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) per 5 Mei 2023, setelah lebih dari tiga tahun dunia didera pandemi. Kondisi pandemi memang terus menebar teror kesehatan manusia dan menggerus sendi-sendi dasar hampir semua negara di dunia.
Sebagai penyakit paling mematikan dan menular di abad modern terutama dari sisi kecepatan transmisi dan penyebaran kasus yang sangat cepat dan bersifat menular, dampak pandemi Covid-19 tak main-main. Bukan hanya sektor kesehatan (angka kesakitan dan kematian) namun juga sosial, ekonomi, dan memaksa mengubah tatanan kehidupan masyarakat.
Pandemi dan penyebaran Covid-19) telah dinyatakan oleh WHO sebagai Global Pandemic sejak 11 Maret 2020, dan ditetapkan sebagai status kedaruratan kesehatan masyarakat berdasarkan oleh Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Kini situasi dan kondisi kasus secara global relatif terkendali sehingga WHO memutuskan mencabut status pandemi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun WHO tetap mengingatkan bahwa pencabutan status darurat Covid-19 bukan berarti dunia ini bebas dari virus corona sepenuhnya. Virus corona tetap dapat menginfeksi kapan saja, seperti halnya HIV yang tetap ada hingga saat ini. Namun, pencabutan secara resmi status Covid-19 sebagai "darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional" oleh WHO adalah momen penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia.
Hingga saat ini setidaknya tercatat ada 765.222.932 kasus Covid-19 yang telah dikonfirmasi secara global, termasuk 6.921.614 kematian, yang dilaporkan ke WHO per 3 Mei 2023. Jumlah kasus di Indonesia pada waktu yang sama tercatat, 6.779.631 kasus terkonfirmasi, 6.602.572 dinyatakan sembuh dan 161.352 meninggal.
Semenjak dinyatakan pandemi, berbagai kebijakan pemerintah terus dilakukan untuk menekan laju penularan yakni antara lain kebijakan penerapan sejak Juli 2021 dengan segala varian. PPKM level 1, 2, 3 dan 4 di mana masing-masing memiliki indikator. Termasuk sebelumnya istilah PSPB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) April 2020 fase awal pandemi, dan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat pada 3 Juli 202 yang berlangsung selama tiga minggu hingga gencar mengoptimalkan Posko Penanganan Corona Virus Disease 2019 sampai ke tingkat desa dan kelurahan sebagai upaya pengendalian penyebaran Covid-19 saat itu.
Selain itu berbagai langkah atau skenario pengendalian juga diiringi dengan strategi lain seperti penerapan protokol kesehatan, akselerasi vaksinasi booster hingga testing dan tracing termasuk tata laksana medis di layanan kesehatan dari sisi hilir. Kesemuanya tidak ada tujuan lain yakni menekan dan mengendalikan kasus agar tidak meluas.
Mampu Mengendalikan
Indonesia merupakan salah satu negara yang dianggap mampu mengendalikan kasus Covid-19 meski pemerintah harus mengeluarkan kebijakan emergensi termasuk pemulihan ekonomi yang terkontraksi secara tajam. Kebijakan recofusing dan realokasi anggaran sempat dilakukan baik di APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota se-Indonesia.
Dampak sosial ekonomi sangat memukul sendi-sendi dan tatanan masyarakat. Maraknya PHK, penutupan usaha dan industri, ancaman resesi global serta fenomena pelarangan mudik lebaran selama dua tahun merupakan sederet pengalaman pahit akibat dampak pandemi Covid-19. Setidaknya sudah ribuan triliun digelontorkan pemerintah baik di sektor kesehatan, pemulihan ekonomi hingga upaya penanggulangan dampak sosial di masyarakat.
Momentum pandemi Covid-19 seakan telah menguliti berbagai produk kebijakan pembangunan kesehatan yang selama ini tengah berjalan. Mulai dari upaya penerapan protokol kesehatan skala luas, adekuasi dan tata laksana layanan kesehatan di rumah sakit, mekanisme pembiayaan dan anggaran kesehatan, hingga perlakuan ketat jenazah pasien akibat Covid-19.
Salah satu yang dapat digambarkan pada tingkat pemahaman masyarakat secara sederhana tentang menjaga kebersihan mulai dari diri sendiri, keluarga saudara tetangga hingga level nasional. Mencuci tangan misalnya, hampir semua pernah diajari sejak dini bagaimana pentingnya pembiasaan cuci tangan dengan benar yang kesemuanya bermuara pada aspek pemberdayaan masyarakat yang ujungnya melahirkan masyarakat yang sadar dan paham atas derajat kesehatan sendiri dan komunal yang berorientasi konsep paradigm sehat, satunya ditandai dengan upaya promotif dan preventif menjadi lokomotif dalam upaya penyelenggaraan sistem kesehatan.
Skenario Endemi
Secara sederhana, endemi adalah wabah penyakit yang secara konsisten ada, tetapi terbatas pada wilayah tertentu sehingga penyebaran penyakit dapat dikendalikan dan tingkat penularan dapat diprediksi sehingga perubahan kondisi ke endemi tidak terjadi secara tiba-tiba. Pada dasarnya kondisi atau status endemi diperoleh jika suatu penyakit dinyatakan berada di fase endemi apabila infeksi harian nasional bisa ditekan hingga di bawah 1.000 kasus baru.
Selain itu bahwa situasi endemi bukanlah situasi di mana penyakit sudah tidak ada di sekitar masyarakat, namun masih tetap ada yang terkena atau terpapar, tapi langsung diisolasi dan tidak menularkan masyarakat lain, seperti kasus penyakit demam berdarah, tuberkulosis, kusta, malaria, dan hepatitis. Dengan kata lain, kondisi suatu penyakit mampu dikendalikan sehingga pada dasarnya berbicara pandemi menuju endemi, perubahannya cuma situasi di mana angka kasus bisa diredam di titik tertentu, sehingga mengalami penyakit tidak lagi terjadi lonjakan kasus secara drastis.
Namun sekali lagi kewaspadaan harus terus dikedepankan karena bagaimanapun juga sekecil apapun penyakit memiliki dampak merugikan bagi kesehatan dan meningkatkan risiko angka kesakitan masyarakat.
(mmu/mmu)