"Emerging Issue" Kontaminan Mie Instan
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

"Emerging Issue" Kontaminan Mie Instan

Selasa, 16 Mei 2023 14:30 WIB
Sunardi
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
mie instan
Foto ilustrasi: Getty Images/iStockphoto/whitewish
Jakarta -

Selama berhari-hari, berita utama beberapa media digital terkemuka di Indonesia dipenuhi kembali dengan perkara penarikan produk (product recall) sebuah varian rasa ayam bawang dari merek mie instan legendaris asal Indonesia, Indomie, di beberapa negara pengimpor seperti Taiwan dan Malaysia. Musababnya, ditemukan kandungan kontaminan atau cemaran bahan berbahaya Etilen Oksida (EtO) dengan kadar melebihi ambang batas yang berlaku di negara-negara tersebut.

EtO adalah suatu senyawa yang bersifat mutagenik dan genotoksik, sebuah kemampuan yang mengerikan untuk memutasi urutan DNA serta merusak struktur kimia DNA sehingga menyebabkan kerusakan atau penyakit tertentu pada organisme hidup termasuk manusia.

EtO sesungguhnya merupakan gas beracun tidak berwarna, bersifat reaktif, dan mudah terbakar. Lazimnya EtO digunakan sebagai bahan baku di industri, seperti untuk sintesis etilen glikol, sterilisasi alat medis, serta pestisida. Paparan dari senyawa tersebut sangat berbahaya bagi manusia. Berdasarkan International Agency for Research on Cancer (2012), EtO masuk dalam klasifikasi sebagai Grup 1 yang bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) pada manusia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Persoalan muncul ketika produk dengan merek dan varian yang sama juga dipasarkan dan beredar sangat luas di Indonesia. Bahkan sejak puluhan tahun yang lalu. Tentu khalayak ramai dan konsumen di Indonesia berhak merasa was-was. Apakah mereka aman bila mengonsumsi produk tersebut?

Sejatinya peristiwa di atas bukanlah kejadian yang pertama. Masih melekat di benak kita, pada 2022 yang lalu, setidaknya dua kali terjadi kasus penarikan produk dengan sebab yang serupa. Ada produk mie instan merek Mie Sedaap asal Indonesia yang ditarik dari peredaran di Hong Kong, Singapura, dan Malaysia. Kemudian produk es krim premium merek HΓ€agen-Dazs asal Prancis yang ditarik dari peredaran di seluruh wilayah Indonesia.

"Emerging Issue" Cemaran Pangan

ADVERTISEMENT

Temuan residu EtO dalam pangan merupakan isu yang relatif masih baru (emerging issue), yakni sejak 2020. Pada saat itu residu EtO ditemukan pada biji wijen asal India dengan kadar yang sangat tinggi, sehingga sangat menarik perhatian dunia, dan menjadi topik utama dalam industri makanan. Biji wijen merupakan bahan baku umum untuk banyak jenis makanan.

Sejumlah negara lalu melakukan tindakan pengetatan terkait kandungan residu EtO pada pangan. Kini, temuan residu EtO dan turunannya semakin meluas, contohnya bahan tambahan pangan (BTP), rempah-rempah, ataupun pangan olahan seperti mi instan ataupun es krim. Data EURASFF (2020 - 2022) menyebutkan bahwa notifikasi tertinggi terkait EtO ditemukan pada berbagai komoditas seperti kacang-kacangan, produk kacang-kacangan, biji-bijian, diikuti camilan serta saus.

Sayangnya, Codex Alimentarius Commision, sebagai organisasi internasional di bawah WHO/FAO, hingga saat ini belum mengatur batas maksimal residu etilen oksida sehingga terjadi perbedaan pengaturan di setiap negara. Hal inilah yang kadang menjadi salah satu biang kegaduhan dan kebingungan masyarakat konsumen pangan.

Taiwan dan Hong Kong termasuk negara yang tidak memperbolehkan EtO pada pangan, sehingga kandungan EtO sama sekali tidak boleh terdeteksi dalam produk pangan. Di Singapura, batas maksimal residu EtO hanya diatur pada rempah-rempah yakni sebasar 50 miligram per kilogram (ppm), akibatnya produk lain yang mengandung residu EtO tidak diizinkan untuk dijual.

Di Eropa, residu EtO dibatasi pada limit kuantifikasi maksimal 0,1 ppm. Namun, hal tersebut tergantung dari matriks pangannya. Sebagai contoh, pada jeruk, batas maksimal residu (BMR) EtO yakni 0,02 ppm. Sementara di Kanada dan Amerika, batas residu EtO yang diatur maksimal 7 ppm. Khusus di Kanada, karena BMR untuk pangan olahan belum diatur, batasannya sebesar 0,1 ppm.

Narasi Normatif vs Kegaduhan

Pernyataan yang dirilis pihak produsen terkadang justru membuat masyarakat konsumen semakin gaduh. Pernyataan yang disampaikan, seperti biasanya, narasinya cenderung terlalu normatif dan subjektif. Hanya sekadar menyampaikan tentang apa dan bagaimana sesuatu seharusnya dilakukan dan terjadi. Bukan menjelaskan fakta-fakta objektif yang ada dan mengapa hal tersebut terjadi.

Pernyataan bahwa produsen selalu berupaya memberikan yang terbaik bagi konsumen. Produsen juga mengklaim seluruh lini proses dan produksi, produsen telah memastikan tidak ada penggunaan EtO dan telah memenuhi standar keamanan pangan sehingga aman untuk dikonsumsi. Dinyatakan juga bahwa produk yang beredar di Indonesia memenuhi persyaratan yang ada, serta seluruh produk mie instan yang diproduksi di Indonesia telah sesuai standar keamanan pangan dari Codex Standard for Instant Noodles dan standar BPOM.

Hampir semua pernyataan-pernyataan tersebut tidak menjelaskan fakta mengapa produk mereka harus ditarik di Taiwan dan Malaysia sebagai negara tujuan ekspor. Emerging issue tentang cemaran EtO memang berubah demikian cepat, sehingga terkadang industri pengekspor mi instan kewalahan mengantisipasi perubahan tersebut dengan cara memenuhi seluruh persyaratan batas kadar cemaran yang berlaku di semua negara tujuan ekspor, dibuktikan dengan terjadinya penarikan produk.

Belum lagi ketergantungan bahan baku rempah-rempah berasal dari negara-negara yang masih mengijinkan penggunaan EtO sebagai pestisida. Kondisi bisa diperparah dengan analisis EtO yang harus dilakukan di laboratorium yang terakreditasi yang umumnya memberikan ToT (Total Around Time) yang cukup lama.

"Vote with your fork"

Kesigapan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia untuk meredam isu cemaran EtO diwujudkan dengan mengatur batas maksimal residu EtO dan 2-CE melalui Keputusan Kepala BPOM Nomor 229 Tahun 2022 tentang Pedoman Mitigasi Risiko Kesehatan Senyawa Etilen Oksida. BMR EtO sebesar 0,1 ppm dalam pangan olahan dan BMR untuk 2-CE sebesar 85 ppm. BPOM memastikan bahwa penarikan produk mi instan di Taiwan dan Malaysia disebabkan perbedaan standar BMR EtO dengan Indonesia.

Namun demikian, sebagai masyarakat konsumen yang semakin cerdas, kita bisa menampakkan kekuatan kolektif kita dengan gerakan "vote with your fork", yaitu setiap kali kita memilih atau membeli makanan, maka sesungguhnya kita sedang memberikan suara atau mengungkapkan pendapat tentang apa yang kita inginkan dan bagaimana kita ingin makanan diproduksi. Kita sanggup menentukan nasib kita sendiri dengan memilih makanan yang lebih sehat.

Atau, setidaknya kita bisa mengurangi risiko kontaminan EtO dengan menyadari bahwa konsumsi mie instan berlebihan akan membuat "efek racun"-nya akan bekerja lebih cepat. Ingat kaidah "the dose makes the poison".

Sunardi Siswodiharjo peminat kajian nutrisi dan kesehatan, tinggal di Malang

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads