Lelaku Hidup Sedulur Sikep
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Perjalanan

Lelaku Hidup Sedulur Sikep

Sabtu, 06 Mei 2023 11:30 WIB
Ambar Susatyo Murti
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Pramugi Prawiro Wijoyo, Kepala Suku Samin Sedulur Sikep Sambong Rejo, Blora
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Sedulur Sikep Indonesia Pramugi Prawiro Wijoyo (Mbah Pram). Foto: Sudrajat / detikcom
Jakarta -

Mudik Lebaran 1444 H lalu saya pulang kampung ke Blora. Setelah rutinitas lebaran saya tunaikan, sungkem ke orang tua, bertandang ke sanak saudara, kerabat, dan para sesepuh, saya melanjutkan misi khusus, sowan ke Ketua Paguyuban Kerukunan Sedulur Sikep dan sekaligus Ketua Dewan Pimpinan Pusat Sedulur Sikep Indonesia Pramugi Prawiro Wijoyo (Mbah Pram), yang beralamat di Dukuh Blimbing, Desa Sambongrejo, Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.

Saya terkesan saat memasuki perkampungan komunitas sedulur sikep di Sambongrejo, lingkungan yang dihuni sekitar 560 KK ini sangat rapi penataannya dan bersih. Tidak ada sampah berserakan, rumah-rumah tertata rapi, jalanan berbalok beton conblock, dan cat beraneka warna menambah indah panorama.

Sebelum masuk gerbang, saya melihat beberapa tulisan terpampang. Di antaranya; Tujuan lelaku 'Demen, Becik, Rukun, Seger, Waras'. Larangan lelaku ojo 'Jrengki, Srei, Panasten, Dahpen, Kemeren', dan Patokan lelaku 'Ucap, Pertikel, Kelakuan'. Meskipun tak asing dan pernah membaca dari berbagai literatur, saya tetap penasaran ingin mendengar langsung dari Mbah Pram maksud sesungguhnya tulisan tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akhirnya saya sampai ke pendopo dan disambut hangat oleh Mbah Pram. Meskipun usianya telah melewati kepala enam tetapi terlihat masih gagah, segar, dan penuh semangat. Pribadi yang terbuka dan antusias juga terlihat dari sosok Mbah Pram.

Pertama saya menanyakan mengapa lingkungan sedulur sikep ini begitu bersih dan rapi. Mbah Pram cerita, ia hanya memberi contoh untuk hidup bersih dan rapi. Pelan-pelan sedulur sikep mengikuti contoh dari Mbah Pram, mereka anut mengikuti dan akhirnya menjadi kebiasaan hidup di sana.

ADVERTISEMENT

Menurut Mbah Pram, sedulur sikep memang memiliki kesadaran sangat tinggi, tidak ada ajakan untuk berbuat kebaikan. Masing-masing individu sedulur sikep sudah memiliki tanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Selain itu bagi sedulur sikep jika mengajak seseorang kepada satu tujuan tertentu akan ada konsekuensi atau tanggung jawab kepada orang yang diajak. Jadi lebih baik tidak mengajak tetapi memberi contoh dan teladan.

Ajaran

Ajaran sedulur sikep menurut Mbah Pram adalah ajaran Jawa kuno yang dimunculkan kembali oleh Samin Surosentiko karena keprihatinan terhadap kondisi masyarakat yang dijajah Belanda. Samin Surosentiko melawan dengan cara membangkang terhadap perintah dan aturan-aturan Belanda dengan tanpa kekerasan. Tak mau bayar pajak, tak mau jaga ronda, tak mau kerja bakti. Dan, kalau ditanya sedulur sikep menjawab dengan jawaban yang membingungkan dan membikin jengkel penanya. Misal ditanya, dari mana? Maka dijawab, dari belakang. Mau ke mana? Dijawab, mau ke depan.

Saat diminta membayar pajak kepemilikan sapi, maka sedulur sikep menyampaikan bahwa sapinya hanya dua padahal di belakang rumah sapinya berjumlah puluhan. Dua sapi yang dimaksud adalah sapi jantan dan sapi betina. Saat diminta ikut membangun jalan oleh Belanda, mereka pun tidak mau. Saat jalan sudah selesai, mereka konsisten tidak mau melewati jalan yang telah dibangun. Mereka memilih melewati jalan setapak di pinggir jalan yang sudah jadi.

Ajaran Samin Surosentiko dimulai sekitar era 1850 hingga awal 1900-an. Anggotanya semakin banyak, hingga klimaksnya terjadi perlawanan terhadap Belanda. Karena gerakannya semakin masif, Samin Surosentiko pada 1914 ditangkap di Rembang dan diasingkan ke Padang Sumatra Barat, hingga wafat di sana. Saat ini sedulur sikep tersebar di berbagai daerah di antaranya di Blora, Rembang, Grobogan, Pati, Kudus, Bojonegoro, Tuban, Blitar, Gresik, Madiun, Ngawi, dan Lampung.

Dalam menjalani kehidupan sedulur sikep memiliki tujuan lelaku yang jumlahnya ada lima, yaitu Demen, Becik, Rukun, Seger, Waras.

Demen, artinya seneng, tapi seneng belum tentu demen, tetapi kalau demen sudah pasti seneng. Misal seseorang berjalan tiba-tiba menemukan dompet ada uangnya. Tentu seseorang itu seneng, tapi belum tentu demen, karena dompet itu milik orang lain, yang bagi sedulur sikep mereka berkewajiban mengembalikannya.

Becik, artinya baik, tetapi tidak setiap yang baik itu becik. Misal seseorang melakukan berjudi dan menang, karena menang maka itu baik, tetapi menang karena hasil berjudi maka itu belum dikatakan becik. Bagi sedulur sikep jujur dan tidak merugikan orang lain adalah lebih utama.

Sedangkan rukun, bagi sedulur sikep adalah sumber kehidupan, yang biasa dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari dalam gotong royong. Sedulur sikep mengutamakan kebersamaan dan persatuan, mereka sangat percaya orang bisa bersatu karena dimulai dari rukun. Sedulur sikep berpikir tentang kerukunan dari hal terkecil, misal seseorang menikah dan berumah tangga, menghasilkan anak, anak tersebut dihasilkan karena kerukunan dari kedua orangtuanya.

Rukun bagi sedulur sikep itu ada empat: 'rukun karo bojo' rukun dengan suami/istri, 'rukun karo anak' rukun dengan anak, 'rukun karo bapak/ibu' rukun dengan bapak/ibu, 'rukun karo tonggo kiwo tengen' rukun dengan tetangga kanan-kiri. Intinya sedulur sikep sangat menjunjung tinggi kerukunan dan keharmonisan hidup.

Adapun seger, artinya enak, tetapi yang enak belum tentu seger. Misal seseorang sedang berjalan di siang hari yang terik, haus dan lapar. Ia melihat buah semangka yang sudah matang di persawahan dan kemudian diambil dan dimakan. Semangka itu enak, tetapi tidak seger karena meskipun enak tetapi milik orang lain.

Waras, artinya tidak sakit, tetapi orang yang tidak sakit belum tentu waras, orang yang waras pasti tidak sakit. Waras ini terasa lebih lengkap, yaitu tak hanya sehat raga tetapi jiwa juga harus sehat. Bagi sedulur sikep seger waras menjadi sapaan harian saat mereka berpapasan atau bertemu dalam berbagai aktivitas. Sapaan "seger waras" merupakan penyemangat yang artinya saling mendoakan agar selalu mendapatkan keberkahan, hidup 'seger' enak dan 'waras' sehat jiwa dan raga.

Sedangkan larangan lelaku hidup juga ada lima. Sebisa mungkin sedulur sikep tidak terhinggapi lima sifat buruk dan harus menjauhi sifat; Jrengki, Srei, Panesten, Dahwen, dan Kemeren.

Jrengki, artinya jahat, jahil methakil, suka memfitnah. Srei, artinya srekel, nyalahi orang lain, merusak ketentraman orang lain. Panasten, artinya panas hati, gampang tersinggung. Dahwen, artinya suka usil terhadap urusan orang lain yang tidak ada kaitan dengan dirinya. Kemeren, artinya iri hati.

Selain lima larangan lelaku hidup, ada pantangan sedulur sikep yang sangat dipegang teguh, yaitu, 'najan bedok, colong, pethil, jumput, nemu wae ora kena', artinya tidak boleh menuduh, mencuri, mengutil, mengambil yang bukan milik, menemukan sesuatu yang bukan miliknya pun harus dikembalikan.

Lima tujuan lelaku hidup dan lima larangan lelaku hidup sedulur sikep dilengkapi dengan patokan hidup yang berisi tiga hal, yaitu ucap, pertikel, kelakuan.

Ucap, artinya kata-kata atau ucapan yang baik, tidak menyakiti orang lain dan tidak boleh bohong. Pertikel, artinya pikiran yang jernih, baik, positif, dan membangun. Sedangkan Kelakuan, artinya apa yang diucapkan harus dibuktikan dalam perilaku kehidupan sehari-hari. Tiga patokan hidup ini menjadi pegangan sedulur sikep sehingga di antara mereka bisa saling menjaga, harmonis, dan guyub rukun dalam kehidupan.

Simbol dan Inspirasi

Sedulur sikep menggunakan baju hitam, celana hitam dan memakai ikat kepala 'udeng'. Bagi sedulur sikep warna hitam adalah simbol bahwa manusia itu pada dasarnya kotor, namun justru manusia bisa melihat warna putih atau terang karena adanya warna hitam. Misal saat malam gelap/hitam, karena gelapnya malam, maka kunang-kunang kecil yang ada di sawah akan kelihatan terangnya.

Celana kain hitam dan agak cingkrang sebenarnya adalah simbol mereka tidak suka dengan penjajah Belanda saat itu. Mereka lebih cinta menggunakan produk buatan sendiri dan tidak meniru. Sedangkan udeng adalah simbol bahwa hidup ini harus 'mudeng' sadar untuk apa, berbuat apa dan ke mana harus menuju.

Pengikut Samin Surosentiko adalah sedulur sikep. Mengapa disebut sikep? Mbah Pram mengatakan bahwa orang hidup di dunia ini isinya harus 'jangkep' lengkap, 'ngerti ala lan becik' tahu baik dan buruk, 'ngerti keliru lan bener' tahu mana yang salah dan benar, dan 'ngerti ogol lan alus', tahu yang kasar dan lembut.

Dalam ritual 'doa' sedulur sikep ada tiga, yaitu Neng, Ning, Nung, yaitu meneng, wening lan dunung, artinya saat berdoa itu harus 'meneng' diam dan hati semelah tunduk; wening artinya pikiran bening, jernih, dan fokus; dunung artinya cetho, gamblang, jelas meminta kepada siapa, dengan acara apa dan kalau berhasil untuk apa.

Sedulur sikep tidak menutup diri. Ada tiga kriteria seseorang dianggap sedulur sikep, yaitu tunggal nusu, tunggal guru, dan tunggal panemu. Tunggal nusu artinya sesusuan atau satu keturunan biologis. Tunggal guru artinya satu perguruan atau satu guru, dan tunggal panemu artinya satu ide, satu gagasan, dan satu gerakan. Siapapun yang memiliki salah satu dari tiga kriteria tersebut, maka mereka adalah sedulur sikep.

Semoga ajaran sedulur sikep tetap lestari dan bisa menjadi inspirasi. Salam Seger Waras!

Simak juga 'Jokowi Bagi Sertifikat Tanah di Sawah Becek: Yang Pilih Tempat Siapa?':

[Gambas:Video 20detik]



(mmu/mmu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads