Ishadi SK, Tetap Nakal di Usia 80 Tahun
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Ishadi SK, Tetap Nakal di Usia 80 Tahun

Senin, 01 Mei 2023 09:29 WIB
Sudrajat
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Penulis bersama Pak Ishadi SK di ruang kerjanya
Penulis dan Ishadi SK. (Foto: dok. pribadi)
Jakarta -

Saat akan menuju Kementerian Keuangan untuk mewawancarai Sri Mulyani, Rabu, 25 April 2019, siang, kami dari Tim Blak-blakan berpapasan dengan Pak Ishadi SK di depan pintu lift lantai 9, Gedung Trans TV. Pak Is, begitu kami biasa menyapanya, menahan dan menyatakan minat untuk ikut serta. Tapi sejurus kemudian dia membatalkan karena ternyata sudah punya agenda lain.

"Apa isu utama yang akan kalian bahas," tanya Pak Is.

Saat kami menjelaskan soal 'target pertumbuhan ekonomi', dia langsung menukas. Karena detikcom merupakan media umum, katanya, sebaiknya tidak terlalu mendalam membahas isu semacam itu. Sisi humanis Sri Mulyani akan jauh lebih menarik untuk ditonton khalayak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pak Ishadi SK bersama Yon Koeswoyo di Kafe Rolling Stones, Kemang, 23 April 2014Pak Ishadi SK bersama Yon Koeswoyo di Kafe Rolling Stones, Kemang, 23 April 2014 Foto: Sudrajat / detikcom

"Kalau teknis ekonomi sih, biar CNBC saja. You korek tuh siapa penata rambut dan busananya. Masih punya waktu masak atau nggak. Kalau liburan ngapain." Kami mengangguk takzim. Semua yang disarankan memang sudah termasuk dalam list yang disiapkan produser Erwin Dariyanto. Soal isu pertumbuhan ekonomi, hanya pintu masuk agar staf yang mengurusi agenda Sri Mulyani berkenan memberikan jadwal wawancara.

Hasil wawancara dengan Sri Mulyani kemudian kami beri judul 'Di Antara Dua Presiden'. Di YouTube, wawancara ini ditonton lebih dari 2 juta kali. Hingga kemarin, angkanya sudah meningkat menjadi 3,4 juta kali.

ADVERTISEMENT

Itu bukan pertama kali Pak Is memberikan perhatian kepada kami. Selain nasihat dan kritik, mantan Direktur Utama TVRI itu juga kerap memfasilitasi kami untuk dapat mewawancarai para tokoh. Sebut saja Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), Menteri Kesehatan Terawan Putranto, Ketua DPR Puan Maharani, mantan Kepala BIN Sutiyoso dan AM Hendropriyono, serta Ketua Satgas Penanganan COVID 19 Doni Monardo.

Terkait SYL, saya masih menangkap jiwa nakal Pak Is sebagai jurnalis. Pada 24 Oktober 2019, SYL hadir di Gedung Trans TV untuk rekaman wawancara dengan CNN. Tapi, dengan dalih sudah ada agenda lain, dia menolak diwawancarai Tim Blak-blakan. Saya pun segera mencolek Pak Ishadi. "Sebentar saja, sekalian lihat-lihat ruang kerja saya," bujuknya kepada SYL.

Mungkin karena sungkan, SYL pun manut. Tiba di lantai 9, dia tak berkutik. Di ruangan Pak Is, segenap perlengkapan, seperti kamera, lampu, dan lainnya, sudah siap 'on'. Pokoknya SYL tinggal duduk manis untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan kami. Ketika SYL berbisik agar setelah wawancara bisa dipertemukan dengan pendiri CT Corp, Chairul Tanjung, dengan meyakinkan Pak Is menyanggupinya.

Komisaris Transmedia Ishadi SKKomisaris Utama Transmedia Ishadi SK usai menerima Bintang Jasa Utama dari Presiden Jokowi, 12 Agustus 2021.(Foto:Kanavino/detikcom)

Nyatanya, selepas wawancara sekitar pukul 21.00, Pak CT sudah tidak berada di gedung Bank Mega. Sepintas saya melihat ekspresi kecut SYL, yang mungkin merasa dikibuli Pak Is. Ketika hal itu saya singgung begitu SYL dan rombongan pulang, Pak Is menukas nakal.

"Ah, biarin saja. Yang penting kan kita sudah wawancara dia," ujarnya tertawa.

Kenakalan-kenakalan semacam itulah yang membuat hubungan Pak Is dengan Menteri Penerangan Harmoko kurang harmonis. Saat memimpin TVRI, dia beberapa kali mengaku 'offside' menyiarkan berita yang sepatutnya hanya layak muncul di media swasta. Pak Is juga mengaku pernah mengerjai Harmoko dan membuatnya terlambat terbang dari Yogyakarta ke Jakarta.

Di dunia pertelevisian, sosok Ishadi SK menjulang tinggi. Jangkauan pergaulannya luas. Aktif, hangat, dan lentur berkomunikasi. Tapi, dalam keseharian yang kami lihat selama di kantor, Pak Is begitu rendah hati. Kerendahan hati itu antara lain terlihat dari sikapnya terhadap para tamu. Dia biasa ikut menyambut di lobi, dan mengantarnya kembali hingga ke kendaraan.

Kepada yang muda-muda, Ishadi selalu care dan ngemong, sekaligus memperlihatkan pikiran dan hati yang terbuka. Di usia yang tak lagi muda, Pak Is tetap mengajarkan disiplin. Dalam setiap rapat gabungan detikcom, CNN, dan CNBC, dia selalu hadir on time. Padahal, sebagai Komisaris Utama Transmedia, sama sekali tak ada kewajiban untuk mengikuti rapat redaksi.

Tak cuma memberi inside-inside terkait isu liputan, Pak Is juga sering mentraktir: makanan, kopi, bahkan nonton bioskop ramai-ramai. Ketika seorang rekan bercerita tentang film Bohemian Rhapsody yang baru ditontonnya, Pak Is yang belum menonton langsung memotong, "Ah, jangan spoiler dong. Ayo, kita nonton bareng saja."

Nama lengkapnya Ishadi Soetopo Kartosapoetro, yang biasa disingkat SK. Selepas dari FISIP UI, lelaki kelahiran Majene, 30 April 1943, ini merintis karier di TVRI sebagai reporter pada 1967. Pada 1972-1974, ia mengikuti pendidikan mengenai program Siaran Televisi dan Praktik Kerja di WDR-TV KΓΆln, Jerman Barat. Gelar master of science dari Universitas Ohio, Amerika Serikat, diraih pada 1980-1982.

Pada 1987, Ishadi menduduki jabatan Direktur TVRI hingga 1992. Sebelum itu, Ishadi memimpin stasiun TVRI Yogyakarta pada 1985-1987. Sejak di Yogyakarta itulah kiprahnya mulai mendapat perhatian dari para jurnalis dan pemerhati pertelevisian. Pemimpin Redaksi Tabloid Monitor mendiang Arswendo Atmowiloto dan beberapa jurnalis lainnya kerap memuji Ishadi.

Katanya, Pak Is adalah sosok yang berani mendobrak kekakuan dunia pertelevisian di Indonesia. Mengangkat citra TVRI melalui program-program acara seni, budaya, dan film, serta menjadi program andalan untuk stasiun televisi tersebut. Ia juga melunturkan kesan yang lekat pada TVRI: "sekadar kanal pemberitaan pemerintah".

Tapi, karena Pak Is dianggap sering 'nakal', Harmoko kemudian menggeser Ishadi menjadi Kepala Balitbang Deppen, 1992-1996. Memasuki tahun keempat, Ishadi mengajukan diri untuk diperbantukan ke TPI. Tapi Harmoko justru memintanya mengajukan pensiun dini. Di televisi milik Mbak Tutut itu, Ishadi menjabat Direktur Operasi hingga 1998.

Oleh Menpen Alwi Dahlan, di era terakhir pemerintahan Soeharto, Ishadi ditarik kembali ke Deppen dan diberi jabatan yang paling layak untuknya: Direktur Jenderal Radio, Televisi, dan Film (RTF). Kasak-kusuk di kalangan internal Deppen pun muncul mempertanyakan pengangkatan Ishadi, yang notabene sudah menjadi orang swasta sejak di TPI.

Ketika BJ Habibie menggantikan Soeharto, posisi Alwi digantikan Letjen TNI Yunus Yosfiah. Relasi Yunus dan Ishadi rupanya kurang harmonis. Keduanya berbeda pendapat mengenai sejumlah kebijakan. Pada 7 Oktober 1998, Ishadi pun terdongkel. Ia digantikan oleh mantan Dirut TVRI A Azis Husein.

"Saya kapok jadi birokrat," kata Ishadi selang beberapa menit setelah menyerahkan jabatan kepada Aziz. "Saya sedih, terpukul, dan kecewa," imbuhnya seperti ditulis Tempo kala itu.

Ishadi tak berlama-lama menyesali diri. Dia segera mengontak pengusaha Chairul Tanjung (CT). Singkat cerita, pada awal 2001, keduanya mendirikan Trans TV. Awal mula perkenalannya dengan CT difasilitasi oleh keponakannya, Sasda. Keponakannya itu adalah teman CT sewaktu sekolah di SMA 1 Boedoet, Jakarta.

Buku Media & Kekuasaan: Televisi di Hari-Hari Terakhir Presiden Soeharto, salah satu karya Ishadi SKBuku Media & Kekuasaan: Televisi di Hari-Hari Terakhir Presiden Soeharto, salah satu karya Ishadi SK Foto: Hazliansyah / Republika

Semula, ketika CT meminta waktu untuk bertemu, Pak Is berkali-kali menolaknya. Dia mengaku sempat memandang sebelah mata karena kala itu CT cuma seorang pengusaha sepatu. Hingga suatu waktu, saat galau selepas dicopot dari jabatannya, Ishadi memasuki restoran di Hotel Borobudur untuk menghibur diri.

Saat disodori daftar menu, dia mafhum dompetnya tak cukup untuk membayar makan di situ. Tak kehilangan akal, dia langsung menelepon Sasda dan mengabarkan dirinya siap bertemu CT saat itu juga.

"Padahal tujuan utamanya cuma biar CT yang bayarin makan saya," kata Pak Ishadi tertawa. Kini dia mengaku dirinya kualat karena sudah lebih dari 20 tahun menjadi pegawai CT.

Hari Minggu kemarin, 30 April, Pak Ishadi genap berusia 80 tahun. Sejak beberapa bulan lalu, dia menyiapkan biografi yang ditulis mantan wartawan Kompas, Jimmy S Harianto. Saya mendapat bocoran, judul yang dipilih dan disepakati adalah Ishadi SK: Broadcaster Empat Zaman.

Rencananya, buku tersebut akan diluncurkan sepulang Pak Is dan keluarga menunaikan ibadah umrah pada 1-9 Mei. Dirgahayu, Pak Is, semoga senantiasa dilimpahi kesehatan dan dimudahkan perjalanan umrahnya. Juga tetap menginspirasi kami dengan kenakalan-kenakalan khas Pak Is. Amin....

*Wartawan detikcom

Simak juga 'Saat Srimul Sidak Bea Cukai Bandara Soetta, Ada Apa?':

[Gambas:Video 20detik]



(jat/maa)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads