Kolom

Ramadan dan Kecerdasan Sosial Penguasa

Yudha Hari Wardhana - detikNews
Selasa, 11 Apr 2023 13:10 WIB
Ilustrasi: Shutterstock
Jakarta -

Menurut pendapat sebagian ahli tafsir, secara etimologi, Ramadan bisa diartikan sebagai hujan yang menggugurkan dan melunturkan panas. Dengan demikian, bulan Ramadan bisa dimaknai sebagai bulan untuk menggugurkan dan melunturkan sisa-sisa pemikiran serta perilaku jahiliah dan kemudian menumbuhkan kecerdasan. Salah satunya adalah kecerdasan sosial.

Howard Gardner dan Amstrong mendefinisikan kecerdasan sosial atau disebut juga dengan kecerdasan interpersonal sebagai kemampuan mencerna dan merespons secara tepat suasana hati, temperamen, motivasi, dan keinginan orang lain. Sederhananya, kecerdasan sosial adalah kemampuan untuk memahami, berempati dan bertoleransi terhadap perasaan orang lain.

Teori kecerdasan sosial sebenarnya tidak menghendaki seseorang untuk ikut menjadi miskin saat hidup di tengah masyarakat strata ekonomi menengah ke bawah. Namun melakukan flexing di media sosial saat kondisi masyarakat masih banyak yang kesulitan ekonomi bisa dipersepsikan sebagai bentuk kejahiliahan sosial, apalagi jika dilakukan oleh pejabat negara atau keluarganya.

Dalam sistem politik demokrasi yang menjadikan rakyat sebagai sumber legitimasi kekuasaan, jabatan publik adalah alat untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Literasi agama dan sosial akan membangun kesadaran para pejabat negara bahwa kedudukan beserta penghasilan dan tunjangan dari negara akan dipertanggungjawabkan secara moral kepada rakyat dan Tuhan.

Jauh sebelum para ahli merumuskan definisi tentang kecerdasan sosial, setiap orang yang mengaku beriman telah diperintahkan untuk menumbuhkannya dalam bentuk kewajiban berpuasa pada bulan Ramadan. Secara kontemplatif, puasa yang dijalankan sejak masuk waktu Subuh hingga datangnya Maghrib adalah training untuk merasakan lapar dan dahaga yang diderita fakir miskin.

Berbekal pelatihan selama satu bulan itulah orang-orang beriman yang ada di dalam lingkaran kekuasaan seharusnya menjadi umat terdepan dalam kecerdasan sosial. Setelah merasakan lapar dan dahaga yang sama, kecerdasan sosial akan menuntun para mukminin untuk "membunuh" karakter tamak, bermewah-mewah, dan juga memamerkan kekayaan finansialnya.

Sebaliknya, dengan kecerdasan sosial yang tumbuh dan dipupuk selama Ramadan, umat beriman akan meningkatkan solidaritasnya dalam bentuk sedekah serta zakat. Kepekaan terhadap penderitaan fakir miskin akan menggerakkan nuraninya untuk aktif mengulurkan bantuan tanpa perlu menunggu mereka datang menengadahkan tangan.

Dalam praktik kepemimpinan, Nabi Muhammad telah memberikan teladan untuk semua pemegang kekuasaan pada generasi sesudahnya. Menurut catatan, Muhammad sesungguhnya adalah seorang miliarder. Saat menikahi Khadijah saja maharnya berupa 20 unta terbaik. Menurut taksiran, seekor unta bernilai setara Rp 50 juta, berarti mahar Muhammadh senilai 1 miliar rupiah. Saat menikahi Aisyah, maharnya adalah uang 500 dirham atau setara dengan 200 gram emas terbaik saat ini. Jika dikonversikan ke rupiah, nilainya juga mencapai lebih dari Rp 1 miliar.

Meski demikian, teladan kebaikan ini tidak lantas pamer kemewahan. Beliau justru memberikan contoh praktis dari kecerdasan sosial. Sebagai pemimpin rekonstruksi peradaban, beliau sering berlapar-lapar agar bisa mengenyangkan umat yang kelaparan. Level sedekahnya bahkan tiada tanding dan tak mengenal waktu.

Bagaimana dengan para pejabat negara di Indonesia? Asumsinya, mayoritas dari mereka berpuasa pada bulan Ramadan tahun ini. Tetapi apa yang mereka puasakan? Sekadar berpuasa dari lapar, dahaga dan nafsu seksual sedangkan semangat bermewah-mewah dan memamerkan kekayaan di media sosial tetap menyala-nyala?

Ramadan 1444 H atau yang bertepatan dengan tahun politik 2023 bisa dijadikan momentum untuk menguatkan kecerdasan sosial, khususnya oleh mereka yang akan mengikuti kontestasi politik 2024. Perlu ada kesadaran bahwa siapapun yang kelak akan menerima amanah dari rakyat akan dibayang-bayangi beban tanggung jawab terhadap nasib 26,16 juta rakyat miskin (data BPS 2022) dan serapan zakat yang baru mencapai angka Rp 14 triliun dari total proyeksi Rp 327 triliun (data BAZNAS 2021).

Simak juga 'Perbedaan Dermawan dan Flexing':






(mmu/mmu)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork