Sebagai negara kepulauan, angkutan udara menjadi sangat penting. Tanpa angkutan udara yang terjadwal, pergerakan manusia dan distribusi kebutuhan pokok akan terhambat dan menimbulkan kegaduhan sosial. Sudah sejak pandemi, dunia usaha penerbangan mengalami goncangan yang sangat dahsyat karena berkurangnya penumpang dan barang, naiknya harga avtur serta suku cadang yang berakibat menaikkan biaya operasi penerbangan (BOP).
Publik khawatir maskapai penerbangan menjadi kurang memperhatikan faktor keselamatan. Kondisi sekarang memang sudah membaik, tetapi belum kembali normal ke kondisi sebelum pandemi. Penumpang sudah tumbuh signifikan, namun biaya operasi meningkat, seperti harga suku cadang, avtur, dan berbagai pajak yang harus dibayarkan maskapai belum turun. Kondisi seperti itu tentunya berdampak pada harga tiket penerbangan.
Persoalan harga tiket diatur oleh Peraturan Menteri Perhubungan No. 20 Tahun 2019 Tentang Tata Cara dan Formulasi Tarif Batas Atas, dan Keputusan Menteri Perhubungan No. 106 Tahun 2019 Tentang Tarif Batas Atas Kelas Ekonomi Dalam Negeri --artinya Kementerian Perhubungan tidak mengatur harga masing-masing subclass.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu penyebab harga tiket masih mahal karena harga avtur stabil tinggi. Sebagai catatan di periode 15 - 23 Februari 2023 harga avtur per liter rata-rata di semua bandara sekitar Rp 15.000 (CGK Rp 14.691,60 lalu Jalaluddin Gorontalo Rp 17.284,89 per liter), selain itu harga suku cadang juga tinggi dan hambatan kebijakan lain terkait dengan kebijakan penggunaan komponen dalam negeri (TKDN). Masalah suku cadang ini harus ditangani dengan serius karena akan muncul kanibalisme suku cadang atau suku cadang abal-abal yang mengorbankan keselamatan penerbangan.
Dengan kondisi seperti itu, jangan harap harga tiket penerbangan akan semurah pada zaman sebelum pandemi meskipun di kelas Low Cost Carrier (LCC). Apalagi nilai tukar dolar AS masih bertengger pada harga Rp 15.000-an. Hal apa saja yang harus dilakukan regulator untuk dapat memberikan pelayanan angkutan udara yang berkeselamatan, berkelanjutan, dan terjangkau mari kita perbincangkan singkat.
Kondisi Angkutan Udara
Keberadaan Surat Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. AU.405/I/3/DRJU.DKPPU.2022 Tanggal 13 Desember 2022 perihal Permohonan Usulan yang ditujukan kepada Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI terkait dengan Permohonan Kebijakan Insentif Fiskal Bea Masuk dan Pengaturan Impor atas Barang/Suku Cadang untuk keperluan perawatan pesawat udara, masih menunggu respons lanjut.
Sesuai dengan surat jawaban Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, masih diperlukan rapat koordinasi lanjutan oleh Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Perekonomian, yang sampai hari ini belum terjadwal.
Terkait dengan harga tiket dan sesuai dengan Permenhub No. 20. Tahun 2019, kewenangan Kementerian Perhubungan hanya mengatur besaran harga Tarif Batas Atas (TBA) dan Tarif Batas Bawah (TBB), tidak mengatur penetapan harga masing-masing subclass oleh maskapai di dalam rentang harga TBB sampai dengan TBA tersebut. Artinya Kemenhub tidak berwenang mengatur harga tiket pesawat fluktuatif, hanya batasannya saja.
Terkait dengan harga avtur, sangat dipengaruhi dengan harga avtur dunia, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, dan jarak. Pergerakan harga avtur sangat fluktuatif di berbagai bandara domestik. Begitu pula dengan nilai tukar dolar AS.
Harga avtur adalah rata-rata harga avtur dari dua periode per bulan pada harga 72 DPU Pertamina Posting Price pada website onesolution.pertamina.com. Kurs dolar AS adalah rata-rata nilai tukar (nilai tengah) rupiah terhadap dolar. Sampai hari ini harga avtur masih tinggi; pada Maret 2023 harga avtur per liter di bandara-bandara di Indonesia berdasarkan onesolution.pertamina.com, berkisar antara Rp 14.357,70 (Bandara Halim Perdanakusuma) - Rp 16.127,37 (beberapa bandara di Papua).
Menurut Kemenhub, dalam komponen biaya tiket pesawat udara (misalnya rute CGK - SUB) tipe pesawat A 320 (180 kursi) oleh maskapai kelas full service, berdasarkan biaya operasional langsung tetap, biaya operasi langsung variabel dan tidak langsung adalah sebagai berikut: premi asuransi pesawat 6,93%; gaji tetap teknisi 14,7%; gaji tetap awak pesawat 1,79%; biaya training 0,68%; biaya pemakaian avtur 35,76%; biaya pelumas 0,34%; tunjangan awak pesawat 2,24%; biaya overhaul dan perbaikan pesawat 16,19%; biaya bandara dan navigasi penerbangan 1,79%; biaya ground handling 1,78%; biaya catering 3,62%; biaya umum dan organisasi 3,15%; biaya pemesanan dan penjualan serta komisi agen 2,46% dan profit margin 9,09%.
Dari uraian di atas jelas bahwa komponen biaya terbesar di penetapan tiket pesawat udara adalah avtur (35,76%). Dengan keuntungan kurang dari 10% berat bagi maskapai untuk lebih menurunkan harga subclass tiket pesawat, khususnya pada periode mudik lebaran 1444 H di mana dampak ekonomi terkait pandemi masih belum terselesaikan.
Kalau harga tiket diturunkan pasti yang pertama dikorbankan adalah perawatan pesawat (penundaan pergantian pelumas atau overhaul dan perbaikan pesawat atau pelatihan awak pesawat) diikuti dengan pemotongan gaji awak dan teknisi --artinya keselamatan penerbangan diabaikan. Sementara kewajiban-kewajiban ke bandara, lessor, catering pasti juga akan tertunda.
Langkah Kemenhub
Berhubung hanya dapat mengatur harga TBA dan TBB namun tidak dapat mengatur harga tiket di subclass, Kemenhub telah melakukan beberapa langkah multisektor. Pertama, segerakan pembahasan lanjut dengan Menko Perekonomian. Kedua, usulkan supaya Kementerian ESDM serta Kementerian BUMN dapat memberikan tambahan subsidi avtur bagi industri penerbangan. Ketiga, mengusulkan supaya Menteri Keuangan dapat memberikan potongan PPn Avtur hingga 50% dan memberikan subsidi tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) pada bandara tertentu untuk meningkatkan aktivitas ekonomi dan logistik demi mendukung pertumbuhan ekonomi.
Keempat, mendorong Kementerian Dalam Negeri untuk meminta pemerintah daerah memberikan insentif pada maskapai untuk mengurangi biaya operasi penerbangan melalui peningkatan TOD dan pemberian insentif lainnya, seperti memberi subsidi biaya logistik udara, memberikan subsidi tiket bagi warga dengan ber-KTP elektronik setempat atau warga manula serta pelajar. Tanpa ini semua harga tiket akan semakin tinggi.
Agus Pambagio pengamat kebijakan publik dan perlindungan konsumen
Simak juga 'Saat Kronologi Pesawat Super Air Jet Bermasalah Sampai Penumpang Kegerahan':