Pertentangan Panas Harga Gabah dan Beras Bapanas
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Pertentangan Panas Harga Gabah dan Beras Bapanas

Rabu, 05 Apr 2023 13:10 WIB
Angga Hermanda
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Petani di Banyuwangi tidak setuju dengan rencana pemerintah impor beras. Kebijakan tersebut dinilai sama dengan membunuh petani secara perlahan, karena harga gabah akan semakin rendah.
Foto ilustrasi: Ardian Fanani/detikcom
Jakarta -

Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengumumkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah/Beras dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Beras terbaru pada Rabu (15/3) di Istana Negara. Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani ditetapkan sebesar Rp 5.000/kg, dan ditingkat penggilingan Rp 5.100/kg. Kemudian Gabah Kering Giling (GKG) di penggilingan Rp 6.200/kg, dan GKG di gudang Perum Bulog Rp 6.300/kg. Sementara itu Harga Beras di gudang Perum Bulog diatur sebesar Rp 9.950/kg.

Adapun HET Beras dihitung berdasarkan zonasi. Zona 1 meliputi Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi. Lalu Zona 2 meliputi Sumatera (selain Lampung dan Sumatera Selatan), Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan. Terakhir Zona 3 meliputi Maluku dan Papua. Besaran HET Beras Medium di Zona 1 yakni Rp 10.900/kg, Zona 2 Rp 11.500/kg, dan Zona 3 Rp 11.800/kg. Kemudian untuk HET Beras Premium di Zona 1 yaitu Rp 13.900/kg, di Zona 2 Rp 14.400/kg, dan di Zona 3 Rp 14.800/kg.

Salah Langkah

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelumnya, Bapanas diketahui telah menerbitkan Surat Edaran No. 47/TS.03.03/K/02/2023 tentang Harga Batas Atas Pembelian Gabah atau Beras pada Senin (20/2). Surat Edaran itu bertujuan untuk mengendalikan laju harga gabah/beras. Tetapi kebijakan yang berlaku pada 27 Februari 2023 ini dinilai telah merugikan petani dan justru memberi karpet merah kepada pemain tengah perberasan, khususnya korporasi pangan.

Kesepakatan harga batas bawah sebesar Rp 4.200 per kg dan harga batas atas Rp 4.550 per kg untuk GKP ditingkat petani menjadi salah satu indikator yang merugikan petani padi. Sebab penentuan harga itu mengabaikan fakta-fakta bahwa telah terjadi peningkatan biaya produksi dan modal yang ditanggung petani. Seperti kenaikan harga pupuk, kenaikan sewa tanah, sewa peralatan, kenaikan biaya upah pekerjaβ€”bagi petani yang tidak mengusahakan sawahnya sendiriβ€”termasuk upah saat panen. Bahkan di beberapa wilayah perlu ditambah jasa angkut.

ADVERTISEMENT

Edaran Bapanas sontak mendulang beragam protes. Mulai dari tidak dilibatkannya petani dalam menyusun kebijakan, sampai berkontribusi terhadap gejolak harga gabah di lapangan dan beras di pasar. Akhirnya edaran yang membuat gaduh itu dicabut pada 7 Maret 2023 dan untuk sementara digantikan harga elektabilitas pembelian gabah ditingkat petani sebesar Rp 5.000/kg. Sampai sepekan berselang Kepala Bapanas mengumumkan HPP dan HET yang baru sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.

Petani Tak Puas

Meski belum resmi secara peraturan perundang-undangan, HPP dan HET yang diumumkan Bapanas langsung direspons setiap tingkat pelaku perberasan. Ada yang mendukung, dan tentu ada pula yang belum puas, bahkan menentang. Sebagian besar petani menilai kenaikan HPP GKP belum sesuai harapan. Biaya produksi yang dikeluarkan petani untuk menanam padi terus naik seiring inflasi.

Kenaikan harga gabah sebesar Rp 800/kg atau sekitar 19 persen dari Permendag 24/2020 sebesar Rp 4.200/kg ke HPP yang diumumkan Kepala Bapanas Rp. 5.000/kg itu tidak relevan. Idealnya kenaikan harga semasa panen raya pada kuartal pertama 2023 ini sebesar 30 persen, atau harga gabah berada di kisaran Rp 5.600/kg agar petani untung.

Hasil penjualan yang diperoleh petani ini akan mendongkrak Nilai Tukar Petani (NTP), sebagai indikator daya beli petani yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan. Saat ini petani padi yang tergolong ke dalam NTP subsektor tanaman pangan berada dalam posisi yang mengkhawatirkan. Berdasarkan data BPS, NTP tanaman pangan pada Januari 2019 tercatat sebesar 107,58 dan mulai mengalami penurunan yang drastis sepanjang 2020 dari 104,48 pada Januari menjadi 100,89 pada Desember.

Angka itu terus merosot ke 99,88 pada Desember 2021, dan pada Juli 2022 berada di posisi terendah yakni 95,28. Angka NTP di bawah 100 menunjukkan petani merugi dari kegiatan usaha taninya. Meskipun awal 2023 ini mulai membaik di angka 103,82 namun secara posisi masih cukup riskan. Menurut data Kementerian Pertanian sepanjang 2022 lalu, NTP tanaman pangan berada di atas 100 dengan harga GKP petani harus di atas Rp 5.000 per kg.

Oleh karena itu, sesungguhnya kenaikan HPP untuk gabah petani minimal sebesar 30 persen atau serendah-rendahnya Rp 5.400/kg sudah disampaikan pelbagai organisasi petani kepada Bapanas. Namun dengan besaran HPP yang telah diumumkan membuktikan Bapanas belum mau mendengar petani, dan lebih condong berpihak kepada penggilingan, serta korporasi pangan. Sebab Kenaikan HPP Gabah/Beras jika dibandingkan dengan kenaikan HET Beras sangat jomplang.

HET setiap zona untuk beras medium maupun beras premium mengandung kenaikan di atas Rp 1.100/kg. Dalam hal ini terlihat sekali petani dan konsumen yang dirugikan, pengumuman HPP dan HET ini hanya menguntungkan pelaku penggilingan dan korporasi pangan. Korporasi pangan bisa saja membeli gabah petani dengan harga yang sesuai diumumkan Bapanas, lalu mengolahnya, kemudian menjual dengan harga beras premium. Keuntungan mereka tentu berlipat-lipat ganda.

Padahal sepanjang 2022 lalu harga GKP di tingkat petani yang stabil di atas Rp 5.500/kg bahkan ada yang lebih dari Rp 6.000/kg, situasi harga beras premium di pasar tidak berada di atas HET Rp 12.800/kg. Sebelum pengumuman HPP dan HET baru, Presiden Jokowi bahkan mengecek langsung harga gabah kepada petani di Bandung. Saat itu (6/3) harga gabah disebut Rp 6.000/kg. Atas dasar itu, sebetulnya HET beras medium bisa ditekan di bawah Rp.10.000/kg dan beras premium dijaga tidak lebih dari Rp 12.000/kg. Sehingga keuntungan setiap pelaku perberasan berimbang, dan konsumen masih terjangkau membeli.

Besar harapan kembali digantungkan kepada pemerintah untuk meninjau ulang besaran HPP dan HET, karena semua organisasi petani telah mengusulkan besaran harga gabah direntang harga Rp 5.400 - Rp 5.800 per kg. Usulan menjadi realistis bila mengacu data Bapanas sendiri per 19 Desember 2022 yang menerangkan tren harga GKP petani di sentra produksi dengan rata-rata harga sebesar Rp 5.275/kg. Jangan sampai keuntungan yang dominan dinikmati oleh pemain tengah, sementara merugikan petani ditingkat hulu dan konsumen di sisi hilir. Terlebih keputusan HPP dan HET baru secara peraturan perundang-undangan belum diterbitkan sampai dengan tulisan ini dibuat (23/3).

Angga Hermanda Ketua Bidang Diklat dan Kajian Ikatan Keluarga Alumni Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Simak juga 'Momen Jokowi Resmikan Sentra Penggilingan Padi di Sragen':

[Gambas:Video 20detik]



(mmu/mmu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads