Penerima Beasiswa LPDP, Pulanglah!

Kolom

Penerima Beasiswa LPDP, Pulanglah!

Waode Nurmuhaemin - detikNews
Senin, 27 Mar 2023 14:07 WIB
Alumni LPDP
Ilustrasi: Andhika A
Jakarta -

Riuhnya pemberitaan tentang 413 penerima beasiswa LPDP yang belum kembali setelah menyelesaikan studi membuat banyak pertanyaan dan juga tudingan di benak banyak orang. Maklum saja, beasiswa ini memang mensyaratkan pulang sebagai satu hal yang masuk dalam perjanjian beasiswa ketika sudah menyelesaikan studi.

Sebagai penerima beasiswa Ford Foundation untuk studi di luar negeri, saya kemudian bisa memahami bagaimana beratnya ketika harus kembali ke Indonesia. Namun, saya tidak membenarkan apa yang telah mereka lakukan. Seharusnya dan wajib mereka kembali ke Indonesia. Sebelum ada LPDP, Ford adalah beasiswa bergengsi yang membuat banyak orang Indonesia bisa menginjakkan kaki ke luar negeri termasuk negara-negara maju.

Saya sangat bisa merasakan kegamangan para awardee itu ketika harus balik ke Indonesia pasca menyelesaikan studi. Ada banyak yang berubah dalam diri para penerima beasiswa yang telanjur merasakan makmur dan gemerlapnya kota-kota dunia yang mereka tinggali. Bukan rahasia umum, tinggal di luar negeri adalah kemewahan.

Luar negeri yang serba teratur dan modern. Masyarakatnya yang disiplin. Tidak ada tumpukan sampah yang dikerumuni lalat di pinggir-pinggir jalan. Jalan-jalan licin dan mulus. Tidak banyak angkot dan bajaj yang tiba-tiba muncul dan hampir menabrak kita. Sarana transportasi begitu menyenangkan dan memanjakan . Tidak ada pemandangan horor di stasiun dengan penumpang yang berjubel seperti di Manggarai yang menimbulkan sumpah serapah dan terkadang pelecehan seksual.

Maklum saja LPDP mensyaratkan dan memilih negara-negara maju sebagai tujuan studi. Luar negeri telah mengubah mereka secara psikologi menjadi warga dunia. Semua pesona luar negeri dan kota-kota dunia yang selama ini hanya dalam mimpi mampu menyihir para awardee untuk begitu sulit kembali ke Indonesia.

Namun, mari mengenang perjalanan kalian yang berjumlah 413 orang yang belum mau pulang. Kalian terpilih, dan dikirim pemerintah untuk belajar keluar negeri dan tidak mau kembali dengan berbagai ragam alasan adalah kalian yang masih individu dan orang-orang yang sama yang dikirim beberapa tahun yang lalu dengan harapan sepulangnya kalian semua ke Indonesia, negara kita ini bisa lebih maju di berbagai bidang.

Bukankah itu yang sudah kalian semua tulis dan sekaligus berjanji dalam personal statement dua halaman yang kalian buat yang begitu menyentuh dan membuat terharu? Kalian semua begitu bersemangat menuliskan apa yang akan kalian lakukan sepulang kalian menyelesaikan studi master dan Phd di luar sana. Dua halaman personal statement yang menjadi saksi begitu bersemangatnya kalian semua mau membangun Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan setengah merayu dan bahkan setengah mengemis kalian mengemas personal statement sebaik-baiknya agar para pewawancara jatuh hati terhadap kalian dan bisa ditetapkan sebagai penerima beasiswa atau awardee. Muncul satu pertanyaan sederhana di hati kami, masyarakat Indonesia yang uang pajaknya dipakai oleh kalian semua untuk biaya kuliah, apakah waktu membuat personal statement kalian semua berbohong? Atau sudah berniat berbohong untuk kepentingan pribadi?

Ada jutaan pelamar beasiswa yang lebih tulus dari kalian tersingkir oleh kalian yang tidak mau menepati janji dan kurang memiliki nasionalisme. Orang-orang itu mungkin lebih mau memajukan Indonesia dibanding kalian. Mungkin mereka lebih punya rencana-rencana hebat dibanding kalian yang hanya ingin menginjak luar negeri.

ADVERTISEMENT

Kalian semua yang berhasil membujuk rayu para pewawancara untuk menetapkan kalian sebagai penerima. Sungguh sangat memalukan, nama semua penerima beasiswa LPDP jadi ikut tercemar. Nasionalisme kalian sebagai penerima beasiswa tergadai oleh alasan-alasan remeh temeh yang di mana di awal melamar beasiswa kalian tidak segera menunjukkan motif kalian ketika melamar beasiswa LPDP.

Alasan kalian, di Indonesia tidak banyak pekerjaan memadai untuk kalian para tamatan luar negeri dari kampus-kampus bergengsi sungguh cacat secara moral dan tidak etis. Waktu kalian berangkat keluar negeri, bukankah kalian sudah mengetahui kondisi Indonesia dengan terang benderang? Penerima beasiswa internasional, apalagi beasiswa pemerintah, harusnya tangguh dan tidak mudah mengeluh untuk hal-hal kecil yang bisa diselesaikan.

Kalau kalian menuntut sepulang kuliah disiapkan pekerjaan yang "wah" untuk apa kalian kuliah jauh-jauh dan mindset katak dalam tempurung tidak berubah? Bukankah di negara-negara maju, tamatan-tamatan universitas bekerja bahkan jadi pelayan pun mereka tidak malu? Kalau mindset mengeluh dan mau hidup enak tidak dengan kerja keras, lalu apa yang kalian dapat di luar negeri dengan biaya satu miliar bahkan tiga miliar satu orang untuk menjadikan kalian mahasiswa bertaraf dunia?

Mari melihat kenyataan; dana abadi LPDP itu dikelola oleh Kementerian Keuangan bersumber dari pajak masyarakat salah satunya. Pajak dari pedagang-pedagang kecil, kaki-kaki lima, dan bukan saja toko-toko mewah yang disisihkan untuk penerimaan negara. Apa kalian tidak malu peluh pedagang kecil ternyata dipakai oleh mahasiswa-mahasiswa bermental kerupuk dan tidak punya nasionalisme? Kalau kondisi di Indonesia masih belum bagus, semrawut, penuh korupsi, bukankah kalian yang bisa menambal dan menjadi pelopor untuk memperbaiki itu semua?

Jumlah kalian yang 413 yang belum kembali ke Indonesia yang sudah berakhir masa studinya patut disayangkan. Mencontohlah ke Bung Hatta dan pahlawan-pahlawan kita yang pada tahun 1921 sudah merasakan tinggal di salah satu kota di Belanda, jantung Eropa, ketika Indonesia pada masa itu bahkan belum bernama Indonesia. Masih Hindia Belanda dengan kondisi yang masih hutan-hutan dan belum merdeka serta kondisi terjajah.

Seandainya mereka terpikat dan tidak mau pulang dari Belanda, maka sampai hari ini mungkin kita masih belum merdeka. Nasionalismelah yang memanggil mereka untuk pulang memerdekakan Indonesia. Malulah sama BJ Habibie yang bahkan sudah jadi pejabat di Jerman namun masih mau pulang untuk Indonesia padahal beliau kuliah tidak pakai beasiswa negara.

Pemerintah Indonesia sesungguhnya sudah sangat lunak dengan memberi kesempatan untuk tidak langsung pulang, namun diberi kelonggaran enam bulan dan bahkan lebih lama untuk yang bekerja di tempat-tempat riset dan untuk menyelesaikan segala sesuatunya yang masih belum selesai di tempat kuliah.

Kita semua sangat mendukung sanksi yang akan diberikan jika mereka yang 413 ini tidak kembali yaitu pengembalian uang beasiswa. Hal ini lebih fair dan bisa memberikan efek pembelajaran kepada calon-calon penerima beasiswa LPDP ke depan. Apapun alasannya, jika dibiarkan para penerima beasiswa LPDP selanjutnya akan mencontoh yang 413 orang ini, bahwa tidak kembali juga tidak mengapa.

Sekali lagi, malulah dengan personal statement yang telah kalian buat, begitu bersemangat, begitu menggebu-gebu. "Saya akan memajukan Indonesia dengan ilmu yang saya terima. Saya juga akan mengabdikan diri ke Indonesia pasca melanjutkan studi. Saya sangat berharap saya akan mendapat beasiswa ini, karena saya bukanlah orang mampu yang bisa membiayai kuliah saya dengan dana pribadi."

Indonesia masih sangat membutuhkan kalian. Ada 37 provinsi yang siap menampung kepulangan kalian para cerdik cendekia. Pendidikan kita masih tertatih-tatih dan selalu menjadi peringkat terbawah baik pendidikan tinggi dan menengah. Peringkat PISA kita selalu sepuluh terbawah sejak tahun 2000 sampai 2018 kemarin. Ada banyak yang bisa kalian lakukan dan sumbangkan untuk memperbaiki pendidikan Indonesia dan memajukan bumi pertiwi.

Lihat dan berkacalah kepada Menteri Pendidikan kita yang milenial, Nadiem Makarim --beliau tamatan Harvard, kalau mau banyak perusahaan asing di luar negeri yang dengan senang hati mau menerima beliau. Gojek bersinar di tangan beliau. Beliau memilih pulang ke Indonesia. Gemerlap Boston tidak meluluhkan nasionalismenya sebagai warga negara Indonesia.

Harapan masyarakat, uang yang begitu besar yang telah kalian pakai untuk kuliah di kampus-kampus kelas dunia bisa berguna untuk Indonesia, bukan hanya sekadar mengangkat nasib pribadi kalian. Pulanglah, sebab nasionalisme terlalu murah jika hanya ada dalam sepiring nasi.

Waode Nurmuhaemin doktor manajemen pendidikan

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads