Dalam sejarah, dua orang Eropa pertama memasuki pedalaman Minangkabau dari arah yang berbeda. Pertama Thomas Dias dari Timur pada 1684, seorang Portugis agen VOC Belanda. Kemudian Thomas Stamford Raffles dari pantai Barat pada 1818, negarawan Inggris peletak asas Singapura modern. Meskipun orang Prancis Jean Parmentier dipandang sebagai yang pertama mengunjungi Sumatera Barat pada 1529, dia hanya mengunjungi pantainya.
Pedalaman Minangkabau dan Kerajaan Pagaruyung bagi orang Eropa pada masa lalu abad ke-16, 17, dan 18 ibarat tanah mistis yang penuh misteri. Pengaruhnya terasa di seluruh Sumatera dan Semenanjung Malaya, tapi tidak ada yang tahu persis di mana sebenarnya dan bagaimana kekuatan kerajaan tersebut. Hasil-hasil tambangnya menuju ke pantai Timur via sungai-sungai sampai ke Malaka dan ke pantai Barat melalui jalur darat sampai ke pelabuhan-pelabuhan seperti Padang, Pariaman, Tiku, dan Pesisir Bandar X. Dari sana, emas terutama menjadi barang dagangan utama yang berasal dari ratusan bahkan ribuan tambang di wilayahnya. Komoditas pertanian seperti lada, kopi, dan rempah-rempah juga dicari para pedagang luar negeri.
Hal yang sangat menguntungkan dari kunjungan Thomas Dias dan Raffles adalah sumber tertulis dari tangan pertama oleh pelaku perjalanan dan masih bisa diakses sampai sekarang. Seperti disampaikan oleh Timothy P. Barnard, Thomas Dias meninggalkan catatan perjalanan dalam bentuk laporan yang ditulis pada September 1684 kepada Gubernur Jenderal VOC di Malaka yang memang dikuasai kompeni Belanda tersebut pada 1641-1824. Sementara itu, Raffles dengan surat-surat ekstensifnya bercerita tentang kisah perjalanannya itu, dan terekam dalam karya memoir yang ditulis oleh jandanya, Lady Sophia Hull Raffles. Sehingga, membandingkan antara kedua perjalanan tersebut bisa dikatakan perbandingan dua memori langsung dari pelaku perjalanan itu sendiri.
Dari segi pelaku perjalanan, Thomas Dias seorang Portugis agen VOC di Malaka, perantara kompeni dengan para pemimpin dan pedagang pribumi. Kepentingan penjelajahannya lebih terkait dengan pekerjaannya tersebut sehingga bisa dikatakan sifat perjalanannya lebih kepada komersial daripada politis. Raffles dalam sejarah tidak hanya terkenal sebagai negarawan Inggris dengan jabatan Letnan Gubernur Hindia Belanda dan Bengkulu, tapi juga pendiri Singapura modern, memerintahkan ekspedisi penemuan Candi Borobudur, penemu sejumlah spesies tanaman yang dikaitkan dengan namanya serta inskripsi-inskripsi kuno di Jawa dan Sumatera.
Rute yang diambil Thomas Dias ke Minangkabau via Sungai Siak melalui kapal Belanda, lalu ke Patapahan, dan ditemani para pengikutnya serta sejumlah orang lokal Patapahan dengan total 37 orang melewati kawasan hutan perawan. Mereka tidak mengambil jalur yang lazim dilalui karena khawatir pemimpin-pemimpin pribumi pada negeri-negeri yang dilewati akan menghambat perjalanan mereka. Karena itu, perjalanan mereka melalui kawasan dengan binatang buas, sungai-sungai lebar, rawa, bukit-bukit terjal selama berhari-hari. Namun, jalan pulang mereka kembali melewati jalur biasa karena ditemani salah seorang bangsawan Pagaruyung: melalui Luca (Silukah) di tepi sungai Quantam (Kuantan), Maranty (Menganti), Sunipo (Sumpur), Ungam (Ungan), Madiangem, Air Tanam, Pancalan Serre (Pangkalan Serai), Turusan, Catobaro, dan sejumlah negeri-negeri lain hingga ke Ajer Tiris. Dari sana ke Patapahan lagi dan Siak.
Sementara itu, Raffles pada 17 Juli 1818 mengambil jalur berangkat dan pulang yang juga berbeda. Rombongannya pergi dari Muaro ke Lubuk Begalung dan Air Manis, terus naik turun bukit melewati hutan sampai Gantung Ciri, terus ke Salayo, Saniang Baka, Singkarak lanjut ke Pagaruyung dan sekitarnya. Dia sampai pada 21 Juli berhubung banyak tempat yang disinggahi. Rute pulang melewati Paninggahan, Gedung Papan, Sambung, Pinang dan Koto Tengah. Dalam catatannya, Raffles mengatakan bahwa rute pergi dan rute pulang yang dilalui tersebut tidak mudah, banyak sungai kecil yang diseberangi, bergantung di akar-akar pohon, rawa-rawa dalam serta cuaca yang luar biasa panas untuk orang Eropa.
Tujuan perjalanan kedua orang Eropa tersebut pada dasarnya sama, untuk membuka hubungan dengan Kerajaan Pagaruyung dan mengetahui situasi pedalaman Minangkabau. Wajar istana kerajaan menjadi tempat kunjungan prioritas. Namun, ada perbedaan yang sangat signifikan. Istana Pagaruyung yang dikunjungi dua orang tersebut tidak sama. Thomas Dias mengunjungi istana tersebut yang lokasinya tidak terlalu jauh dari daerah Nugam (Ngungun) dan Luca (Silukah), sekarang di Kabupaten Sijunjung.
Thomas Dias disambut oleh seremonial mewah kerajaan dengan ribuan pengawal dan pengiring istana, yang membuktikan kejayaan Pagaruyung masa lampau, sedangkan Raffles hanya disambut sekadarnya oleh belahan Raja Pagaruyung, Tuan Gadis. Istana besar Pagaruyung yang dilihat Raffles hanya puing-puing yang telah dihancurkan oleh kaum Paderi yang terus menerus melakukan konfrontasi sejak akhir abad 18. Bekas istana yang terletak di lereng bukit yang disebut Gunung Bungsu itu telah dipenuhi ilalang, tapi batu-batu, tempat pemandian, puing-puing bangunan masih bersaksi lirik akan kemegahan dan keindahannya di masa lampau.
Mengapa berbeda dan apakah istana Pagaruyung pindah dari Sijunjung ke Tanah Datar dalam periode antara abad ke-17 ke 19 tersebut? Masih belum terjawab pasti. Dalam kesempatan kunjungannya, Thomas Dias bisa bicara langsung beberapa kali dengan Sultan Pagaruyung. Sultan mengatakan bahwa dia adalah orang Eropa Nasrani pertama yang mengunjungi istananya. Namun, kelebihan Raffles adalah kunjungannya juga sarat nuansa intelektual, "an account of discoveries", mencari flora, fauna, bebatuan unik kawasan tersebut serta peninggalan-peninggalan sejarah lampau seperti prasasti dan inskripsi kuno. Dia membawa teman peneliti, Dr. Horsfield, dan banyak kuli yang siap mengangkut apa pun yang akan diteliti. Minat Raffles tersebut sesungguhnya menjadi pionir bagi penelitian-penelitian Eropa selanjutnya tentang alam dan sejarah Sumatera Barat.
Mengenai hasil yang diperoleh kedua tokoh Eropa tersebut cukup signifikan. Thomas Dias berhasil meraih kepercayaan Sultan Minangkabau, sehingga dia diberikan surat resmi dengan cap kerajaan yang menyatakan bahwa VOC dapat berdagang bebas di pelabuhan Siak, Patapahan dan Inderagiri yang merupakan milik Pagaruyung, meskipun Johor sedang berusaha meluaskan pengaruh di sana. Bahkan, dia juga diberi gelar Orang Kaya Saudagar Raja serta dititipkan hadiah-hadiah untuk Gubernur VOC di Malaka seperti kuda. Orang Portugis tersebut juga membuat laporan singkat daerah-daerah yang dilaluinya, sejumlah di antaranya seperti Luca (Silukah), Maranty (Menganti), Ungaan (Ungan), Mandy Argam (Mandi Angin) disebut kaya akan emas.
Raffles juga berhasil. Sejumlah spesies tanaman dan hewan, batu-batu mulia, salinan inskripsi kuno, temuan prasasti-prasasti dan makam-makam kuno menambah khasanah perbendaharaan ilmiahnya. Kontak dengan belahan Sultan Pagaruyung juga telah dilakukan dan bahkan dalam pertemuan di beberapa tempat dengan sejumlah pimpinan pribumi, mereka sepakat mendukung Inggris secara lisan dan tertulis untuk tetap di Padang dan sekitarnya dengan tidak menyerahkan kekuasaan Sumatera kepada Belanda sebagaimana direncanakan.
Menurut penulis Belanda kemudian, EB Kiesltra (dalam Sumatra's Westkust van 1819-1825 terbit 1887 dalam Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsh-Indiรซ), Raffles juga berupaya melakukan kontak dengan pimpinan Paderi yang sedang berperang dengan kaum adat khususnya kaum bangsawan Pagauruyung, tapi tidak membawa hasil yang berarti. Namun atas desakan penduduk, Raffles bersedia meninggalkan sejumlah pasukan di Simawang untuk menempati satu pos di Simawang.
Dalam kisah perjalanan Thomas Dias dan Raffles tidak ragu lagi banyak kekaguman terhadap kekayaan wilayah dan kejayaan pedalaman Minangkabau. Thomas Dias yang sebenarnya mengunjungi bagian pedalaman Minangkabau yang renggang penduduk terpesona akan kemegahan istana Pagaruyung dan jumlah para prajuritnya serta emas yang melimpah terdapat pada desa-desa yang dilewati. Dan Raffles tidak menyangka pedalaman Minangkabau begitu padat penduduk, perkiraannya melebihi satu juta orang. Salah satu yang tidak diduga Raffles adalah kapal-kapal besar di danau Singkarak yang mampu mengangkut lebih dari 100 orang, satu bukti bahwa orang Minangkabau pedalaman juga berbakat dalam membuat kapal bermutu.
Raffles pernah bermimpi untuk menjadikan Minangkabau sebagai landasan pusat pemerintahan di Sumatera, menghubungkan pesisir Barat dan Timur hingga Utara dan Selatan, mengingat Kerajaan Pagaruyung masih sangat disegani dan diakui kekuasaannya di seluruh pulau itu bahkan sampai ke Semenanjung Malaya. Dia bercita-cita Sumatera akan menjadi jaya kembali secara politik dan ekonomi di bawah pengaruh Inggris. Namun, sejarah berkata lain, Sumatera tidak pernah jadi entitas yang "bersatu", Belanda yang berpusat di Batavia hanya menyebutnya bagian dari buiten-bezittingen (pendudukan luar --luar Jawa dan Madura maksudnya). Meskipun demikian, sama seperti Thomas Dias dan Raffles, bagi kolonial Belanda Minangkabau tetap jadi satu daerah terpenting, terindah dan terkaya di Nusantara yang dikuasainya.
Novelia Musda ASN Kanwil Kemenag Sumbar, alumnus MA Islamic Studies Universiteit Leiden
Simak juga 'Cerita Vino G Bastian Kursus Bahasa Minang Demi Film 'Buya Hamka'':
(mmu/mmu)