Sebagai lembaga yang diberikan kewenangan atributif dari Undang-Undang Pemilu dan didukung anggaran memadai, desain tata kelola pengawasan Bawaslu harus selalu disempurnakan berdasarkan evaluasi pemilu sebelumnya, bahkan perlu dilakukan pada setiap tahapan pemilu. Ritme keserentakan pemilu yang dinamis membutuhkan tata kelola pengawasan pemilu yang ajek dari segi dasar hukum kepemiluan, adaptif dengan segala perubahan teknis tahapan, fleksibel menghadapi problematika di lapangan, dan antisipatif atau tanggap berdasarkan pemetaan kerawanan yang komprehensif dan akurat.
Tata kelola pengawasan pemilu juga mesti responsif terhadap segala laporan dan temuan dugaan pelanggaran pemilu serta partisipatif dan kolaboratif untuk melibatkan masyarakat dan stakeholder dalam proses pengawasan. Dalam Peraturan Bawaslu Nomor 5 Tahun 2022 Tentang Pengawasan Penyelenggaraan Pemilu, pengawasan pemilu diartikan sebagai segala upaya untuk melakukan pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran pemilu dan sengketa proses pemilu yang bertujuan memastikan persiapan dan pelaksanaan pemilu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dari definisi di atas terlihat pengawasan pemilu menitikberatkan pada upaya pencegahan dan penindakan dengan tujuan memastikan siklus pemilu yang dimulai sejak persiapan hingga pelaksanaannya sesuai ketentuan perundang-undangan. Upaya pencegahan dioptimalkan sebagai langkah pertama dan utama agar tidak terjadi pelanggaran pemilu dan sengketa proses pemilu. Jika pelanggaran dan sengketa proses tetap terjadi maka langkah penindakan segera dilakukan dengan tegas. Oleh karena itu secara fundamental keseluruhan tata kelola pengawasan berpedoman pada semangat pencegahan dan penindakan.
Perencanaan Pengawasan
Tata kelola pengawasan pemilu dimulai dari tahap perencanaan pengawasan, pengorganisasian pengawasan, pelaksanaan pengawasan, dan evaluasi hasil pengawasan. Masa perencanaan pengawasan terdiri dari perencanaan program dan anggaran lembaga, penyusunan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP), evaluasi dan pemberian saran terhadap penyusunan Peraturan KPU dan kebijakan teknis KPU, penyusunan Peraturan Bawaslu, penyusunan kalender dan alat kerja pengawasan, serta pemetaan stakeholder yang akan dilibatkan dalam kerjasama dan kolaborasi pengawasan tahapan yang dilandasi oleh Memorandum Of Understanding (MoU) dan/atau perjanjian kerja sama.
Tata kelola pengawasan pemilu juga mesti responsif terhadap segala laporan dan temuan dugaan pelanggaran pemilu serta partisipatif dan kolaboratif untuk melibatkan masyarakat dan stakeholder dalam proses pengawasan. Dalam Peraturan Bawaslu Nomor 5 Tahun 2022 Tentang Pengawasan Penyelenggaraan Pemilu, pengawasan pemilu diartikan sebagai segala upaya untuk melakukan pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran pemilu dan sengketa proses pemilu yang bertujuan memastikan persiapan dan pelaksanaan pemilu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dari definisi di atas terlihat pengawasan pemilu menitikberatkan pada upaya pencegahan dan penindakan dengan tujuan memastikan siklus pemilu yang dimulai sejak persiapan hingga pelaksanaannya sesuai ketentuan perundang-undangan. Upaya pencegahan dioptimalkan sebagai langkah pertama dan utama agar tidak terjadi pelanggaran pemilu dan sengketa proses pemilu. Jika pelanggaran dan sengketa proses tetap terjadi maka langkah penindakan segera dilakukan dengan tegas. Oleh karena itu secara fundamental keseluruhan tata kelola pengawasan berpedoman pada semangat pencegahan dan penindakan.
Perencanaan Pengawasan
Tata kelola pengawasan pemilu dimulai dari tahap perencanaan pengawasan, pengorganisasian pengawasan, pelaksanaan pengawasan, dan evaluasi hasil pengawasan. Masa perencanaan pengawasan terdiri dari perencanaan program dan anggaran lembaga, penyusunan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP), evaluasi dan pemberian saran terhadap penyusunan Peraturan KPU dan kebijakan teknis KPU, penyusunan Peraturan Bawaslu, penyusunan kalender dan alat kerja pengawasan, serta pemetaan stakeholder yang akan dilibatkan dalam kerjasama dan kolaborasi pengawasan tahapan yang dilandasi oleh Memorandum Of Understanding (MoU) dan/atau perjanjian kerja sama.
Perencanaan program kegiatan yang tertuang dalam dokumen rencana kerja dan anggaran Bawaslu disesuaikan dengan mekanisme dan jadwal pengawasan tahapan pemilu. Di dalam rencana kerja dicantumkan inovasi-inovasi pengawasan baik melalui kegiatan-kegiatan formal dan informal yang melibatkan masyarakat serta digitalisasi pengawasan pemilu. Selain itu giat supervisi, monitoring, dan evaluasi berdasarkan kebutuhan riil kerja pengawasan beserta skala prioritas pencegahan dan penindakan.
Pemetaan kerawanan pelanggaran pemilu melalui IKP menjadi bagian penting perencanaan pengawasan disebabkan proses penyusunannya yang melibatkan seluruh jajaran Bawaslu di daerah. IKP menjadi alat deteksi dini sekaligus mitigasi segala bentuk kerawanan pelanggaran pemilu. IKP disusun berdasarkan instrumen yang diisi oleh Bawaslu di daerah dan data-data hasil pengawasan serta evaluasi pengawasan pemilu dan pemilihan sebelumnya. Data-data tersebut nantinya diolah menjadi data kuantitatif untuk mengukur sejauh mana kerawanan tahapan dan non tahapan pemilu berdasarkan dimensi-dimensi IKP.
Sesuai Pasal 145 UU nomor 7 Tahun 2017 bahwa dalam melaksanakan pengawasan pemilu, Bawaslu membentuk Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) dan menetapkan Keputusan Bawaslu. Perbawaslu sebagai Peraturan Perundang-undangan merupakan landasan utama pelaksanaan pengawasan sehingga pembentukannya berada pada perencanaan pengawasan. Dengan adanya Perbawaslu sebelum tahapan berjalan akan memperkuat konsolidasi pengawasan seluruh jajaran Bawaslu.
Perencanaan Pengawasan tahapan selanjutnya dilakukan melalui penyusunan kalender pengawasan yang merujuk pada jadwal, program, dan kegiatan tahapan pemilu sebagaimana PKPU atau Keputusan KPU. Kalender pengawasan memuat penjadwalan langkah-langkah pencegahan pada waktu sebelum tahapan pemilu dilaksanakan, jadwal pengawasan melekat dan penindakan menimbang adanya dugaan pelanggaran dan sengketa proses.
Menurut Perbawaslu Nomor 5 Tahun 2022 selain kalender pengawasan dibutuhkan alat kerja pengawasan dan peraturan perundang-undangan, pedoman atau petunjuk teknis pengawasan melalui Surat Keputusan dan Surat Edaran. Alat kerja merupakan alat kelengkapan yang dibawa oleh pengawas di lapangan.
Alat kerja membantu mengarahkan fokus pengawasan terhadap setiap objek pengawasan dan tata cara prosedur meliputi aspek kepatuhan prosedur, ketepatan waktu, kelengkapan, dan keabsahan dokumen. Penyusunan alat kerja disusun berdasarkan pemetaan kerawanan melalui IKP dan regulasi terkait yakni Undang-Undang Pemilu, PKPU, dan Perbawaslu. Sehingga dalam fase perencanaan, penyusunan alat kerja mesti dibuat secara sederhana dan aplikatif sesuai dengan kondisi di lapangan.
Sama halnya dengan alat kerja, pedoman dan petunjuk teknis pengawasan baik dalam bentuk Surat Keputusan maupun Surat Edaran dibuat secara komprehensif mencakup seluruh aspek pengawasan dan kerawanan yang ada di regulasi maupun hambatan teknis lainnya yang dapat terjadi di lapangan. Catatan kritis dalam fase ini bahwa sedari awal Bawaslu harus berkoordinasi intensif dengan KPU perihal penyusunan PKPU dan segala aturan turunannya yang memuat pedoman teknis tahapan.
Perlu disepakati pula dokumen/data dan informasi apa saja yang dapat diberikan kepada Bawaslu terkait kepentingan pengawasan agar PKPU dan pedoman teknis mengakomodasi seluruh aspek teknis dan hambatan di lapangan. Bawaslu memberikan saran dan pertimbangan ihwal segala kendala teknis di lapangan yang harus diatur dalam PKPU dan tata laksana tahapan pemilu lainnya.
Melihat fakta yang terjadi pada tahapan verifikasi faktual partai politik Pemilu 2024, banyak aspek pengaturan baru yang tidak terdapat dalam PKPU namun justru diatur dalam pedoman teknis Keputusan KPU, surat edaran, dan surat dinas yang diterbitkan di tengah-tengah tahapan berlangsung. Contohnya klarifikasi melalui video call, penggunaan Kartu Tanda Anggota (KTA) Partai Politik digital, adanya masa pengulangan verifikasi faktual bagi anggota parpol yang KTA-nya belum tersampaikan oleh partainya. Kemudian dengan pertimbangan kendala geografis, transportasi, dan bencana alam, verifikasi dapat melalui rekaman video. Parpol juga dapat menghadirkan anggotanya di kantor partai tingkat kecamatan dan kelurahan.
Potensi masalah yang muncul ialah tidak optimalnya internalisasi dan sosialisasi aturan baru ini ke jajaran KPU dan Bawaslu serta stakeholder. Akibatnya, terjadi kesalahan prosedur oleh tim verifikator yang belum mengetahui dan memahami aturan baru, selain itu antara pelaksana dan pengawas tidak memiliki kesamaan persepsi dan terjadi kesalahpahaman di lapangan. Pelanggaran administrasi bisa saja terjadi.
Masalah hukum selanjutnya mengenai hierarki peraturan perundang-undangan di mana aturan teknis bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya. Alangkah baiknya jika KPU menyusun PKPU dan pedoman teknis secara menyeluruh dengan melihat dan mengantisipasi problematika di lapangan serta diterbitkan sebelum tahapan dimulai.
Bawaslu melalui standar tata laksana pengawasan segera menyesuaikan dengan segala aturan dan prosedur KPU. Bawaslu dalam perencanaannya juga perlu memetakan mitra lembaga/stakeholder yang kewenangannya bersinggungan dengan tahapan pemilu untuk segera dilakukan nota kesepahaman dan perjanjian kerjasama dalam rangka pengawasan pemilu.
Pengorganisasian Pengawasan
Pengorganisasian pengawasan berkaitan dengan pembagian tugas dan peran yang jelas, pola koordinasi/komunikasi seluruh jajaran Bawaslu, proses supervisi, pembinaan, dan asistensi secara berjenjang dimulai dari Bawaslu RI, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, dan Pengawas TPS. Dalam fase ini pentingnya konsolidasi internal kelembagaan Bawaslu dari berbagai aspek. Pertama, pengoordinasian dan pengendalian pengawasan oleh Ketua/anggota atau koordinator divisi yang ditunjuk sebagai penanggung jawab pengawasan tahapan tertentu.
Kedua, penguatan kapasitas internal sumber daya manusia jajaran Bawaslu sampai ke level pengawas ad hoc termasuk di dalamnya jajaran kesekretariatan. Ketiga, proses pengadministrasian, pengelolaan dan pengarsipan data hasil pengawasan termasuk laporan hasil kinerja pengawasan yang disampaikan secara berjenjang kepada pengawas setingkat di atasnya secara periodik atau berdasarkan kebutuhan.
Dibutuhkan sistem pelaporan cepat dan berjenjang yang juga akan dipublikasikan sebagai bentuk akuntabilitas lembaga. Data hasil pengawasan sangat penting demi kebutuhan pembuktian di persidangan dan menjadi fakta pengawasan yang menegaskan eksistensi Bawaslu. Keempat, penguatan relasi sinergis antara sekretariat dan komisioner. Kesinergian sekretariat-komisioner menjadi penentu keberhasilan pelaksanaan program/kegiatan pengawasan.
Pelaksanaan Pengawasan
Indikator pelaksanaan pengawasan menyesuaikan dengan perencanaan pengawasan yang sudah disusun sebelumnya. Pelaksanaan pengawasan melalui strategi pencegahan menjadi prioritas. Merujuk pada perencanaan pengawasan lewat program/kegiatan yang telah ada, diketahui beberapa bentuk dan jenis kegiatan pencegahan seperti pemetaan kerawanan, sosialisasi, rapat koordinasi, peningkatan partisipasi masyarakat, kerja sama, dan publikasi.
Mengantisipasi adanya pelanggaran, Bawaslu berdasarkan IKP wajib memberikan imbauan kepada KPU dan peserta pemilu pada setiap tahapan dan sub tahapan pemilu. Bawaslu di berbagai tingkatan harus memiliki kepekaan yang tinggi terhadap segala potensi pelanggaran yang muncul di setiap tahapan pemilu. Insting pengawas terhadap potensi pelanggaran pemilu adalah bagian inti dari semangat pencegahan. Jika terdapat suatu kerawanan yang muncul tanpa perencanaan sebelumnya, dengan sigap pengawas pemilu harus segera memberikan imbauan, peringatan dan saran perbaikan kepada KPU dan peserta pemilu.
Menurut Perbawaslu 5/2022 pelaksanaan pengawasan terdiri dari; pertama, pengawasan secara langsung dengan memastikan seluruh tahapan pemilu dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, memastikan kelengkapan, keabsahan, kebenaran, dan keakuratan dokumen yang menjadi objek pengawasan dalam setiap tahapan pemilu, melakukan penelusuran awal informasi dugaan pelanggaran.
Kedua, melakukan pencegahan pelanggaran dan sengketa proses pemilu. Ketiga, membuat analisis hasil pengawasan. Keempat, menentukan ada tidaknya unsur dan jenis pelanggaran. Kelima, melakukan penindakan pelanggaran pemilu. Keenam, melakukan penyelesaian sengketa proses pemilu.
Saat melakukan pengawasan secara langsung/aktif dan melekat maka segala kelengkapan atribut pengawas dan dokumen harus terpenuhi seperti id card, surat tugas, dan alat kerja. Pengawas pemilu mengamati, mengkaji, memeriksa, menilai proses tahapan teknis pemilu sesuai atau tidak dengan regulasi yang ada.
Pengawas menuangkan segala bentuk aktivitas hasil pengawasan ke dalam Formulir Model A. Hasil Pengawasan. Sewaktu pengawasan diketahui KPU melakukan kesalahan administratif maka pengawas segera memberikan saran perbaikan. Jika saran perbaikan tidak kunjung dilaksanakan maka akan dicatat sebagai temuan. Pengawas dapat menelusuri suatu informasi dugaan pelanggaran jika diperlukan.
Adapun terdapat temuan maupun laporan dugaan pelanggaran pemilu, maka segera ditindaklanjuti dengan proses penanganan dan penindakan pelanggaran berdasarkan hukum acara yang diatur melalui Perbawaslu. Dalam proses ini pengawas pemilu membuktikan terpenuhi atau tidak unsur dan jenis pelanggaran tersebut. Apakah termasuk jenis pelanggaran administrasi, pidana atau kode etik yang kemudian ditindaklanjuti berdasarkan Perbawaslu.
Selanjutnya apabila terjadi sengketa proses, Bawaslu berwenang memeriksa dan memutus sengketa proses pemilu. Proses penyelesaian sengketa di Bawaslu diawali dengan proses mediasi atau musyawarah dan mufakat yang dilanjutkan dengan adjudikasi dalam hal tidak tercapai kesepakatan.
Evaluasi Hasil Pengawasan
Tahap terakhir ini menjadi ajang refleksi dan pembenahan internal dalam kapasitas organisasional, kinerja pengawasan, dan hasil pengawasan itu sendiri. Proses evaluasi dimulai dari menaksir sejauh mana kapasitas struktur kelembagaan Bawaslu hingga Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS). Bagaimana fungsi koordinasi pengawasan secara berjenjang dari Bawaslu RI, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Desa/Kelurahan dan PTPS berjalan. Mulai dari Pola relasi struktural hingga fungsi kelembagaan masing-masing akan ditinjau dari aspek efektivitas, efisiensi, dan produktivitas dalam menunjang pengawasan pemilu.
Selanjutnya apakah jajaran pengawas pemilu sudah melakukan mekanisme kerja pengawasan dan kelembagaan berdasarkan prosedur atau tidak. Belum lagi jika ada pelanggaran kode etik oleh jajaran pengawas, maka hal ini patut diperhatikan bagaimana proses pembenahan ke depan seperti internalisasi regulasi, budaya kerja dan nilai-nilai etik seorang pengawas. Bahasan penting lainnya ialah jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) pengawas di level ad hoc yang sangat minim dan tidak mampu mengimbangi jajaran badan ad hoc KPU yang berjumlah lebih banyak. Kondisi ini berdampak pada efektivitas pengawasan di lapangan.
Evaluasi dari segi kinerja dan hasil pengawasan mengacu kepada tindakan pencegahan, penindakan, dan strategi pengawasan serta inovasi-inovasi digital lainnya yang dilakukan Bawaslu. Faktor awal yakni kesesuaian pelaksanaan program kerja pengawasan dengan perencanaan pengawasan yang ada. Lalu sejauh mana dan seberapa efektif kerja-kerja Bawaslu tersebut agar pelaksanaan pemilu benar-benar berlangsung sebagaimana mestinya sesuai asas luberjurdil.
Berbagai upaya pencegahan baik dari kerja teknis pengawasan Bawaslu dan pemberdayaan masyarakat sebagai relawan/kader pengawas pemilu kemudian kerja sama/kolaborasi dengan stakeholder apakah berjalan optimal untuk meminimalisasi pelanggaran pemilu. Lalu apakah penindakan Bawaslu memberikan rasa adil bagi setiap orang yang hak konstitusionalnya dilanggar. Termasuk melindungi dan memulihkan hak-hak warga negara yang pada saat pemilu diciderai. Tatkala timbul dinamika atau potensi pelanggaran terbaru dan tidak ada dalam perencanaan pengawasan, maka periode selanjutnya harus segera disesuaikan dan difasilitasi dengan matang.