Kanker dan Dilema Wanita

ADVERTISEMENT

Kolom

Kanker dan Dilema Wanita

Yayu Nidaul Fithriyyah - detikNews
Senin, 06 Feb 2023 15:10 WIB
Yayu Nidaul Fithriyyah (Foto: dok. pribadi)
Jakarta -

Hari Kanker Sedunia yang diperingati setiap tanggal 4 Februari hendaklah dijadikan momentum untuk membangkitkan kesadaran tentang betapa pentingnya memberikan atensi lebih terhadap sosok penyakit kanker.

Kanker selalu menjadi momok penyakit yang menakutkan, sebuah penyakit chastropic berbiaya tinggi, lekat dengan aroma kematian. Betapa tidak? Bayangkan orang yang sehari-harinya terlihat sehat, begitu memeriksakan diri ke rumah sakit, dokter memvonisnya dengan kanker stadium 4, dengan prediksi usia tidak lebih dari 6 bulan misalnya, hal ini membuat psikologis pasien bagai disambar petir di siang bolong.

Stadium 4 adalah istilah medis untuk menggambarkan tingkatan kanker yang sudah sangat parah, kanker sudah meluas dan menyebar ke organ lain (metastasis). Berdasarkan Data kemenkes 2022, kanker payudara mendapatkan predikat nomor satu sebagai penyakit kanker paling banyak terjadi di Indonesia, disusul nomor dua adalah kanker serviks (leher rahim). Predikat duet kombo yang sangatlah getir.

Serba Sulit

Data statistik menunjukkan, terdapat kasus kanker payudara sejumlah 65.858 kasus dan kanker leher rahim 36.633 kasus (Globocan, 2020). Kedua jenis kanker tersebut lekat tersemat dalam sosok wanita. Menurut International Agency for Research on Cancer (IARC) diperkirakan bahwa satu di antara delapan wanita yang terkena kanker akan meninggal.

Penyakit kanker terjadi karena sel tubuh mengalami replikasi secara terus menerus tidak pada tempatnya (berdiferensiasi), jadi seolah-olah sel abadi (immortal). Istilah lain dari kanker adalah tumor ganas (maligna)

Menurut Yayasan Kanker Indonesia (YKI), di antara penyebab tingginya kasus kanker di Indonesia adalah kondisi lingkungan yang terus menghasilkan bahan karsinogenik, seperti rokok, zat kimia, radiasi, virus, hormon, dan iritasi kronis. Penyebab lain yang juga mempengaruhi adalah faktor gaya hidup.

Manusia secara kodrat tidak bisa menghindar dalam memilih gender, jadi begitu dilahirkan menjadi seorang Wanita otomatis "nrimo" dengan segala kondisinya. Anatomi tubuh wanita memiliki organ yang tidak sama seorang pria, seperti memiliki payudara, rahim, dan serviks.

Wanita dengan kondisi tidak punya anak berpotensi kanker, wanita banyak anak berpotensi kanker, wanita menstruasi dini berpotensi kanker, menopause terlambat berpotensi kanker. Posisi dan kondisi yang dihadapi wanita seperti ini menjadi serba sulit.

(Tidak) Ada Gejala

Pada saat pasien memeriksakan diri ke rumah sakit sekitar 70-80% kanker sudah masuk dalam stadium lanjut. Banyak penderita kanker serviks saat ditanya petugas medis terkait gejala yang dirasakan mengaku tidak merasa ada gejala. Saat ditanya kembali, apa benar tidak ada gejala --keputihan, misalnya? Jawabnya, ada keputihan, tapi cuma sedikit.

Keputihan memang tidak selalu menjadi kanker, tapi pasien dengan kanker serviks hampir selalu muncul tanda keputihan. Pun begitu dengan penderita kanker payudara tidak sadar bahwa jauh-jauh hari sudah ada tanda benjolan yang muncul meskipun berukuran kecil. Kanker serviks dan kanker payudara dalam perjalanan prosesnya lama, jadi bisa dideteksi.

Deteksi Dini

Kesadaran kaum wanita dalam deteksi dini sangatlah rendah, padahal ini sangatlah penting untuk menemukan lebih cepat kanker, sehingga bisa mengurangi morbiditas dan mortalitas. Banyak dari kita yang masih kurang pengetahuan, takut jika ketemu dokter, menyepelekan karena merasa tidak ada gejala, faktor ekonomi, faktor rasa malu, dan lain-lain.

Kalau kita aware, kita bisa dengan mudah merasakan keanehan pada tubuh kita, bisa dengan melakukan inspeksi (dilihat/diamati) dan juga palpasi (perabaan).

Kasus kanker serviks sebenarnya sangat berpeluang bisa dicegah secara dini. Kanker serviks itu penyebabnya 99% virus HPV (Human Papilloma Virus) yang masuk melalui organ dalam wanita. Yang paling mematikan dari kanker serviks ini adalah kanker indung telur/ovarium. Kabar baiknya, kanker ini sudah ada vaksinnya. Vaksin terbaik diberikan pada wanita sejak usia belasan tahun, pada orang yang sehat, asimptomatik (tidak bergejala), dan orang dengan risiko tinggi. Pemberian vaksin pada orang usia tua efektivitasnya akan semakin menurun.

Menjaga kebersihan organ intim juga penting, tapi bukan berarti melakukan aktivitas yang aneh-aneh, misal ratus vagina, pakai pembalut herbal, pakai wangi-wangian dengan maksud agar organ intim bersih. Itu salah, justru akan membuat kemampuan organ intim yang awalnya mempunyai kemampuan alami melawan virus menjadi rentan dan lemah karena adanya perubahan.

Sebesar 85% kanker diperkirakan akibat dari gaya hidup yang tidak sehat. Salah satu upaya pemerintah untuk pencegahan kanker adalah dengan fokus pada intervensi perubahan perilaku melalui penerapan hidup CERDIK (Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin aktifitas fisik, Diet sehat dengan kalori seimbang, Istirahat cukup, dan Kelola stres)

Seringkali kita temukan fenomena masyarakat baru berbondong-bondong memeriksakan diri ke dokter saat ada kasus heboh ada artis/public figure/tokoh yang meninggal karena kanker.

Salah satu tindakan deteksi dini yang paling efektif adalah dengan melakukan screening. Untuk kasus kanker serviks dilakukan dengan cek IVA (Infeksi Visual Asamasetat), pap smear, pemeriksaan HPV, sedangkan untuk kasus kanker payudara screening bisa dilakukan dengan Breast Self Examination atau Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI), Clinical Breast Examination atau Pemeriksaan Payudara Klinis (SADANIS), mamografi, didukung dengan pemeriksaan penunjang USG atau MRI.

Pengobatan dan Kesembuhan

Kanker itu secara definitif tidak bisa dijawab dengan sekadar "bisa sembuh atau tidak bisa sembuh". Analoginya, penyakit kanker ini mirip seperti asma, hipertensi, diabetes. Ada potensi kekambuhan bila tidak dikontrol. Jadi pengobatan penyakit kanker dimaksudkan untuk mengontrol/mengendalikan agar sel kanker tidak meluas sehingga penderita bisa beraktivitas dengan normal kembali.

Pengobatan kanker memakai prinsip pengobatan person secara menyeluruh, meliputi obat-obatan, operasi, kemoterapi, transplantasi, hingga terapi hormon, termasuk psikis/emosional. Setelah pasien menjalani pengobatan, maka akan dicek kembali apakah masih ada keluhan atau gejala lain yang dirasakannya. Kegiatan ini dilakukan berkelanjutan, misal sebulan sekali selama satu tahun penuh. Jika hasilnya bagus, maka akan naik menjadi interval tiga bulanan, kemudian naik enam bulanan, satu tahunan, dan seterusnya. Jika hasilnya secara konsisten bagus, maka dokter akan mengatakan "gejala kanker sudah hilang". Dan, itulah kenapa dokter tidak menggunakan diksi "sembuh total" untuk pasien kanker.

Masih Terseok-Seok

Indonesia yang masuk kategori middle to low country masih terseok-seok dalam mengatasi masalah penyakit kanker. Buktinya apa?

1. Angka kematian masih tinggi

Berdasarkan data Globocan, kasus kanker di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, baik dari angka kasus baru maupun kematiannya. Angka kematian akibat kanker pada 2018 sebesar 207.210 meningkat menjadi 234.511 kasus pada 2020.

2.Cakupan vaksin sangat rendah

Angka cakupan vaksin HPV di Indonesia cuma sekitar 1%, sangat jauh dibandingkan dengan tetangga kita Australia yang sudah mencapai 78%.

3.Orang kaya lebih memilih berobat keluar negeri

Orang kaya di negeri ini masih memilih rumah sakit luar negeri untuk pengobatan kankernya. Terdekat dan tertinggi mereka memilih beberapa rumah sakit yang ada di Singapura. Masih ingatkah, ada mantan presiden kita inisial tiga huruf yang saat divonis kanker berobatnya ke mana? Bukannya dioperasi di Dharmais, tapi justru di Amerika Serikat --ironis!

Yayu Nidaul Fithriyyah dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM

Simak juga 'Berikut Kebiasaan yang Dapat Memicu Kanker':

[Gambas:Video 20detik]



(mmu/mmu)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT