Era biaya haji mahal dimulai tahun 2022. Meskipun naga-naganya sudah terjadi di tahun 2018 ketika Saudi Arabia menyampaikan mengenai Visi Saudi 2030.
Bisa dibayangkan tahun 2022 ketika diumumkan bahwa haji akan terlaksana seperti semula disambut dengan suka cita muslim seluruh dunia. Beberapa hari setelah pengumuman itu, pemerintah Saudi Arabia mengundang para menteri perhajian negara pengirim haji yang besar-besar ke Saudi untuk mendiskusikan kebijakan Saudi yang baru.
Mula-mula dinyatakan bahwa tahun 2022 haji mengundang jemaah dari luar Saudi, namun masih terbatas 50% dari kuota normal. Kemudian disampaikan bahwa kelompok pembimbing muasassah telah ditransformasikan menjadi perusahaan swasta yang lebih profesional dan akuntabel dalam melayani jemaah haji.
Namun setelah itu disampaikan berita mengejutkan bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan tersebut, biaya masyair (kegiatan Arafah-Muzdhalifah-Mina) naik dari 1.531 SAR menjadi 5.656 SAR per jemaah, atau sekitar Rp 5,8 Juta menjadi Rp 21,5 juta per jemaah. Berita itu bak petir disiang hari bolong, dihitung-hitung maka biaya haji regular (BPIH) tiba-tiba naik dari Rp 70 juta menjadi hampir Rp 100 juta per jemaah di tahun 2022.
Pengirim haji di seluruh dunia bergelombang melayangkan protes. Indonesia, Pakistan, Turki, Nigeria, dan negara lain menyampaikan keberatan ke Arab Saudi. Jawaban dari Arab Saudi adalah "tidak bisa dan sudah final". Semua negara akhirnya menerima dan pasrah.
Di Indonesia sendiri waktu itu tampaknya cukup sepi dari pembicaraan karena pemerintah dan DPR menghendaki bahwa tambahan biaya itu ditanggung oleh BPKH. Tentu jemaah haji tidak keberatan. BPKH sendiri tidak memiliki pilihan, kecuali melaksanakan kebijakan tersebut. Apalagi waktu itu, waktu keberangkatan haji sudah sangat mepet dan dengan kuota 50% beban ke BPKH masih dapat diserap dengan dana nilai manfaat yang ada.
Terlepas dari kontroversi mengenai kenaikan biaya masyair di Arab Saudi, sebenarnya buat Indonesia ada peluang investasi yang menggiurkan.
Pada Januari 2023 dalam Forum World Hajj and Umrah Dunia yang digelar di Jeddah, Saudi Arabia mengumumkan peluang investasi strategis, khususnya terkait proyek perhajian dan umrah kepada para investor global. Memang belum semua terlaksana, namun hampir seluruh regulasi, kelembagaan, SDM, pola kerja sama dan objek-objek investasi di Saudi sudah disiapkan.
Arab Saudi juga telah melakukan showcase dan kampanye yang luar biasa dengan mengundang investor strategis mitra-mitranya. Negara-negara Islam yang sudah siap seperti Malaysia, Pakistan, dan Turki. Negara-negara non-muslim juga sangat antusias, termasuk Amerika Serikat dan China.
Dalam salah satu seminarnya, salah seorang pejabat investasi di Arab Saudi menyampaikan penyataan bahwa "Investor lain akan masuk, jika Anda masih menunggu."
"Kami akan melakukan kerja sama investasi dan pelayanan haji dan umrah secara terbuka dan kompetitif. Dalam waktu yang tidak lama lagi, jemaah haji tidak hanya dapat dilayani oleh perusahaan (muasassah) tertentu saja. Tetapi bisa di luar itu secara bebas," demikian ditegaskan sekali lagi.
Dalam urusan bisnis pelayanan haji, umrah, dan wisata di Arab Saudi, hukum dan pertimbangannya jelas, yakni fullus (atau uang). Prospek keuntunganlah yang dijanjikan dalam bisnis proyek perhajian dan umrah. Prospek keuntungan tersebut akan menjadi daya tarik untuk investasi.
Bisa dibayangkan pada 2030 akan ada gelombang haji, umrah dan turis ke Arab Saudi dengan jumlah 100 juta per tahun atau 10 kali lipat dari sekarang. Lipatan jumlah pengunjung ke Saudi adalah lahan bisnis yang sangat menggiurkan. Berapa jumlah pesawat yang keluar masuk Saudi, jumlah hotel yang dibangun, makanan yang harus dimasak, bis transpor yang harus diproduksi, dan seterusnya.
Kota Jeddah juga sedang akan disulap setara dengan Dubai sebagai tempat tujuan wisata muslim modern. Kota Riyadh sedang di tata sebagai pusat keuangan dunia melebihi Abu Dhabi. Bandara akan dibangun di luar Jeddah, Madinah, dan Ryadh. Perjalanan haji bisa dipadatkan yang ritual saja. Bangunan Arafah dan Mina akan ditingkat. Masjidil Haram dan Nabawi akan terus diperluas. Bisa dibayangkan berapa triliun dolar akan digelontorkan.
Travel raksasa kelas dunia, Agoda, dan Airbnb sudah melakukan MoU dengan Arab Saudi, dan diperkirakan akan mendominasi online booking untuk haji dan umrah. Mereka juga ikut membangun dan mengembangkan sistem GDS (Global Distribution Systems), sistem travel global network Saudi Arabia.
Apa investasi yang ditawarkan oleh Saudi dalam eksibisi ini? Minimal ada empat sektor yang ditawarkan kepada investor strategis. Pertama, proyek pelayanan di masyair, meliputi rekonstruksi bangunan, penyediaan tenda permanen, pengembangan hotel, katering makanan siap saja dan penyediaan bus.
Kedua, pembangunan perusahaan manufaktur, meliputi makanan olahan, pabrik bus listrik, pembangunan/pengembangan hotel, pelayanan rumah sakit. Ketiga, perusahaan jasa keuangan, meliputi pembukaan cabang bank, fintech syariah, perusahaan pembiayaan, asuransi haji, pelayanan tunai. Keempat, pelayanan wisata, meliputi agen perjalanan, pembangunan tempat wisata muslim, event organizer, pelayanan pendidikan dan pelatihan haji.
Puluhan perusahaan anak akan dibentuk melalui transformasi kelembagaan muassasah akan dan sebagian sahamnya akan ditawarkan kepada investor strategis. Pada acara eksibisi tersebut para investor strategis telah menandatangani penjajagan investasi di bidang-bidang tersebut. Lima bank syariah Indonesia, korporasi di bidang pengolahan makanan, dan asosiasi travel haji umrah Indonesia juga telah menandatangani Kerja sama penjajagan investasi tersebut.
Malaysia, Brunei, Singapore, Thailand, dan Filipina di wilayah ASEAN juga ikut aktif menjajagi. Apabila ada pihak mitra yang tertarik, akan dilanjutkan dengan studi kelayakan dan legal due diligent. Tidak main-main, rencananya studi kelayakan dikerjakan oleh perusahaan konsultan kelas dunia seperti PWC dan KPMG.
Investor strategik Indonesia, menurut komitmen Arab Saudi diberikan prioritas investasi untuk wilayah pelayanan haji dan umrah Indonesia. Mudah-mudahan komitmen ini benar terlaksana. Komersialisasi pelayanan haji umrah ini akan memberikan konsekuensi kenaikan biaya haji. Dan ini sudah diterapkan sejak tahun 2022, di mana biaya pelayanan masyair naik tiga kali lipat berakibat kenaikan BPIH 30%.
Rencananya, biaya masyair tahun 2023 menurun, tetapi tetap masih tinggi nilainya. Positifnya adalah jika Indonesia, khususnya BPKH atau travel-travel swasta dapat memanfaatkan peluang investasi ini, maka nilai manfaatnya dapat dikembalikan kepada jemaah haji Indonesia. Jadi meskipun biaya haji akibat biaya masyair naik, seharusnya dapat dikompensasi dengan peningkatan hasil investasi dalam berbagai sektor yang ditawarkan.
Sambil menunggu pengembalian investasi pelayanan yang yang lebih tinggi dari tambahan biaya haji, alangkah baiknya diberlakukan masa transisi agar beban biaya ke jamaah haji saat ini dalam batas yang wajar dan terjangkau. Jika peluang investasi dapat diimplementasikan secara optimal dan dapat dikembalikan manfaatkannya ke jemaah haji, maka biaya haji BPIH dapat diterapkan nilai biaya penuh atau full cost.
Dr. Anggito Abimanyu dosen UGM