Forum Ekonomi Dunia dan Potensi Krisis Global 2023

ADVERTISEMENT

Kolom

Forum Ekonomi Dunia dan Potensi Krisis Global 2023

Anggito Abimanyu - detikNews
Selasa, 31 Jan 2023 10:59 WIB
Anggito Abimanyu, Kepala Badan Pelaksana BPKH
Anggito Abimanyu (Ilustrasi: Luthfy Syahban/detikcom)
Jakarta -

Setiap tahun World Economic Forum (WEF) digelar di Davos. Bersamaan dengan WEF, diterbitkanlah laporan perkembangan ekonomi dan risiko global. Dalam laporannya, Risiko Global 2023 mengindentifikasi beberapa potensi risiko paling berat yang mungkin kita hadapi selama dekade berikutnya. Dikatakan bahwa dunia menghadapi serangkaian risiko yang terasa sama sekali baru dan (bahkan) menakutkan.

Saat kita memasuki era pertumbuhan ekonomi rendah, inflasi tinggi, degradasi lingkungan dan perubahan iklim, ancaman bagi kelangsungan pembangunan manusia, dan kerentanan ketahanan keluarga di masa depan.

WEF 2023 melalui metoda survei, Global Risk Perception Survey (GRPS) telah menghasilkan publikasi Laporan Risiko Global 2023. Laporan ini merupakan sumber utama profil risiko global untuk WEF. Tahun ini GRPS mengidentifikasi dan melakukan scoring risiko global yang bersumber lebih dari 1.200 pakar dari kalangan pemerintah, eksekutif, akademisi, organisasi internasional, dan masyarakat sipil.

Risiko global didefinisikan dengan kemungkinan terjadinya kondisi atau peristiwa yang akan mengakibatkan dampak negatif yang dalam pada pertumbuhan ekonomi global, masalah sosial, atau sumber daya alam.

Laporan risiko global pada 2023 dengan metoda GPRS menyimpulkan terjadinya risiko global, antara lain; pertama, terjadinya volatilitas pada stabilitas ekonomi global. Kedua, tingkat keparahan risiko kemungkinan dirasakan dalam jangka waktu hingga 10 tahun. Ketiga, ketidaksiapan tata kelola penanganan risiko global. Keempat, adanya risiko baru yang akan muncul.

Saat ini dunia menghadapi berbagai risiko yang terasa baru, namun sangat familier. Bentuk risiko lama seperti inflasi tinggi, tekanan biaya hidup, perang dagang, arus keluar modal, konflik sosial yang meluas, konfrontasi geopolitik, dan perebutan sumber daya alam.

Laporan Ekonomi juga mengkhawatirkan tingkat utang di banyak negara yang tidak berkelanjutan, pertumbuhan ekonomi yang rendah, disrupsi dalam perdagangan dan investasi global, deglobalisasi dan penurunan kualitas sumber daya manusia.

Pembangunan ekonomi yang cepat dalam tiga dekade yang lalu memang telah didukung dengan pengembangan teknologi yang cepat dan tidak terbatas, namun telah memberikan risiko kelangkaan sumber daya alam dan dampak perubahan iklim dan peningkatan suhu udara.

Bagaimana dengan laporan risiko Indonesia?

Menurut laporan ini, Indonesia diidentifikasi memiliki risiko ekonomi, politik, keuangan, teknologi, dan sumber daya yang moderat. Indonesia dianggap mengalami potensi krisis utang, potensi konflik antardaerah dan etnik, terjadinya inflasi tinggi yang cepat dan lama, ketidaksetaraan akses digital, dan perebutan sumber daya.

Sekali lagi kesimpulan ini muncul dari metodologi survei yang dipakai oleh WEF, persepsi dari 1200 responden terhadap risiko suatu negara dan dalam konsep global.

Negara yang tidak memiliki risiko secara indikator bisa dipersepsikan berisiko karena efek ketularan. Ini sering terjadi krisis keuangan pada suatu negara yang disebabkan adanya efek ketuluaran (contangion) dari negara tetangga.

Bisa jadi karena faktor hambatan aliran perdagangan barang, jasa, dan modal dari negara berisiko ke negara risiko kurang. Negara yang tidak berisiko bisa dipersepsikan akan mengalami risiko akibat hal tersebut.

Dalam melakukan tindakan mitigasi, peran pemerintah dan kerjasama multilateral dan organisasi internasional sangat penting untuk mengatur pengelolaan risiko global ini. Namun disadari bahwa risiko global itu kompleks, dan diperlukan sinergi dari tindakan di tingkat lokal, nasional, regional, dan global.

Saat ini kerja sama internasional telah mencapai tingkat itu sulit dilakukan secara konsisten. Krisis pendemi yang sangat berat ini telah mengalihkan fokus negara menangani kondisi dalam negeri, dan menomorduakan kerja sama internasional.

Reformasi organisasi multilateral sangat penting untuk masa depan dalam menghadapi dan mengelola risiko global.

Penanganan Risiko

Laporan risiko global dari GRSP pada forum ekonomi dunia perlu dijadikan referensi terhadap upaya penanganan risiko global secara terintegrasi di Indonesia. Beberapa hal perlu disarankan; pertama, menunjuk satu kementerian (yang netral) untuk melakukan pemodelan pemantauan dini risiko secara komposit dari waktu ke waktu.

Kedua, mengidentifikasi melalui dashboard pemantauan risiko, dan segera memberikan warning kepada Kabinet atau kementerian/daerah tertentu apabila scoring risiko sudah berada di atas ambang. Ketiga mempersiapkan langkah-langkah mitigasi risiko di bidang ekonomi, keuangan, politik, hukum, sosial, bencana, sumber daya alam, kesehatan, dan teknologi secara parsial atau sinergi.

Pemantauan dan pengendalian risiko ini perlu dilakukan di tingkat pusat dan daerah. Selain itu, kerja sama khusus di tingkat sektoral, bilateral dan regional akan menjadi semakin penting dalam lingkungan ini. Pertukaran data yang efektif dan proses pemantauan kolaboratif telah ditetapkan untuk beberapa risiko global (antara lain cuaca ekstrim, bencana alam, dan teroris).

Dalam prospek risiko yang kompleks, harus ada keseimbangan yang lebih baik antara kesiapan dan kesiagaan nasional dan kerja sama global. Kita perlu bertindak bersama untuk membentuk jalan keluar dari risiko yang akan datang dan membangun kesiapsiagaan kolektif terhadap guncangan (shock) global berikutnya.

Saat kita memasuki era pertumbuhan rendah, investasi rendah, risiko keberlangsungan, dan hambatan kerja sama internasional. Tindakan yang kita ambil hari ini sebagai negara akan memitigasi risiko masa depan kita. Kita harus memastikan bahwa dalam mengatasi dan mencegah risiko saat ini tidak boleh mengganggu sasaran jangka panjang.

Dr. Anggito Abimanyu dosen UGM

(mmu/mmu)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT