Berakhirnya Tahun-Tahun Basah
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Berakhirnya Tahun-Tahun Basah

Jumat, 27 Jan 2023 16:05 WIB
SUPARI
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Penyebab cuaca dingin perlu diketahui saat musim hujan tiba. Biasanya, cuaca dingin membuat udara menjadi lebih lembab serta suhu tubuh di bawah normal.
Ilustrasi: Getty Images/iStockphoto/Julia_Sudnitskaya
Jakarta -

Kita baru saja meninggalkan tahun 2022. Secara iklim, tahun 2022 menarik untuk mendapatkan perhatian lebih. Ini adalah tahun basah ketiga berturut-turut sejak 2020. Disebut tahun basah karena curah hujan sepanjang 2022 melebihi normalnya atau sering disebut hujan dengan kategori di atas normal. Berdasarkan rata-rata data curah hujan hasil pengamatan dari 115 stasiun BMKG di seluruh Indonesia, 2022 menempati peringkat kedua sebagai tahun terbasah sejak 1985.

Secara nasional, hujan tahunan pada 2022sebesar 122% dibandingkan dengan normalnya. Peringkat pertama sebagai tahun terbasah adalah 2010 yang merupakan tahun dengan kejadian La Nina intensitas kuat. Curah hujan 2010 mencapai angka sebesar 129% dibandingkan normalnya. Tahun 2022 bahkan mengalahkan 1998 yang menempati peringkat ke 4. Padahal, sama dengan 2010, 1998 adalah tahun dengan kejadian La Nina kuat. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun La Nina 2022 berkategori sedang, namun kombinasinya dengan berbagai faktor telah menyebabkan curah hujan 2022 justru lebih tinggi dari curah hujan pada 2010.

Melengkapi tiga tahun terbasah adalah 2021, dengan anomali hujan tahunan sebesar 120%. Seperti kita ketahui, 2021 dan 2022 adalah tahun dengan kejadian La Nina berkelanjutan yang dimulai pada September 2020 atau yang disebut oleh World Meteorological Organization (WMO) sebagai triple-dip La Nina. Disebut triple-dip karena La Nina ini berlangsung terus-menerus hingga tiga kali periode winter (Desember-Januari-Februari)

Secara spasial, dari 115 lokasi pengamatan tersebut, 68 di antaranya mencatat jumlah hujan tahunan di atas normal sedangkan 57 lokasi lainnya mencatat hujan tahunan dengan kategori normal. Majene dan Lhokseumawe adalah dua tempat yang mencatat hujan tahunan dengan anomali lebih dari 200% atau lebih dari dua kali lipat dibanding normalnya.

Tingginya curah hujan sepanjang 2022 menyebabkan musim kemarau secara umum berlangsung lebih pendek dibanding normalnya. Beberapa daerah bahkan tercatat tidak mengalami musim kemarau, karena curah hujan bulanan yang selalu tinggi sepanjang tahun, misalnya sebagian daerah di Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan sebagian besar Kalimantan.

Akankah La Nina 2022 Berlanjut?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Catatan data indikator untuk monitoring kejadian El Nino dan La Nina yaitu Oceanic Nino Index (ONI, dikembangkan oleh NOAA) dari 1950 menunjukkan bahwa belum pernah terjadi fenomena La Nina berlangsung hingga empat tahun berturut-turut. Sayangnya kita tidak punya data pada abad-abad sebelumnya sehingga kita tidak bisa memastikan apakah La Nina empat tahun berturut-turut itu benar-benar belum pernah terjadi ataukah pernah terjadi hanya saja tidak tercatat dalam data.

Jika merujuk kepada data yang ada itu, kita bisa menyimpulkan bahwa tidak terdapat peluang adanya La Nina empat tahun berturut-turut. Itu artinya La Nina yang sudah terjadi sejak 2020 ini tidak akan berlanjut hingga akhir 2023. Prediksi BMKG menggunakan metode singular spectrum analysis menunjukkan bahwa La Nina 2020/2021/2022 kemungkinan akan berakhir pada trimester pertama 2023. Selanjutnya La Nina akan beralih menuju fase ENSO netral.

Hasil perhitungan baik oleh pemodelan dinamis maupun pemodelan statistik yang dikembangkan negara-negara lain juga menghasilkan prediksi serupa. Lalu, apakah kondisi netral akan bertahan hingga akhir 2023? Catatan data ONI kembali memberikan informasi menarik. Dari dua kali kejadian triple-dip La Nina dalam 70 tahun terakhir yaitu 1973/1974/1975 dan 1998/1999/2000 selalu ada fenomena El Nino yang menyertai. Hanya saja karakteristik El Nino dari dua kejadian itu berbeda.

Triple-dip La Nina 1973/1974/1975 melewati akhir 1975 dengan intensitas sedang, lalu La Nina berakhir pada Maret 1976. La Nina ini kemudian diikuti dengan kejadian El Nino dengan intensitas lemah yang mulai terjadi pada September 1976, tepat pada tahun yang sama dengan berakhirnya La Nina. Artinya La Nina saat itu beralih ke fase netral dan kemudian dengan cepat beralih lagi ke fase El Nino.

Sementara itu, triple-dip La Nina 1998/1999/2000 melewati akhir 2000 dengan intensitas lemah dan kemudian berakhir pada Februari 2021. La Nina yang ini kemudian diikuti oleh kejadian El Nino intensitas sedang yang mulai terjadi pada Juni 2002. Artinya El Nino baru terjadi satu tahun (yaitu 2002) setelah La Nina berakhir pada 2021.

Lalu triple dip La Nina 2020/2021/2020 akan mengikuti pola yang mana? Jika merujuk kepada intensitas La Nina saat melewati akhir tahun ketiga, maka La Nina 2020/2021/2022 ini lebih mirip dengan La Nina 1998/1999/2000 yaitu sama-sama melewati akhir tahun ketiga dengan intensitas lemah. Artinya La Nina 2022 ini berpotensi akan diikuti oleh El Nino di tahun 2024, yaitu satu tahun setelah La Nina berakhir di trimester pertama 2023.

Namun, di sisi lain, pemodelan dinamis mulai menunjukkan adanya peluang kejadian El Nino di semester kedua 2023. Sinyal ini bisa dilihat misalnya pada model dinamis yang dikembangkan oleh NOAA-USA (yaitu model CFSv2) dan model yang dikembangkan oleh JASMTEC-Jepang (model SINTEX-F). Kita masih harus menunggu mungkin hingga dua bulan ke depan untuk memastikan seberapa robust sinyal El Nino 2023 ini.

ADVERTISEMENT

Bersiap Menghadapi Tahun-Tahun El Nino

Jadi, berdasarkan catatan data ONI, triple-dip La Nina selalu diikuti oleh kejadian El Nino, baik langsung pada tahun berakhirnya La Nina ataupun setahun setelahnya. Dan dari dua kejadian sebelumnya itu, El Nino selalu terjadi lebih dari satu tahun. La Nina 1973/1974/1975 diikuti oleh El Nino 1976 dan 1977. Sedangkan La Nina 1998/1999/2000 diikuti El Nino 2002 dan El Nino 2004. Ini memberikan indikasi bahwa La Nina 2020/2021/2022 juga berpotensi diikuti oleh El Nino lebih dari satu kali.

Mungkin, dalam periode hingga empat tahun ke depan, kita harus selalu bersiap menghadapi El Nino yang muncul lebih dari satu kali.

Supari pakar iklim, bekerja di BMKG

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads