Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis angka kemiskinan September 2022 pada Senin, 16 Januari 2023. Persentase penduduk miskin pada September 2022 tercatat sebesar 9,57 persen (26,36 juta orang). Angka tersebut meningkat sebesar 0,03 persen poin atau sekitar 0,20 juta orang dibandingkan kondisi Maret 2022. Namun, jika dibandingkan dengan angka di September 2021, persentase penduduk miskin sebenarnya mengalami penurunan sebesar 0,14 persen poin atau berkurang 0,14 juta orang.
Jika kita lihat berdasarkan daerah, tingkat kemiskinan September 2022 baik di daerah perkotaan maupun di perdesaan, juga sama-sama mengalami peningkatan dibandingkan Maret 2022. Di daerah perkotaan, jumlah orang miskin bertambah 0,16 juta orang. Sementara itu, pada periode yang sama, di daerah perdesaan, jumlah orang miskin bertambah sekitar 0,04 juta orang.
Peningkatan angka kemiskinan tersebut tentu menarik perhatian. Pasalnya, sejak Maret 2021 hingga Maret 2022 lalu, angka kemiskinan sudah berhasil ditekan kembali pasca kenaikan akibat pandemi Covid-19. Tingkat kemiskinan yang sempat mencapai dua digit lagi yakni sebesar 10,19 persen pada September 2020, sudah berhasil menurun kembali sampai tingkat 9,54 persen pada Maret 2022.
Selain jumlah dan persentase penduduk miskin, BPS juga menghasilkan indikator lain terkait kemiskinan yang memang harus diperhatikan. Indikator tersebut yaitu indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan. Indeks kedalaman kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.
Sementara itu, indeks keparahan kemiskinan merupakan angka yang memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.Pada September 2022, kedua indeks tersebut mengalami penurunan dibandingkan kondisi Maret 2022. Indeks kedalaman kemiskinan menurun sebesar 0,024 poin, sedangkan indeks keparahan kemiskinan menurun 0,016 poin. Penurunan tersebut juga terjadi baik di perkotaan maupun di perdesaan.
Dalam mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Konsep ini mengacu pada Handbook on Poverty and Inequality yang diterbitkan oleh World Bank. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk dikategorikan sebagai penduduk miskin jika memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
Garis Kemiskinan (GK) mencerminkan nilai rupiah pengeluaran minimum yang diperlukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya selama sebulan, baik kebutuhan makanan maupun non-makanan. GK terdiri dari GK makanan (nilai pengeluaran minimum untuk kebutuhan makanan yang setara 2100 kkal per kapita per hari) dan GK non-makanan (nilai pengeluaran minimum untuk kebutuhan pokok non makanan).
Pada September 2022, GK nasional adalah sebesar Rp 535.547 per kapita per bulan. Jika dilihat dari komponen penyusunnya, peranan komoditas makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan. GK makanan pada September 2022 menyumbang 74,15 persen terhadap GK, sedangkan GK non-makanan menyumbang sebesar 25,85 persen.
Sementara itu, pada September 2022, secara rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,34 orang anggota rumah tangga. Hal ini berarti besarnya GK per rumah tangga miskin secara rata-rata adalah sebesar Rp 2.324.274/rumah tangga miskin/bulan. Angka ini turun sebesar 2,99 persen dibanding kondisi Maret 2022 yang sebesar Rp 2.395.923/bulan.
Fenomena yang Mempengaruhi
Beberapa fenomena yang mempengaruhi naiknya tingkat kemiskinan September 2022 dibanding Maret 2022 di antaranya; pertama, adanya penyesuaian harga BBM pada 3 September 2022 untuk jenis bahan bakar Pertalite, Solar, dan Pertamax (non-subsidi). Kedua, tingkat inflasi pada bulan September 2022 sebesar 1,17 persen (m-to-m) dan 5,95 persen (y-o-y). Ketiga, secara q to q, pertumbuhan ekonomi melambat pada Triwulan 3-2022 yakni sebesar 1,81 persen.
Sementara, konsumsi rumah tangga pada periode yang sama tumbuh melambat, yakni turun sebesar 0,11 poin persen. Keempat, pada periode Maret 2022-September 2022, secara nasional harga eceran beberapa komoditas pokok mengalami kenaikan, antara lain beras (1,46 persen), gula pasir (2,35 persen), tepung terigu (13,97 persen), cabai merah (42,60 persen), dan telur ayam ras (19,01 persen). Namun demikian, terdapat beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga, antara lain daging ayam ras (1,78 persen) dan minyak goreng (0,48 persen).
Selanjutnya, kelima, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2022 sebesar 5,86 persen atau turun sebesar 0,63 persen poin dibandingkan Agustus 2021 (6,49 persen). Keenam, proporsi pekerja penuh pada Agustus 2021 sebesar 68,46 persen atau meningkat dibandingkan Agustus 2021 (64,30 persen). Ketujuh, rata-rata upah buruh pada Agustus 2022 meningkat sebesar 12,22 persen dibandingkan Agustus 2022, meskipun masih terdapat penduduk usia kerja yang terdampak pandemi pada Agustus 2022 yaitu sebanyak 4,15 juta orang.
Terakhir, yaitu adanya pemberian kompensasi atas penyesuaian harga BBM berupa kenaikan bansos sebesar Rp150.000 per bulan; subsidi upah sebesar Rp 600.000 per pekerja; serta subsidi transportasi angkutan umum ojek online dan nelayan. Masalah kemiskinan masih menjadi hal yang sangat krusial. Kepedulian dari seluruh pihak untuk memerangi kemiskinan tenth sangat diperlukan. Peduli dengan data yang ada, bisa menjadi salah satu bentuk awal partisipasi untuk mengatasi.
Lili Retnosari Statistisi di Seksi Statistik Kemiskinan BPS
Jika kita lihat berdasarkan daerah, tingkat kemiskinan September 2022 baik di daerah perkotaan maupun di perdesaan, juga sama-sama mengalami peningkatan dibandingkan Maret 2022. Di daerah perkotaan, jumlah orang miskin bertambah 0,16 juta orang. Sementara itu, pada periode yang sama, di daerah perdesaan, jumlah orang miskin bertambah sekitar 0,04 juta orang.
Peningkatan angka kemiskinan tersebut tentu menarik perhatian. Pasalnya, sejak Maret 2021 hingga Maret 2022 lalu, angka kemiskinan sudah berhasil ditekan kembali pasca kenaikan akibat pandemi Covid-19. Tingkat kemiskinan yang sempat mencapai dua digit lagi yakni sebesar 10,19 persen pada September 2020, sudah berhasil menurun kembali sampai tingkat 9,54 persen pada Maret 2022.
Selain jumlah dan persentase penduduk miskin, BPS juga menghasilkan indikator lain terkait kemiskinan yang memang harus diperhatikan. Indikator tersebut yaitu indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan. Indeks kedalaman kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.
Sementara itu, indeks keparahan kemiskinan merupakan angka yang memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.Pada September 2022, kedua indeks tersebut mengalami penurunan dibandingkan kondisi Maret 2022. Indeks kedalaman kemiskinan menurun sebesar 0,024 poin, sedangkan indeks keparahan kemiskinan menurun 0,016 poin. Penurunan tersebut juga terjadi baik di perkotaan maupun di perdesaan.
Dalam mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Konsep ini mengacu pada Handbook on Poverty and Inequality yang diterbitkan oleh World Bank. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk dikategorikan sebagai penduduk miskin jika memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
Garis Kemiskinan (GK) mencerminkan nilai rupiah pengeluaran minimum yang diperlukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya selama sebulan, baik kebutuhan makanan maupun non-makanan. GK terdiri dari GK makanan (nilai pengeluaran minimum untuk kebutuhan makanan yang setara 2100 kkal per kapita per hari) dan GK non-makanan (nilai pengeluaran minimum untuk kebutuhan pokok non makanan).
Pada September 2022, GK nasional adalah sebesar Rp 535.547 per kapita per bulan. Jika dilihat dari komponen penyusunnya, peranan komoditas makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditas bukan makanan. GK makanan pada September 2022 menyumbang 74,15 persen terhadap GK, sedangkan GK non-makanan menyumbang sebesar 25,85 persen.
Sementara itu, pada September 2022, secara rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,34 orang anggota rumah tangga. Hal ini berarti besarnya GK per rumah tangga miskin secara rata-rata adalah sebesar Rp 2.324.274/rumah tangga miskin/bulan. Angka ini turun sebesar 2,99 persen dibanding kondisi Maret 2022 yang sebesar Rp 2.395.923/bulan.
Fenomena yang Mempengaruhi
Beberapa fenomena yang mempengaruhi naiknya tingkat kemiskinan September 2022 dibanding Maret 2022 di antaranya; pertama, adanya penyesuaian harga BBM pada 3 September 2022 untuk jenis bahan bakar Pertalite, Solar, dan Pertamax (non-subsidi). Kedua, tingkat inflasi pada bulan September 2022 sebesar 1,17 persen (m-to-m) dan 5,95 persen (y-o-y). Ketiga, secara q to q, pertumbuhan ekonomi melambat pada Triwulan 3-2022 yakni sebesar 1,81 persen.
Sementara, konsumsi rumah tangga pada periode yang sama tumbuh melambat, yakni turun sebesar 0,11 poin persen. Keempat, pada periode Maret 2022-September 2022, secara nasional harga eceran beberapa komoditas pokok mengalami kenaikan, antara lain beras (1,46 persen), gula pasir (2,35 persen), tepung terigu (13,97 persen), cabai merah (42,60 persen), dan telur ayam ras (19,01 persen). Namun demikian, terdapat beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga, antara lain daging ayam ras (1,78 persen) dan minyak goreng (0,48 persen).
Selanjutnya, kelima, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2022 sebesar 5,86 persen atau turun sebesar 0,63 persen poin dibandingkan Agustus 2021 (6,49 persen). Keenam, proporsi pekerja penuh pada Agustus 2021 sebesar 68,46 persen atau meningkat dibandingkan Agustus 2021 (64,30 persen). Ketujuh, rata-rata upah buruh pada Agustus 2022 meningkat sebesar 12,22 persen dibandingkan Agustus 2022, meskipun masih terdapat penduduk usia kerja yang terdampak pandemi pada Agustus 2022 yaitu sebanyak 4,15 juta orang.
Terakhir, yaitu adanya pemberian kompensasi atas penyesuaian harga BBM berupa kenaikan bansos sebesar Rp150.000 per bulan; subsidi upah sebesar Rp 600.000 per pekerja; serta subsidi transportasi angkutan umum ojek online dan nelayan. Masalah kemiskinan masih menjadi hal yang sangat krusial. Kepedulian dari seluruh pihak untuk memerangi kemiskinan tenth sangat diperlukan. Peduli dengan data yang ada, bisa menjadi salah satu bentuk awal partisipasi untuk mengatasi.
Lili Retnosari Statistisi di Seksi Statistik Kemiskinan BPS
(mmu/mmu)