Literasi Keuangan Syariah untuk Kuasai Ekonomi Digital di Indonesia

ADVERTISEMENT

Kolom

Literasi Keuangan Syariah untuk Kuasai Ekonomi Digital di Indonesia

Arif Setyabudi Santoso - detikNews
Sabtu, 31 Des 2022 11:26 WIB
BSI
Foto: Shutterstock
Jakarta -

Indonesia adalah negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Menurut data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam Dimas Bayu (2022) penduduk Indonesia yang beragama muslim adalah jumlah penduduk muslim di Indonesia sebanyak 237,53 juta jiwa per 31 Desember 2021. Itu artinya sebanyak 86,9% penduduk Indonesia beragama Islam. Hal itu merupakan pangsa pasar yang sangat besar untuk bank syariah. Bank syariah di Indonesia bukan lagi sebuah hal asing untuk masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim. Bank syariah seharusnya hadir di masyarakat untuk memberikan layanan pada masyarakat. Bank syariah bagi masyarakat bukan sekedar bank tapi juga kebutuhan karena banyak masyarakat muslim ingin ada bank syariah yang sesuai dengan syariat Islam.

Berdasarkan laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), deregulasi perbankan dimulai sejak tahun 1983 dengan adanya kebijakan dari Bank Indonesia untuk memberikan keleluasaan kepada bank untuk menetapkan suku bunga. Pada tahun tersebut, Pemerintah Indonesia sempat ingin menerapkan sistem bagi hasil yang merupakan konsep dari perbankan syariah. Perbankan syariah di Indonesia dimulai saat Tim Perbankan MUI mendirikan bank syariah pertama di Indonesia yaitu PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang didirikan pada 1 November 1991. Perbankan syariah sejak saat itu mulai berkembang hingga saat ini.

Mulai tahun 2013, fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan syariah yang semula di Bank Indonesia kini berpindah ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK terus melakukan penyempurnaan visi dan strategi pengembangan perbankan syariah hingga saat ini. Menurut Nofinawati (2015), regulator perbankan syariah dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong perkembangan perbankan syariah. Semangat ini dilandasi oleh keyakinan bahwa perbankan syariah akan membawa 'maslahat' bagi peningkatan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan masyarakat.

Digitalisasi Bank Syariah

Tantangan bank syariah di Indonesia saat ini bukan saja soal peta persaingan dengan konvensional. Bank syariah juga dituntut untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Seperti kita tahu, perkembangan teknologi di era informasi ini begitu cepat dan membuat semua orang beralih ke digital. Bank syariah yang ingin maju dan bersaing dengan bank konvensional harus mampu beradaptasi dan membuat terobosan dalam hal teknologi digital. Bank syariah merupakan bidang perbankan yang yang tak luput dari ombak digitalisasi. Seperti pandemi yang terjadi tahun lalu, proses digitalisasi yang ada dituntut untuk bergerak menjadi lebih cepat daripada sebelumnya.

Menurut Rifki Ismail dalam Zahra Dian (2022), bank syariah cenderung melakukan transformasi digital dikarenakan adanya disruption dari pendatang baru dan kompetisi dari bank syariah lainnya. Adanya kompetisi dan gangguan tersebut menyebabkan Bank syariah melakukan perubahan untuk menyesuaikan keadaan yang ada. Hal tersebut juga didukung oleh indicator increase customer value and satisfaction merupakan alasan yang penting bagi bank syariah untuk bertransformasi ke arah digital.

Direktur Information Technology BSI Achmad Syafi'i dalam Kontan (2022) mengatakan transformasi digital yang dilakukan oleh perseroan juga membidik ekosistem islami (islamic ecosystem). Menurutnya BSI melalui layanan digital, juga mengoptimalkan application programming interface (API) sehingga BSI bisa memberi layanan bank as service. Sehingga, mitra dan nasabah yang ada di Islamic ecosystem bisa menikmati layanan digital BSI. Salah satunya dengan menambah berbagai fitur pada aplikasi BSI Mobile. BSI memberikan layanan pembukaan rekening simpanan secara digital, top up e-wallet, pembiayaan multiguna online bagi ASN, layanan ZISWAF, tarik tunai dan layanan emas. BSI juga menggandeng mitra strategis dalam mengembangkan layanan digital seperti Grab dan Fastpay. Selain itu, pengguna LinkAja Syariah bisa melakukan tarik tunai di 2.497 unit AMT milik BSI yang terbesar di seluruh Indonesia.

Berkat kerja keras itu, BSI berhasil mencatatkan transaksi digitalisasi melalui BSI Mobile mencapai 187,20 juta transaksi hingga September 2022. Transaksi mobile banking, berkontribusi memberikan pendapatan berbasis komisi atau fee based income sebesar Rp 173 miliar bagi perseroan. Hal ini tak terlepas dari pergeseran kebiasaan nasabah dalam bertransaksi. Sebab, 97% dari nasabah bank syariah terbesar ini telah beralih menggunakan e-channel untuk beraktivitas perbankan.

Literasi Keuangan Syariah Menjawab Persoalan

Saat ini kepercayaan dan kesadaran masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim terhadap bank syariah masih rendah. Rendahnya kepercayaan dan kesadaran masyarakat terhadap keuangan syariah juga disebabkan karena rendahnya indeks literasi keuangan syariah. Menurut data OJK tahun 2016 ditunjukkan indeks literasi keuangan (financial literacy) syariah Indonesia adalah 8,11%. Demikian pula data OJK tahun 2016 menunjukkan indeks inklusi keuangan (financial inclusion) syariah juga masih rendah sebesar 11,06%.

Melihat data tersebut, Hadad dalam Euis Amalia (2020) menyimpulkan bahwa banyak kelompok masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia yang belum dapat mengakses lembaga keuangan syariah. Indeks literasi dan indeks inklusi keuangan syariah memberikan sinyal kepada stakeholders bahwa industri jasa keuangan syariah masih jauh dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang well literate. Masyarakat well literate dapat memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan yang sesuai untuk mencapai kesejahteraan keuangan yang berkelanjutan (financial well being) .

Menurut OJK, literasi keuangan adalah suatu rangkaian proses atau kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan keyakinan (confidence) konsumen maupun masyarakat agar mereka mampu mengelola keuangan pribadi dengan lebih baik. Untuk itu masyarakat perlu diberikan bekal edukasi yang memadai dan mencukupi untuk mengambil keputusan keuangan dengan lebih baik sesuai dengan kebutuhan mereka.

Dalam konteks keuangan syariah, sangat penting memberikan pemahaman secara memadai pada masyarakat terkait dengan masalah keuangan seperti pengenalan lembaga jasa keuangan syariah bank dan non bank, produk dan jasa keuangan syariah, fitur-fitur yang melekat pada produk dan jasa keuangan syariah, manfaat dan risiko dari produk dan jasa keuangan, serta hak dan kewajiban sebagai konsumen pengguna jasa keuangan.

Pemahaman tentang digital juga penting terutama literasi keuangan digital. Saat ini kemampuan dalam penggunaan teknlogi digital sangatlah penting tak hanya literasi keuangan saja. Menurut Euis, tantangan saat ini adalah soal SDM yang memiliki kompetensi, kreativitas dan kemampuan inovatif dalam menyiapkan konten atau materi untuk literasi keuangan syariah dan juga kemampuan inovasi dalam mendesain produk dan jasa layanan keuangan syariah berbasis digital ini. Literasi yang baik dan inklusi yang baik akan mampu membuat pangsa pasar keuangan syariah meningkat.

Dengan peningkatan transaksi keuangan syariah berbasis digital ini maka akan mendorong perbankan syariah tidak hanya menjadi alternatif dalam pembangunan ekonomi digital. Bank syariah bisa menguasai perekonomian digital di Indonesia kalau masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim mendapat literasi keuangan syariah terutama dalam penggunaan teknologi digital.

Arif Setyabudi Santoso

(prf/ega)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT