Fenomena generasi milenial sulit beli rumah seringkali disebut lantaran harga rumah yang tidak sebanding dengan pendapatan. Ibu Sri Mulyani dalam acara Securitization Summit 2022 menyebutkan ada 12,75 juta backlog perumahan.
Artinya, jumlah penduduk yang membutuhkan rumah di Indonesia, terutama dari generasi milenial cukup banyak, namun tidak bisa mendapatkan rumah.
"Purchasing power generasi milenial dibandingkan harga rumahnya lebih tinggi harga rumahnya. Akhirnya mereka tinggal di rumah mertua atau sewa. Itupun kalau mertuanya juga punya rumah. Kalau nggak punya rumah, itu bisa jadi masalah juga karena permasalahannya menggulung per generasi," ujar Sri Mulyani dalam keterangan tertulis.
Kondisi perekonomian yang masih tidak menentu membuat generasi milenial berpikir ulang untuk membeli rumah idamannya. Sementara itu, harga properti semakin lama semakin melambung tinggi.
Pemerintah sudah memfasilitasi bantuan untuk milenial memiliki rumah, seperti program satu juta rumah, fasilitas likuidasi pembiayaan perumahan (FLPP), program subsidi bantuan uang muka (SBUM), kredit kepemilikan rumah subsidi (KPR Subsidi), dan lain sebagainya.
Namun, sangat disayangkan ternyata beberapa program pemerintah tersebut belum bisa menyelesaikan masalah backlog perumahan di Indonesia. Ditambah saat ini ada beberapa faktor lainnya yang membuat generasi milenial makin sulit memiliki rumah seperti kenaikan suku bunga, inflasi, dan ancaman resesi global.
Dampaknya, generasi milenial harus menanggung beban biaya hidup yang makin tinggi karena meningkatnya harga komoditas pangan dan bahan bakar.
Selain itu, suku bunga Bank Indonesia (BI) sebagai suku bunga acuan baru-baru ini mengalami kenaikan, maka suku bunga kredit pun otomatis ikut naik, termasuk suku bunga KPR.
Beberapa hal inilah yang menjadi penyebab kenapa generasi milenial sulit untuk memiliki rumah. Biaya beban hidup yang semakin tinggi tidak sebanding lurus dengan pendapatan yang dihasilkan untuk mengimbanginya.
Meskipun begitu, menurut data dari Departemen Makroprudensial Bank Indonesia (BI) menunjukkan porsi kepemilikan kredit perumahan oleh usia 26-35 tahun atau generasi milenial mulai mengalami peningkatan.
KPR merupakan salah satu opsi yang paling banyak dipilih oleh generasi milenial ketika membeli rumah. Terdapat dua jenis KPR berdasarkan prinsip pinjaman kreditnya, yaitu KPR konvensional dan KPR syariah.
Perbedaan KPR konvensional dan KPR syariah terdapat pada jenis Akadnya. KPR konvensional menggunakan sistem akad kredit yang konsepnya memberikan pinjaman kepada nasabah.
Sedangkan KPR syariah menggunakan sistem akad murabahah yang menggunakan konsep jual beli rumah. Namun, masih banyak perbedaan lainnya yang membedakan antara KPR konvensional dan KPR syariah.
Perbedaan KPR Konvensional dan KPR Syariah
1. Pengawasan
Perbedaan yang pertama ada pada pengawasan, KPR bank konvensional diawasi oleh lembaga perbankan secara umum yaitu Bank Indonesia. Sedangkan untuk bank syariah pengawasannya sama dengan bank konvensional, namun ditambah dengan DPS (Dewan Pengawas Syariah) langsung dari oleh Dewan Syariah Nasional.
Tugas dari DPS ini adalah untuk memastikan kebijakan-kebijakan yang ada pada lembaga keuangan itu sesuai dengan kaidah-kaidah syariah yang telah MUI tetapkan melalui fatwa-fatwanya.
2. Pembiayaan
KPR bank konvensional menggunakan skema pembiayaannya seperti hutang untuk pembelian suatu rumah. Sedangkan, untuk KPR bank syariah skemanya adalah murabahah atau jual beli yang artinya bank membelikan rumah untuk konsumen kemudian menjual kembali kepada konsumen tersebut.
Namun, beberapa bank syariah lainnya masih ada yang menggunakan skema IMBT (Ijarah Muntahiya Bittamlik) yaitu akad sewa menyewa (ijarah) dalam kurun waktu tertentu yang berakhir dengan perpindahan hak kepemilikan aset (dalam hal ini adalah rumah).
3. Pelaksanaan Akad
Bank syariah melakukan akad sebanyak dua kali. Pertama, pembelian rumah dari developer ke bank selanjutnya konsumen membeli rumah tersebut melalui bank dengan skema yang telah disepakati.
Sedangkan bank konvensional akad dilaksanakan secara langsung dengan pendanaan yang telah pihak bank berikan sebelumnya.
4. Keuntungan KPR dari Bank
Keuntungan bank konvensional dalam bentuk bunga sebagai harga yang harus dibayar oleh konsumen kepada bank jika konsumen tersebut memperoleh fasilitas pinjaman.
Hal ini berbeda dengan bank syariah yang keuntungannya berupa margin selisih jual beli. Misalnya nilai harga rumah itu dibeli oleh bank tersebut senilai 1 miliar, lalu kemudian pihak bank menjual kembali kepada konsumen senilai 1,5 miliar. Sehingga, margin untuk perbankan tersebut sebesar 500 juta rupiah.
5. Cicilan KPR
Pada KPR Konvensional, nominal angsuran yang harus dicicil tidak selalu sama. Jumlah cicilannya mengikuti tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI).
Sementara untuk KPR bank syariah menawarkan dua skema. Pertama flat yang dari awal sampai akhir cicilannya tetap sama tergantung dengan panjang tenor. Kedua, skema floating yang cicilannya terjadi peningkatan namun nilainya sudah ditetapkan di awal akad.
6. Sistem Pelunasan KPR
Pelunasan pada KPR bank konvensional bisa secepatnya walaupun ada jangka waktunya mungkin setelah promo selesai. Meskipun untuk pelunasannya ada denda yang harus terbayarkan berdasarkan sisa pokok cicilan.
Sedangkan pelunasan untuk bank syariah akan memberikan diskon atau potongan margin. Jadi, nasabah hanya membayar margin untuk beberapa bulan saja sesuai dengan kebijakan bank.
Tiap KPR memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Namun berdasarkan data dari Rumah.com Consumer Sentiment Study H1 2020 mendapati KPR syariah punya tren meningkat. Pada dasarnya pihak perbankan berlomba-lomba memberikan KPR murah. Namun, karakteristik syariah dan konvensional cenderung berbeda.
KPR Syariah BSI
Di tengah lonjakan inflasi dan suku bunga BI yang meningkat, bisa menjadi peluang bagi bank syariah dalam peningkatan pangsa pasar KPR.
Salah satu bank syariah yang mumpuni untuk memperdalam penetrasi KPR syariah, yaitu PT Bank Syariah Indonesia Tbk. atau BSI yang sudah terafiliasi kepada pemerintah.
Seperti bank lain yang juga menggunakan KPR Syariah, BSI juga menerapkan margin kecil dan tetap untuk program KPR-nya. Hal ini tentu mempermudah bagi setiap orang, khususnya anak-anak muda, yang ingin mengambil KPR namun khawatir dengan Nilai Bunga Bank yang tidak tetap.
Jadi, tidak ada alasan lagi tidak mengambil KPR karena kenaikan suku bunga Bank. Dengan menggunakan KPR Syariah BSI, Cicilan dan Bunga sudah disepakati dari awal, sehingga tidak perlu lagi khawatir tidak mampu bayar di tengah jalan.
Paramita Sari Dewi
(ads/ads)