Digitalisasi adalah Adaptasi Sempurna di Era Revolusi Industri 4.0
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Digitalisasi adalah Adaptasi Sempurna di Era Revolusi Industri 4.0

Rabu, 28 Des 2022 15:35 WIB
Muh. Risal
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
BSI Mobile
Foto: Shutterstock
Jakarta -

Memasuki abad ke-21 tantangan zaman semakin nyata di depan mata kita. Transformasi di segala sektor kehidupan telah merangsang daya pikir dan kreatifitas manusia untuk dapat menciptakan inovasi baru agar dapat bertahan dari terpaan arus revolusi yang begitu sangat cepat dan pesat.

Apalagi, memasuki era revolusi industri 4.0 telah mengubah sistem kehidupan masyarakat dunia yang dulunya lebih berorientasi pada pemanfaatan tenaga manusia secara konvensional kini telah digantikan dengan mesin teknologi. Merambahnya teknologi tersebut menjadikan masyarakat untuk dapat lebih adaptif agar tidak tergilas zaman.

Adaptasi menjadi point kunci dalam proses perkembangan karena dengan melakukan hal tersebut akan mampu menjadikan masyarakat bisa bertahan dengan segala perubahan yang terjadi. Mengutip perkataan dari Charles Darwin yang lebih spesifiknya mengatakan bahwa hanya mereka yang kuatlah (adaptif) yang dapat bertahan hidup.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal inilah yang menjadi pilar utama pertahanan manusia agar tetap melangsungkan kehidupan di permukaan bumi ini. Kemampuan berpikir kritis, kreatif dan kolaboratif bagian dari proses penjabaran sifat adaptif tersebut dalam proses bertahan hidup. Melalui kompetensi tersebut lebih mengarahkan manusia pada penemuan solusi di era yang bersifat dinamis ini.

Revolusi industri 4.0 juga telah memberikan dampak yang begitu besar terhadap dunia perbankan. Pemanfaatan teknologi yang semakin canggih telah memberikan warna tersendiri terhadap perubahan tersebut. Kita dapat melihat bagaimana perkembangan perbankan dari masa ke masa terus mengalami metamorfosa yang signifikan. Mulai dari perbankan konvensional hingga munculnya perbankan berbasis Islam atau Perbankan Syariah.

ADVERTISEMENT

Sejarah Perbankan Syariah Indonesia

Dilansir pada laman kompas.com sejarah munculnya Bank Syariah di Indonesia yakni dimulai pada tahun 1980. Perbankan Islam yang pertama kali didirikan adalah perbankan Islam yang ada di Bandung yang diberi nama Bait At-Tamwil Salman ITB bersamaan dengan Koperasi Ridho Gusti di Jakarta sebagai proses uji coba.

Pada tahun 1990 berselang sepuluh tahun setelah pembentukan kedua bank tersebut dibentuk, Majelis Ulama Indonesia (MUI) membentuk suatu kelompok kerja yang bertujuan untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia.

Selanjutnya, pada 18-20 Agustus 1990, Majelis Ulama Indonesia menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan yang bertempat di Casuara, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Hasil dari lokakarya tersebut dilanjutkannya pembahasan pada Musyawarah Nasional IV MUI di Jakarta pada 22-25 Agustus 1990.

Dalam pembahasan ini menghasilkan keputusan yakni dibentuknya kelompok kerja bernama Tim Perbankan MUI yang bertugas membentuk bank Islam di Indonesia. Tim ini memiliki tugas melakukan pendekatan serta konsultasi bersama semua pihak terkait.

Akhirnya, pada tanggal 1 November 1991 terbentuklah bank syariah pertama di Indonesia, yaitu PT Bank Muamalat Indonesia (BMI). Setelah itu, pada 1 Mei 1992 BMI mulai beroperasi dengan modal awal sebesar Rp 106.126.382.000. Sejak saat itu, bank syariah di Indonesia terus mengalami perkembangan.

Perkembangan Bank Syariah di Indonesia

Lahirnya BMI menjadi titik awal munculnya bank-bank syariah yang lain seperti Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, BNI Syariah, dan sebagainya. Produk-produk bank syariah semuanya berada di bawah payung hukum, yakni UU No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan UU No 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.

Dengan diberlakukannya UU No 21 Tahun 2008 pada 16 Juli 2008, maka pengembangan perbankan syariah nasional semakin berlandaskan hukum yang memadai dan mampu mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang lebih pesat dari Bank Syariah itu sendiri. Dalam kurung waktu lima tahun, bank syariah di Indonesia dapat mencapai rata-rata pertumbuhan aset di atas 65% per tahun.

Sampai hari Bank Syariah terbesar yang dimiliki Indonesia adalah Bank Syariah Indonesia (BSI) yang mulai beroperasi sejak 1 Februari 2021. Bank Syariah Indonesia (BSI) merupakan hasil merger dari tiga bank syariah BUMN, yaitu PT Bank BRI Syariah, PT Bank BNI Syariah, dan PT Bank Syariah Mandiri.

Berdasarkan data terakhir, BSI memiliki aset sejumlah Rp 245,7 triliun. Bank syariah di Indonesia memiliki tiga sistem umum yang diterapkan yaitu:

Akad

Setiap transaksi yang dilakukan pada bank syariah selalu mengacu pada kaidah serta aturan yang berlaku pada akad syariah Islam. Sumber akad tersebut adalah dari Al Quran serta hadis yang sudah diwakafkan oleh MUI.

Imbalan

Sistem selanjutnya adalah imbalan alias sistem bagi hasil. Dana yang diterima oleh bank syariah akan disalurkan untuk pembiayaan. Kemudian, keuntungannya akan dibagi dua, satu untuk nasabah dan satunya lagi untuk bank sesuai dengan perjanjian yang sudah disepakati bersama.

Sasaran khusus kredit

Bank syariah membatasi pembiayaan mereka, di mana hanya nasabah yang memenuhi kriteria saja yang dapat diterima. Kemudian, perusahaan yang memproduksi produk-produk haram serta yang tidak sesuai dengan kaidah Islam akan ditolak.

Perubahan Adalah Suatu Hal yang Pasti

Setiap zaman pasti akan memiliki tantangannya sendiri dan hal itu pasti akan terjadi. Seperti halnya pandemi COVID-19 yang melanda dunia termasuk di dalamnya Indonesia hingga saat ini. Wabah penyebaran virus Corona tersebut menjadikan seluruh masyarakat dunia harus berdiam diri di rumah dan harus menghindari keramaian.

Dampak dari pandemi ini adalah melumpuhnya sistem ekonomi dunia. Hal ini juga mempengaruhi segala sistem yang ada di Indonesia yang juga harus menerapkan sistem lockdown kepada seluruh masyarakat Indonesia.

Segala aktivitas yang berpotensi menimbulkan keramaian dan berkumpul dihentikan dan harus tetap berada di rumah. Kewaspadaan yang tinggi terhadap terjangkitnya COVID-19 mendorong kepada seluruh lapisan masyarakat harus menerapkan protokol kesehatan di manapun mereka berada.

Berdasarkan pada masalah nasional yang dihadapi ini dan masyarakat sudah berada di era industri 4.0 maka berbagai inovasi juga dilakukan oleh perusahaan perbankan yang ada di Indonesia termasuk Bank Syariah Indonesia. Terjadinya transformasi digital di sektor perbankan nasional telah memberikan tantangan tersendiri kepada Bank Syariah Indonesia untuk dapat meningkatkan proses pelayanan yang lebih milenial.

Berbagai macam persiapan telah dilakukan dengan stabilisasi sistem mobile dan mengupgrade kapabilitas sistem dengan melakukan pembaruan-pembaruan fitur enhance, user experience, compare dan sistem mobile banking.

Selain itu perseroan juga memproses transaksi open banking melalui fitur Application Programming Interface (API). Hal ini dikembangkan sebagai bentuk kolaborasi perbankan dengan perusahaan finansial teknologi (fintech).

Hasil dari proses digitalisasi tersebut memberikan dampak positif terhadap perkembangan Bank Syariah Indonesia yakni adanya pertumbuhan laba yang signifikan, BSI dapat meningkatkan rasio profitabilitasnya. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Direktur BSI tahun 2020-2021 Hery Gunardi bahwa secara kinerja digital, BSI juga mencatatkan pertumbuhan layanan digital hingga semester I-2021.

Hingga Juni 2021, nilai transaksi kanal digital BSI sudah menembus Rp 95,13 Triliun. Kontribusi terbesar berasal dari transaksi melalui layanan BSI Mobile yang naik 83,56% secara year on year (yoy).

Ketika kita merinci sepanjang Januari-Juni 2021, volume transaksi di BSI Mobile mencapai Rp 41,99 triliun. Jumlah tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 109,82% secara yoy. Hal ini didorong oleh jumlah user mobile banking yang menembus 2,5 Juta pengguna.

Pada 6 bulan pertama di tahun 2021, BSI berhasil menorehkan kinerja impresif dengan membukukan laba bersih Rp 1,48 triliun, naik 34,29% secara year on year (yoy), dari tahun sebelumnya sebesar Rp 1,1 triliun.

Terakhir, tak ada revolusi tanpa pemikiran yang revolusioner. Menciptakan perubahan adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh orang-orang yang tidak berpikir revolusioner dan visioner. Membaca tanda-tanda zaman adalah modal awal dalam memunculkan pemikiran tersebut agar dapat lebih adaptif dengan zaman yang ada.

Muh. Risal

(prf/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads