Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berencana menerapkan apa yang disebut Multi Lane Free Flow (MLFF) atau nir-henti dan nir-sentuh di seluruh ruas jalan tol Indonesia. Konsep MLFF merupakan konsep membayar ketika melalui jalan tol tanpa harus berhenti lalu menempelkan kartu e-toll. Dengan MLFF tidak lagi diperlukan kartu e-toll yang sering menjadi penyebab kemacetan di pintu tol (GTO) akibat adanya pengguna yang saldo kartunya tidak mencukupi.
Penerapan MLFF ini diharapkan akan meningkatkan kenyamanan pengguna tol karena tidak harus berhenti untuk menempelkan e-toll ke mesin card reader di pintu tol, sehingga menurut pemerintah potensi kerugian akibat kemacetan di gerbang tol bisa ditekan hingga US$ 300 juta atau setara Rp 4 triliun per tahun. MLFF menggunakan kamera dan sensor yang dipasang pada gantry sebagai gerbang tol . Sistem ini membaca langsung nomor kendaraan pengguna tol tanpa harus berhenti atau mengurangi kecepatan.
Penerapan MLFF ini tak pelak merupakan tahapan maju dalam intelligent transport system sebagaimana yang juga sudah diterapkan di banyak negara. Namun demikian banyak hal yang harus dipersiapkan dengan matang terlebih dahulu sebelum penerapan sistem ini baik dari sisi teknologi maupun ekonomi, sosial, dan regulasi; mengingat MLFF merupakan teknologi baru bagi Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) serta jutaan pengguna jalan tol. Persiapan menyeluruh termasuk edukasi publik sangat diperlukan agar tidak terjadi penolakan dan kegagalan sistem, yang pada akhirnya akan merugikan banyak pihak.
Apa itu MLFF dan hal apa saja yang perlu dipersiapkan oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), BUJT, dan pengguna tol, mari kita bahas singkat di artikel ini.
Pilihan Teknologi
Berbagai pilihan teknologi untuk MLFF telah tersedia, negara-negara lain di dunia telah menerapkan berbagai jenis teknologi MLFF tersebut, antara lain ALPR (Automatic License Plate Recognition), RFID (Radio Frequency Identification), GNSS (Global Navigation Satellite sistem), dan Dedicated Short Range Communication (DSRC). Dari beberapa sumber rencananya Indonesia akan menggunakan sistem GNSS yang dikembangkan oleh Hongaria. Namun hal itu perlu dikonfirmasi lanjut, apakah sistem GNSS ini sesuai dengan kondisi Indonesia atau tidak.
BUJT di Indonesia jumlahnya besar ditambah dengan tingkat kedisiplinan pengguna tol yang masih rendah, misalnya dalam hal mendaftarkan kepemilikan kendaraan di Kepolisian melalui Electronic Registration Identification (ERI), lalu memasukkan secara jujur semua data kendaraan pada saat download aplikasi MLFF yang disebut "Cantas", kepatuhan yang rendah dalam berkendara di jalan tol juga masih menjadi masalah dan sebagainya.
Cantas merupakan aplikasi MLFF yang digawangi oleh PT Roatex Indonesia Toll System (PT RTS) perusahaan yang sebagian besar sahamnya dikuasai oleh Roatex Hongaria. PT RTS melalui Surat Penetapan Menteri PUPR No. PB.02.01-Mn/132 tertanggal 27 Januari 2021 lalu telah ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan masa konsesi 9 tahun sejak COD. Dalam hal pengembangan MLFF di Indonesia, Roatex berkomitmen menanamkan modalnya sekitar Rp 4,4 Triliun.
PT RTS sebagai pengelola MLFF harus memastikan bahwa sistem GNSS yang mereka gunakan dapat mengatasi semua persoalan-persoalan di atas. Jika semua dapat berjalan dengan baik, maka perlu dianalisis faktor-faktor lainnya sebagaimana tinjauan di bawah ini.
Tinjauan dari aspek ekonomi dan keuangan adalah hal yang paling krusial, karena dicurigai publik bahwa MLFF akan berpotensi menaikkan tarif tol guna pembayaran ke pemilik sistem. Untuk itu harus dipastikan mekanisme dan waktu penerimaan uang dari pengguna sistem Cantas ke BUJT dan persoalan lain yang potensial mengganggu BUJT. Kepastian ini diperlukan karena BUJT merasa akan ada intervensi atas pengumpulan pembayaran tol yang selama ini dilakukan masing-masing BUJT bekerja sama dengan bank, harus melalui perusahaan pengumpul atau clearinghouse.
PT RTS merupakan clearinghouse yang ditunjuk oleh Kementerian PUPR. Di samping itu dikhawatirkan ada bocoran pendapatan karena ketidakdisiplinan pengguna jalan untuk mengaktifkan aplikasi Cantas. Sebagian besar publik belum tahu rencana ini secara rinci, walaupun media sudah beberapa kali mengulas MLFF. Sebelum mulai ditetapkan penggunaan MLFF ini, sebaiknya pemerintah maupun PT RTS harus melakukan sosialisasi ke publik dengan penetapan agenda setting yang jelas. Masukan dari para pengguna dan key opinion leader akan memiliki andil yang besar untuk kesuksesan penerapan MLFF.
Politik dan Payung Hukum
Tinjauan dari aspek politik dan peraturan perundangan menunjukkan bahwa penerapan MLFF masih memerlukan payung hukum yang menjadi turunan UU No. No. 2 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Saat ini pemerintah sedang mengajukan RPP Jalan Tol. Selain itu karena PT RTS akan mengelola uang pendapatan dari pengguna tol, maka PT RTS memerlukan izin dari otoritas moneter di Indonesia, baik Kementerian Keuangan maupun Bank Indonesia.
Dalam RPP Jalan Tol harus ada pasal dan ayat yang digunakan sebagai dasar hukum mengatur bisnis pengelolaan MLFF. Sangat disayangkan, payung hukumnya masih belum rampung, sementara sistem dan perusahaan pengelola MLFF sudah ditetapkan serta akan segera beroperasi. Lagi-lagi koordinasi antar K/L di Indonesia tetap belum kompak meskipun sudah ada UU Cipta Kerja.
Dari naskah RPP yang saya dapat, narasi pada draf RPP Jalan Tol yang terkait dengan MLFF (Pasal 39) tidak sesuai dengan praktik yang lazim dan sehat (governance), yaitu belum ada kejelasan tentang pemisahan peran antara regulator dan operator. Narasi dalam draf RPP juga mengabaikan kepentingan BUJT yang selama ini telah mengoperasikan jalan tol.
Apa yang sebaiknya dilakukan pemerintah?
1. Perlu dilakukan uji kehandalan sistem MLFF bersama publik dan sosialisasi MLFF secara masif di kota-kota yang mempunyai fasilitas jalan tol sebelum MLFF resmi diberlakukan
2. Perlu disusun SOP yang jelas mengenai pengoperasian MLFF agar dapat terorganisir dan terkontrol dengan baik.
3. Dilakukan pendataan yang jelas mengenai kepemilikan kendaraan agar tidak ada pihak yang dirugikan, baik dari pengguna maupun pemilik kendaraan, khususnya dalam hal terjadi pelanggaran di gantry.
4. Pastikan bahwa mekanisme dan besaran denda yang akan dikenakan pada pengguna pelanggar di jalan tol jelas (misalnya, belum terdaftar di aplikasi Cantas secara benar), sehingga penegakan hukumnya tegas dan membuat pelanggar jera.
5. PT RTS sebagai pengelola MLFF, maka SPM Jalan Tol di gantry tidak lagi menjadi SPM-nya BUJT tetapi menjadi SPM PT RTS.
Publik pengguna jalan tol berharap supaya pemerintah segera membereskan landasan hukum pelaksanaan MLFF. Selamat Tahun Baru 2023!
Agus Pambagio pemerhati kebijakan publik dan perlindungan konsumen
Simak juga 'Ini Jalan Tol yang Bakal Pakai Sistem Bayar Pakai HP':