Penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2023 telah dilakukan secara simbolis oleh Presiden Joko Widodo kepada Kepala Kementerian/Lembaga di Istana Kepresidenan pada 1 Desember 2022. Kegiatan tersebut menandai bahwa pendanaan pelaksanaan pemerintahan siap dilaksanakan pada awal tahun 2023 oleh Kementerian Keuangan.
DIPA merupakan dokumen isian pelaksanaan anggaran yang disusun untuk Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berdasarkan Keputusan Presiden mengenai rincian anggaran belanja pemerintah pusat yang berfungsi sebagai dasar pelaksanaan anggaran setelah mendapat pengesahan Menteri Keuangan.
DIPA merupakan dokumen isian pelaksanaan anggaran yang disusun untuk Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berdasarkan Keputusan Presiden mengenai rincian anggaran belanja pemerintah pusat yang berfungsi sebagai dasar pelaksanaan anggaran setelah mendapat pengesahan Menteri Keuangan.
Menilik APBN 2023
APBN 2023 dipersiapkan secara seksama dan hati-hati di tengah ketidakpastian ekonomi global berdasarkan asumsi dasar makro yang sudah dikaji secara matang. Asumsi dasar makro yang digunakan untuk menyusun APBN 2023 meliputi pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan 5,3 persen, dengan tingkat inflasi sebesar 3,6 persen, nilai tukar rupiah Rp 14.800/dollar AS, dan tingkat suku bunga Surat Utang Negara (SUN) 10 tahun sebesar 7,9 persen. Asumsi harga minyak mentah Indonesia diperkirakan sebesar 90 dollar/barel, dengan lifting minyak 660.000 barel per hari, dan lifting gas diperkirakan 1.100.000 barel per hari.
Berangkat dari asumsi dasar makro tersebut ditetapkanlah target pendapatan negara dalam APBN 2023 sebesar Rp 2.463 triliun, yang bersumber dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 2.021 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 441 triliun. Sedangkan alokasi belanja negara ditetapkan sebesar Rp 3.061 triliun yang terbagi menjadi belanja pemerintah pusat sebesar Rp 2.246 triliun dan Transfer ke Daerah sebesar Rp 814 triliun.
Momen penyerahan DIPA secara simbolis juga disertai pesan khusus dari Presiden yang menyampaikan bahwa APBN 2023 adalah instrumen yang digunakan pemerintah untuk menjaga stabilitas perekonomian Indonesia di tengah ketidakpastian global yang masih berlanjut di tahun depan. Terdapat enam fokus utama dalam APBN 2023; pertama, penguatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Kedua, akselerasi reformasi sistem perlindungan sosial.
Ketiga, melanjutkan pembangunan infrastruktur prioritas, khususnya infrastruktur pendukung transformasi ekonomi. Keempat, pembangunan infrastruktur untuk menumbuhkan sentra-sentra ekonomi baru, termasuk Ibu Kota Nusantara. Kelima, revitalisasi industri. Keenam, pemantapan reformasi birokrasi dan penyederhanaan regulasi.
Terdapat beberapa catatan dalam APBN 2023 di antaranya adalah defisit APBN 2023 yang ditetapkan sebesar 2,84% di bawah PDB; angka tersebut kembali berada di bawah tiga persen dari PDB sesuai perundang-undangan yang berlaku, setelah pada tiga tahun berturut-turut (2020, 2021, dan 2022) dilakukan pelonggaran akibat adanya pandemi Covid-19 yang memberikan tekanan yang cukup besar terhadap APBN.
Pulihnya perekonomian juga menjadi salah satu faktor dalam memperhitungkan target capaian pendapatan negara, termasuk peningkatan tata kelola PNBP yang diharapkan turut mendorong percepatan roda perekonomian pasca pandemi, mendukung dunia usaha, serta meningkatkan kualitas layanan pada masyarakat. APBN 2023 juga didesain untuk dapat meningkatkan sinergi kebijakan fiskal serta harmonisasi belanja pusat dan daerah.
Optimis dan Waspada
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa kondisi ekonomi Indonesia 2023 optimis, namun tetap waspada (kemenkeu.go.id). Kondisi yang perlu diwaspadai adalah geopolitik global, perang antara Rusia dan Ukraina, hingga aktivitas militer Korea Utara yang dapat mengganggu stabilitas Indo-China, yang akan berdampak signifikan terhadap harga-harga komoditas penting dunia seperti minyak, gas, dan bahan makanan.
Krisis ekonomi sebagai dampak perang tersebut akan berujung pada pengetatan kebijakan moneter di berbagai negara, timbulnya potensi krisis utang dunia, dan naiknya inflasi global. Namun saya berpendapat bahwa hal tersebut dapat diminimalkan apabila ketergantungan Indonesia terhadap barang impor khususnya bahan makanan dapat dikendalikan dan bahkan dikurangi dengan adanya swasembada pangan.
Selain itu untuk semakin mendongkrak aktivitas roda perekonomian, menurut saya, kebijakan-kebijakan yang pro-UMKM dapat dilanjutkan. UMKM yang sebelumnya sekarat akibat pembatasan mobilitas di masa Covid-19, mulai menggeliat pada 2022. Kucuran subsidi kredit oleh pemerintah dapat terus digelontorkan guna membantu sektor ini. Selanjutnya pemerintah dapat menyusun strategi pemberian subsidi energi secara matang agar tepat sasaran melalui validasi data penerima subsidi sehingga mampu meredam krisis sosial di masyarakat.
Lajunya dinamika perekonomian global yang penuh ketidakpastian akan memaksa pemerintah agar dapat mengelola APBN 2023 secara sehat, terencana, dan fokus pada output dan outcome sehingga mampu menjadi peredam goncangan ketidakpastian tersebut. Pertumbuhan ekonomi ditargetkan di kisaran angka 5,3-5,9%, tingkat pengangguran terbuka 5,3-6%, angka kemiskinan 7,5-8,5%, rasio gini 0,375-0,378, serta Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 73,31-73,49. Hal tersebut selaras dengan arah kebijakan dalam Rencana Kerja Pemerintah 2023 yakni percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, peningkatan kualitas SDM, kesehatan dan pendidikan, penanggulangan pengangguran disertai peningkatan pekerjaan yang layak.
Di sinilah sinergi antara pusat dan daerah akan semakin diuji. Menurut saya, UU HKPD dapat menjadi payung hukum bagi kedua pihak untuk menjalin kerja sama pengelolaan keuangan secara lebih harmonis dalam mencapai output dan outcome APBN 2023 yang telah ditetapkan. Strategi pembangunan dari Bappenas juga harus dijadikan pijakan dalam menentukan kegiatan-kegiatan di daerah agar tetap dalam koridor yang jelas ke arah capaian yang ingin dituju.
Mengukur Kinerja
Dalam hal pelaksanaan anggaran, Kementerian Keuangan telah menyediakan sebuah platform untuk mengukur akuntabilitas kinerja pelaksanaan anggaran yang dapat dimonitor secara real time baik oleh Kementerian Keuangan maupun spending unit atau satuan kerja melalui Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA).
IKPA ditujukan untuk mengukur kinerja spending unit atas kesesuaian terhadap perencanaan, efektivitas dan efisiensi dalam melaksanakan kegiatan dan belanja negara, serta comply terhadap aturan perundang-undangan. IKPA dikembangkan sebagai salah satu upaya perbaikan dalam pengelolaan APBN untuk meningkatkan value of money serta pencapaian output dan outcome, tidak lagi bertolok ukur dari penyerapan anggaran.
Dengan adanya IKPA saat ini, yang merupakan salah satu key performance indicator untuk pengelolaan keuangan kementerian/lembaga dan kementerian keuangan akan menjadi perhatian khusus bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan anggaran secara keseluruhan. Terlebih lagi, penilaian IKPA juga akan menjadi dasar pemberian insentif khusus atas Kinerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga yang diatur tersendiri dalam sebuah Peraturan Menteri Keuangan tiap tahunnya.
Secara keseluruhan, APBN 2023 yang telah disiapkan sebagai pendanaan kegiatan seluruh spending units perlu didukung perencanaan kegiatan yang jelas dan terukur sesuai target output dan outcome unit tersebut yang diselaraskan dengan Rencana Kerja Pemerintah. IKPA selain menjadi fungsi controlling juga dapat dijadikan sebagai panduan dalam melaksanakan kegiatan, penyelesaian tagihan hingga pertanggungjawaban dan akuntabilitas pelaksanaan anggaran.
Moh. Hatta Hasanudin ASN Kementerian Keuangan, alumni University of Birmingham
(mmu/mmu)