Liburan dan "Geotagging" di Media Sosial

ADVERTISEMENT

Kolom

Liburan dan "Geotagging" di Media Sosial

Risky Kurniawan - detikNews
Senin, 26 Des 2022 15:00 WIB
Ilustrasi persiapan liburan.
Foto ilustrasi: dok. Tokopedia
Jakarta -
Saat musim liburan seperti Natal dan Tahun Baru sekarang, media sosial ramai dengan unggahan foto warganet di destinasi wisata. Tak kurang mereka juga sering menginformasikan lokasi di mana mereka berwisata. Lokasi yang muncul itu disebut geotagging. Dalam berbagai sumber, geotagging merupakan sebuah proses penambahan informasi posisi koordinat dalam sebuah foto digital.

Menurut informasi dari dataindonesia.id, pada April 2022, jumlah pengguna Instagram di Indonesia merupakan yang tertinggi keempat di dunia, yaitu sebesar 99,9 juta pengguna. Dari jumlah tersebut, kelompok usia 25-34 tahun mendominasi dengan 31,6% pengguna. Kemudian, disusul oleh kelompok usia 18-24 tahun dengan persentase 30,1%. Pada usia-usia produktif tersebut, bepergian ke tempat baru merupakan hal yang wajar sehingga kemungkinan melakukan geotagging juga tinggi.

Fenomena penambahan geotagging dalam media sosial seperti di Instagram memiliki sisi positif dan sisi negatif. Penggunaan geotagging dapat menginformasikan posisi yang tepat sehingga dapat mudah ditelusur keberadaan suatu tempat. Penggunaan geotagging ini dapat berdampak positif seperti pada bidang kepariwisataan dan kebencanaan.

Dampak Positif

Pada bidang kepariwisataan, dampak positif yang dapat diidentifikasi adalah dapat meningkatkan pengunjung destinasi wisata. Secara tidak langsung, warganet yang melakukan geotagging turut mempromosikan objek atau destinasi wisata tersebut. Jika objek atau destinasi wisata yang didatangi menjadi tersebut ramai, maka akan memunculkan efek domino pada perekonomian daerah.

Efek domino yang dimunculkan, yaitu meningkatkan pendapatan fasilitas pariwisata sekunder seperti tempat penginapan serta kuliner di sekitar objek atau destinasi wisata sehingga dapat meningkatkan pendapatan para pelaku usaha pariwisata lokal.

Dalam bidang kebencanaan, penggunaan geotagging di media sosial dapat dengan mudah menginformasikan posisi akurat kejadian bencana. Dampak yang dapat dilihat adalah geotagging ini mempermudah evakuasi serta pemberian bantuan kepada korban bencana.

Dampak Negatif

Selain banyaknya dampak positif, ternyata penggunaan geotagging ini juga memiliki dampak negatif seperti dalam bidang lingkungan, pertahanan dan keamanan, serta teknologi. Di bidang lingkungan, jika melakukan geotagging di wilayah yang masih terjaga keaslian alamnya secara tidak langsung dapat menyebabkan ekosistem terganggu. Ekosistem dapat terganggu jika banyaknya orang yang masuk ke wilayah yang masih alami seperti membuang sampah sembarangan sehingga dapat mengganggu ekosistem hewan.

Pada bidang pertahanan dan keamanan, melakukan geotagging di dalam kawasan militer sangat berbahaya. Jika informasi mengenai detail foto dan geotagging dapat membuat orang tahu bagaimana denah dari kawasan militer tersebut sehingga dapat terjadi potensi kejahatan.

Pada bidang teknologi, geotagging dapat memberikan dampak negatif terutama pada individu yang melakukan geotagging di media sosial. Aktivitas seseorang dapat terpantau dengan mudah, lalu dapat berpotensi adanya penyadapan oleh para hacker. Oleh karena itu, pentingnya pengetahuan mengenai dampak dari penggunaan geotagging tersebut. Oleh karena itu penting adanya kehati-hatian dan literasi mengenai kebijakan dalam melindungi data pribadi.

Regulasi

Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 (dan perubahannya) tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). UU ITE memiliki bab yang mengatur tentang perlindungan hak pribadi. Seperti pada Pasal 26 ayat (1) yang menjelaskan: Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan.

Pasal 4 Bab III UU PDP telah mengatur mengenai jenis data pribadi, yaitu data pribadi yang bersifat umum dan data pribadi yang bersifat khusus. Dari jenis-jenis data pribadi tersebut, data pribadi yang berupa informasi kontak serta media sosial belum termasuk. Sebenarnya dalam data pribadi yang bersifat khusus memiliki klausul "data lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

Oleh karena itu, perlu adanya tambahan regulasi untuk pelindungan terhadap data pribadi dari kedua informasi tersebut. Setiap orang perlu membaca dan memahami kedua kebijakan tersebut agar jika terjadi suatu tindakan pelanggaran oleh orang lain, dapat dilaporkan kepada yang berwajib.

Risky Kurniawan Aparatur Sipil Negara di Badan Informasi Geospasial, mahasiswa Magister Ilmu Administrasi Peminatan Analisis Kebijakan Publik Universitas Indonesia

(mmu/mmu)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT