Perbankan Syariah untuk Keberlanjutan Masa Depan
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Perbankan Syariah untuk Keberlanjutan Masa Depan

Minggu, 25 Des 2022 16:15 WIB
Lida Puspaningtyas
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Ilustrasi perbankan syariah
Foto: Shutterstock
Jakarta -

Perbankan syariah bisa lebih unggul dalam penerapan keuangan berkelanjutan karena memiliki nilai-nilai fundamental yang saling berkesesuaian. Secara prinsip, perbankan syariah telah menerapkan Environmental, Social, Governance (ESG) karena menganut maqashid sharia yang menjadi dasar model bisnisnya.

Maqashid syariah memegang batasan utama dan menjadi magnet dari setiap aktivitas bisnis ekonomi syariah, termasuk perbankan. Tata kelolanya wajib menjaga lima nilai inti syariah yakni menjaga agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan.

Pengamat Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Fauziah Rizki Yuniarti menyampaikan, perbankan syariah bisa punya peran penting dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) serta Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, perbankan syariah bisa unggul dalam hal nilai-nilai ESG dan SDGs karena memiliki lebih banyak sumber pendanaan yang murah. Misalnya yang berasal dari dana sosial syariah seperti zakat dan wakaf, bahkan sumber pendanaan gratis dari wakaf. Tabungan wadiah pun menawarkan sumber dana yang gratis.

"Dengan mengembangkan produk yang tepat, berkolaborasi dengan stakeholders lain di dalam ekosistem ekonomi dan keuangan syariah, maka perbankan syariah bisa sangat berdampak untuk ekonomi," katanya pada Republika.

ADVERTISEMENT

Setidaknya ada dua peran potensial perbankan Syariah dalam pencapaian SDGs atau TPB serta ENDC melalui pembiayaan. Pertama, Islamic Blended Finance(IBF) yang merupakan produk yang sangat potensial untuk bisa dikembangkan oleh perbankan syariah, sekaligus perbankan syariah bisa berperan krusial di dalamnya.

IBF adalah produk pembiayaan SDGs atau TPB yang melibatkan dana komersial dan pihak publik, serta dana pembangunan. Ada tiga faktor kunci sukses penerapan Islamic blended finance, yaitu investor sebagai penyedia dana, intermediaries sebagai pengumpul dana, dan pipeline atau proyek yang siap dibiayai.

Kedua, bank syariah dapat berperan sebagai green banking. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan Taksonomi Hijau 1.0 di awal tahun 2022 yang berguna sebagai panduan aktivitas ekonomi hijau.

"Walaupun Taksonomi Hijau tersebut belum diturunkan berupa regulasi, perbankan syariah bisa menjadi leader dalam hal green banking, misalnya dengan meningkatkan porsi pembiayaan hijau terhadap total pembiayaan," katanya.

Berdasarkan Sustainability Reports yang diterbitkan oleh perbankan syariah Indonesia, praktek green di lingkungan perusahaan sudah mulai diterapkan, dengan mengurangi penggunaan kertas, listrik, menyediakan mesin daur ulang plastik, dan lainnya. Namun demikian, penerapan green juga tetap harus terlihat pada sisi fungsi pokok perbankannya.

Meskipun perilaku perusahaan juga penting, core business perbankan adalah intermediasi keuangan. Maka, perbankan syariah juga harus semakin selangkah di depan dalam hal penyaluran pembiayaan hijau.

Sebagai bank syariah terbesar di Indonesia, PT Bank Syariah Indonesia (BSI) memiliki 'peran lebih' dalam merepresentasikan keselarasan keuangan syariah dengan keuangan berkelanjutan. Direktur Utama BSI, Hery Gunardi menekankan, komitmen BSI kuat dan jelas untuk menjalankan prinsip keuangan berkelanjutan.

Komitmen tersebut telah dijalankan melalui penyaluran pembiayaan dan operasional perusahaan. Dari sisi penyaluran pembiayaan keuangan berkelanjutan, BSI mencetak pertumbuhan positif.

Sejak September 2021 sampai September 2022, pembiayaan keuangan berkelanjutan Bank Syariah Indonesia tumbuh 14,65 persen menjadi Rp 51,03 triliun. Jumlah ini merepresentasikan 25,54 persen dari total pembiayaan BSI.

"Dengan target kami di akhir tahun 2022 yakni Rp 51,8 triliun dan pada 2025 porsinya tidak akan kurang dari 30 persen," katanya.

Pembiayaan keuangan berkelanjutan terdiri dari pembiayaan ramah lingkungan atau Green Financing dan pembiayaan UMKM. BSI telah menyalurkan pembiayaan ramah lingkungan sebesar Rp 9,1 triliun.

Satu paket dalam skema environment, social, dan (corporate) governance (ESG), pembiayaan untuk sektor UMKM BSI juga meningkat cukup besar, yakni 12,06 persen (yoy) menjadi Rp 41,84 triliun. Menurutnya, nilai ini sudah hampir mencapai target pada 2022, yakni Rp 44,8 triliun.

Sementara itu terdapat tiga kategori utama Green Financing yang disalurkan oleh BSI. Diantaranya Penyaluran pada Produk yang Dapat Mengurangi Penggunaan Sumber Daya dan Menghasilkan Lebih Sedikit Polusi atau Eco-Efficient yang porsinya mencapai 46,03 persen, Pengelolaan SDA Hayati dan Lahan Berkelanjutan sebesar 32,55 persen, serta Energi Terbarukan 12,93 persen.

BSI memotret pertumbuhan pembiayaan di tahun depan hingga tahun 2025 akan terus meningkat. Komitmen pada portfolio pembiayaan berkelanjutan terus dikaji oleh internal perusahaan serta akan menyesuaikan dengan Rencana Bisnis Bank & Corporate Plan BSI.

Assistant Secretary General Islamic Financial Services Board (IFSB), Rifki Ismal mengatakan ekonomis syariah sudah pasti termasuk dalam keuangan berkelanjutan. Artinya, yang terlarang dalam ekonomi syariah secara umum juga terlarang dalam standar keuangan berkelanjutan.

"Misal yang menyebabkan perusakan lingkungan, itu syariah juga tidak boleh yang membawa kerusakan," katanya.

Secara signifikan, cara keuangan syariah menjalankan bisnisnya telah secara tidak langsung menggunakan standarisasi green. Rifki mengatakan, IFSB saat ini juga sedang menggarap kajian dan panduan untuk penerapan keuangan berkelanjutan perbankan syariah.

Yang menjadi signifikan dan diantisipasi adalah praktik green washing. Rifki menjelaskan, green washing ini adalah proyek atau kegiatan yang seolah-olah green padahal tidak. Ini harus dikenali oleh perbankan syariah.

"Greenwashing adalah salah satu isunya, kita antisipasi misal proyeknya ada informasi tersembunyi, seolah-olah seperti proyek hijau, padahal itu tidak boleh dalam syariah karena semua harus transparan," katanya.

Panduan ini juga memiliki standar umum yang sudah ada sebelumnya dalam panduan-panduan laporan berkelanjutan. Ada banyak kesamaan standar di dalamnya dengan prinsip syariah sehingga panduan khusus bank syariah ini akan lebih melengkapi.



Lida Puspaningtyas

(akd/ega)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads