Transaksi keuangan secara digital saat ini semakin menjadi kebutuhan. Masyarakat kian terbiasa bertransaksi non tunai seiring meluasnya ekosistem digital dalam berbagai lini. Tak hanya untuk membayar, menebarkan kebaikan pun semakin praktis dengan digitalisasi transaksi.
Notifikasi pesan elektronik muncul di ponsel pintar milik Aseanty Pahlevi. Pesan otomatis itu berasal dari Bank Syariah Indonesia (BSI). Pesan itu memberi tahu bahwa terdapat transaksi yang masuk ke rekening miliknya. Itu adalah transferan gaji yang ia terima.
Tak menunggu waktu lama, Aseanty mengeluarkan zakat lewat fitur Berbagi-Ziswaf yang terdapat pada aplikasi BSI Mobile.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setiap bulan 2,5 persen dari pemasukan," ungkapnya.
Baginya, menyisihkan sebagian harta merupakan sebuah cara untuk menebar kebaikan kepada orang lain yang membutuhkan. Dirinya pun bersyukur lantaran menolong sesama menjadi semakin mudah seiring berkembangnya teknologi.
Tak hanya memudahkannya berbagi kebaikan, pekerja lepas di Kota Pontianak ini merasakan betul kemudahan bertransaksi dengan menggunakan BSI Mobile. Beragam jenis transaksi kerap kali dilakukan, mulai dari transfer, pembayaran lewat QRIS (Quick Response Code Indonesian), bayar SPP anak, penggunaan fitur Layanan Islami, dan lain sebagainya.
"Tentunya layanan ini sangat membantu dalam bertransaksi," ujarnya.
Transaksi digital semakin menjadi kebutuhan masyarakat. QRIS menjadi salah satu metode pembayaran yang cukup pesat saat ini. Transaksi dengan memanfaatkan bantuan sebuah kode QR tersebut mudah ditemukan di manapun.
Kafe Deal salah satunya. Sudah hampir dua tahun ini, kafe yang berlokasi di Kota Pontianak itu menyediakan layanan pembayaran nontunai QRIS.
"Setelah BSI launching QRIS, kita langsung pakai," tutur Manager Kafe Deal, Neti.
Neti merasa perlu memfasilitasi konsumen yang ingin membayar secara nontunai. Penggunaan nontunai diakuinya semakin meningkat, mulai dari debit, transfer, hingga QRIS. Metode yang terakhir inilah yang penggunaannya naik signifikan.
Pembayaran gaji diakuinya juga sudah menerapkan transaksi digital. Untuk memudahkan dalam bertransaksi, seluruh karyawan menggunakan rekening BSI.
"Zaman sekarang memang sudah saatnya (memanfaatkan) digital," ucapnya.
Kebutuhan masyarakat akan layanan digital semakin meningkat. Area Manager BSI Pontianak, Totok Sudiarto mengungkapkan, penggunaan QRIS menunjukkan pertumbuhan impresif, baik dari jumlah merchant maupun nilai transaksinya.
"QRIS tidak hanya dipakai pelaku usaha (merchant) tapi juga oleh masjid-masjid yang menghimpun dana ZIS (Zakat Infak Sedekah)," imbuhnya.
Dia menilai, transaksi digital dengan memanfaatkan QRIS akan terus meningkat seiring kebutuhan masyarakat akan kemudahan dalam bertransaksi. Itu juga yang membuat BSI terus menambah jumlah merchant QRIS.
Implementasi elektronifikasi transaksi keuangan melalui penggunaan QRIS terus terakselerasi di Kalimantan Barat. Berdasarkan data Bank Indonesia, jumlah merchant QRIS hingga akhir triwulan II 2022 di Kalimantan Barat mencapai 191.259 merchant. Angka ini naik lebih dari dua kali lipat bila dibandingkan periode yang sama di tahun lalu yang tercatat sebanyak 87.002 merchant.
Berdasarkan kategori merchant QRIS, kategori Usaha Mikro (UMI) mendominasi merchant QRIS di wilayah Kalimantan Barat pada triwulan II 2022 dengan pangsa sebesar 68,66 persen, diikuti kategori usaha Kecil (UKE) dengan pangsa 22,70 persen. Sementara sisanya adalah Usaha Besar (UB), Usaha Menengah (UME), Public Service Obligation (PSO) serta Badan Layanan Umum (BLU), dan lainnya.
Luncurkan Kartu Santri
Sejumlah pesantren di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, bakal menerapkan transaksi digital di lingkungan pondok. Lewat program Kartu Santri, para santri akan menerapkan transaksi di lingkungan pesantren secara nontunai. Area Manager BSI Pontianak, Totok Sudiarto mengatakan, ada sekitar 20 pesantren di kabupaten tersebut yang akan memanfaatkan program ini.
"Sampai akhir tahun ini, ada delapan pondok pesantren yang akan melakukan MoU Kartu Santri. Saat ini sudah ada satu pesantren sudah mulai menerapkan," tutur Totok.
Totok menjelaskan, Kartu Santri merupakan kartu identitas yang berfungsi untuk absensi, sekaligus menjadi media untuk bertransaksi secara digital di lingkungan pondok pesantren. Kartu ini memuat kode QR yang dapat digunakan santri bertransaksi di koperasi atau swalayan pesantren, agar transaksi praktis, terkontrol, dan aman.
Kartu identitas ini bisa dibilang sebagai uang elektronik. Kartu pintar ini pun bisa menjadi media orang tua untuk mengirim uang kepada anaknya. Lewat aplikasi, orang tua juga bisa mengecek penggunaan uang anaknya selama berada di pesantren.
"Orangtua yang ingin mengirimkan uang jajan ke anaknya nanti bisa ditransfer menggunakan virtual account," jelasnya.
Dengan kartu ini, besaran nominal jajan santri bisa lebih terkontrol. Mereka bahkan memiliki batasan transaksi per bulan dan per pekan. Santri tak bisa berbelanja jika sudah melampaui limit tersebut. Dengan begitu, mereka bisa belajar mengelola uang.
Menurut Totok, implementasi Kartu Santri merupakan contoh ekosistem transaksi digital di lingkungan pondok pesantren. Dia berharap penggunaan kartu santri bisa jauh lebih luas. Misalnya, menjadikan kartu ini sebagai kartu ATM. Dengan begitu, transaksi bisa dilakukan di luar lingkungan pondok pesantren.
Sementara itu, transaksi nontunai diharapkan dapat meningkatkan inklusi dan literasi keuangan. Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kalbar, Maulana Yasin mengatakan pemerintah menargetkan indeks inklusi keuangan sebesar 90 persen di tahun 2024.
Terbaru, Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 menunjukkan adanya peningkatan indeks literasi dan inklusi keuangan masyarakat.
"Tercatat indeks literasi keuangan sebesar 49,9 persen dan indeks inklusi keuangan sebesar 84,2 persen," katanya.
Nilai ini pun meningkat dibanding hasil SNLIK 2019 yaitu indeks literasi keuangan 38,03 persen dan inklusi keuangan 76,19 persen.
Siti Sulbiyah Kurniasih, Jurnalis Pontianak Post
(akd/ega)