Green Economy (ekonomi hijau) adalah konsep baru dalam memandang aktivitas ekonomi untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan, tanpa karbon dan berkeadilan sosial. Green Economy sendiri membahas dua isu utama, yakni Pertumbuhan Hijau (Green Growth) dan Pendanaan Hijau (Green Financing).
Green Growth berfokus pada produk domestik bruto (PDB) sebagai satuan penting, yang mengharuskan pertumbuhan yang memperhatikan aspek lingkungan dan sosial, salah satunya mengurangi kemiskinan. Sedangkan Green Financing berusaha untuk mengalihkan finansial glow, seperti investasi, subsidi dari sektor publik, swasta , nonprofit yang juga memperhatikan ekonomi sosial dan lingkungan hidup.
Dalam pengambangan kebijakan, pemerintah telah mengeluarkan PRK (Perencanaan Rendah Karbon) pada COP 23 yang secara eksklusif memiliki kerangka pembangunan PPJMN efek rumah kaca. Sektor infrastruktur pun turut berperan sebagai pilar ekonomi hijau, yang menggunakan material yang ringan dan non korosif (sumber: internet).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seiring dengan meningkatnya digital dan aplikasi mobile environment movement, seperti eRecycle, Mallsampah, Pemol, Green Economy tidak lagi dipandang sebagai aktivitas formal yang non revolusioner bagi masyarakat saat ini. Green Economy terus menerus mengalami pembaharuan dan keberlanjutan yang kian diperhatikan banyak sektor, salah satunya adalah perbankan.
Perbankan sendiri telah lama menjadikan Bank Sampah sebagai aktivitas pengelolaan sampah yang menguntungkan dan berprofit. Beberapa program lain juga telah menghasilkan kesadaran masyarakat melalui periklanan serta kegiatan CSR. Bank berperan penting dalam penerapan Green Financing dan Green Growth, yang memperkenalkan konsep baru bernama Green Banking., di mana Green Banking perlu disiasati dengan keberpihakan pemerintah dengan keberadaan Digital Banking yang mudah dijangkau.
Kita tidak asing dengan kampanye sampah plastik 'Reduce, Reuse, Recycle' yang digalakkan pemerintah melalui beragam channel media yang kita temui sehari hari. Nyatanya, 3R merupakan upaya Go Green untuk kepedulian kita pada climate change seperti halnya 3P (Plastic, Planet, People) yang dicanangkan oleh organisasi lingkungan dunia, salah satu sasarannya adalah Indonesia. Mengapa Indonesia?
Data menunjukkan Indonesia adalah penyumbang sampah plastik terbesar ke-2 di dunia sebanyak 6,8 juta ton per tahun (sumber: Kementerian). Riset Kementerian Lingkungan Hidup menyebutkan 72% warga Indonesia tidak peduli dengan pembuangan sampah plastik. Dengan angka setinggi itu pula, permasalahan sampah plastik akan terus meningkat mengingat konsumsi plastik non organik semakin tinggi, seperti botol plastik dan limbah PET.
Awareness (kesadaran) yang rendah akan berakibat pula perilaku kita sendiri dalam kehidupan sehari hari dalam membuang dan memilah botol plastik dan limbah PET. Nah, apakah ada langkah yang mudah dari diri kita untuk menyelamatkan bumi sebagai masjid terbaik dalam hidup kita dari ancaman climate change?
Perbankan harus selalu menyiasati nilai perubahan kebijakan dan nilai yang berkembang di dalam masyarakat mengenai sampah. Perbankan pun perlu berlomba lomba dan memandang Green Economy sebagai sirkulasi modern di masyarakat modern itu sendiri. Dengan menjadikan sampah sebagai komoditas, tujuan dari ekosistem Green Economy sebagai paradigma percepatan perbaikan ekonomi berbasis lingkungan dapat dicapai secara signifikan. Stimulasi pelaku berbagai sektor seyogyanya bekerja secara sinergis bagi stakeholders.
BSI sebagai salah satu bank berbasis syariah di Indonesia memandang demografi dan output perbaikan ekonomi di dalam masyarakat tidak melanggar dalil dalil keislaman, terutama pada pencemaran lingkungan. BSI selalu berperan penting bagi nasabahnya dalam menciptakan kepedulian lingkungan melalui berbagai kegiatan CSR, salah satunya adalah anjungan PlasticPay.
Anjungan PlasticPay yang sudah tersebar di berbagai daerah di Indonesia dapat dimanfaatkan warga dalam mendukung Go Green menuju Green Economy. Platform anjungan digital mandiri tersebut merupakan terobosan gaya hidup masa kini yang diyakini dapat menaikkan kesadaran masyarakat Indonesia pada pengelolaan sampah limbah plastik. Anjungan tersebut sinkron dengan aplikasi digital di ponsel kita yang meraup keuntungan ekonomi bagi penggunanya.
Keuntungan ekonomi tersebut secara signifikan mampu memberikan kekuatan dengan peningkatan leverage terutama di sektor informal seperti pemulung, bisa menjadi kekuatan penting bagi kaum marginal menjadi kaum entity di masyarakat (pahlawan lingkungan). Selain peningkatan pendapatan pemulung, anjungan ini turut membantu warga menghasilkan pundi pundi rupiah dengan hanya menyetor botol minuman plastik dan limbah PET.
Strategi yang dimiliki BSI lainnya adalah syariah itu sendiri. Dengan berkomitmen mengumpulkan sampah yang telah dipilah secara organik dan non organik, botol plastik itu sendiri akan memberikan kredit poin bagi nasabahnya. Dengan begitu, tidak ada pihak yang merasa dirugikan atau sanksi pelanggaran pada pembuangan sampah sembarangan. Kredit Poin itu dapat di redeem kembali dengan mobile digital menjadi cash yang bermanfaat.
Langkah kecil inilah yang kemudian dapat kita terapkan bagi diri kita sendiri, keluarga, kolega dan sektor yang lebih luas bagi masyarakat. Kita harus menjadi role model bagi sesama kita, yang menumbuhkan value dalam mengatasi ancaman global. Bertindak lokal, dampaknya mengglobal.
Halomoan Sirait, Jurnalis PT Nusantara Terkini
(ads/ads)