Transformasi Islamic Ecosystem dan Pembangunan Keuangan Berkelanjutan

ADVERTISEMENT

Kolom

Transformasi Islamic Ecosystem dan Pembangunan Keuangan Berkelanjutan

Wina Puspitasari - detikNews
Kamis, 22 Des 2022 21:59 WIB
Ilustrasi ekonomi syariah
Foto: Shutterstock
Jakarta -

A. Digitalisasi Bank Syariah untuk Mendorong Pembangunan Keuangan Berkelanjutan yang Kuat dan Inklusif

Perkembangan teknologi informasi telah mengubah kehidupan masyarakat dan membawa perubahan yang signifikan pada industri perbankan dengan pemanfaatan berbagai teknologi di bidang layanan keuangan. Hal ini dapat dilihat dari tren transaksi digital di seluruh dunia yang mengalami peningkatan, misalnya pada tahun 2017-2021 tumbuh sebesar 118%, dari US$ 3,09 triliun pada tahun 2017 menjadi US$ 6,75 triliun pada tahun 2021.

Di Indonesia, transaksi keuangan elektronik mencapai Rp 786,35 triliun pada 2021. Nilai tersebut meningkat Rp. 281,39 triliun (55,73 %) dibanding tahun sebelumnya yang hanya Rp 504,96 triliun (Bank Indonesia, 2021). Transformasi digital ini merupakan peluang yang harus dimanfaatkan oleh perbankan, termasuk oleh bank syariah untuk percepatan pembangunan keuangan berkelanjutan yang kuat dan inklusif.

Inklusi keuangan adalah ketersediaan akses pada berbagai lembaga, produk, dan layanan jasa keuangan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif juncto. Peraturan OJK Nomor 76/POJK.07/2016 tentang Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan di Sektor Jasa Keuangan Bagi Konsumen dan/atau Masyarakat). Kebijakan keuangan yang inklusif dikembangkan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi, percepatan penanggulangan kemiskinan, pengurangan kesenjangan antar individu dan antar daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Faktor utama untuk mendorong inklusi keuangan adalah dengan digitalisasi dan penyediaan infrastruktur digital yang mudah dijangkau oleh masyarakat.

Tingkat penetrasi internet di Indonesia telah mencapai 77,02% dari total penduduk Indonesia pada tahun 2021 yang sebesar 272,68 jiwa (Laporan Riset Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, 2022). Potensi ini harus dimanfaatkan oleh bank syariah dengan mengoptimalkan transformasi digital yang bertujuan untuk memberikan kemudahan dan efisiensi bagi masyarakat dalam mengakses layanan perbankan syariah serta memperkuat peran bank syariah dalam memajukan ekonomi nasional dan menjadi motor penggerak kemajuan industri keuangan syariah di Indonesia.

Selain adanya peluang yang dapat dimanfaatkan oleh industri perbankan syariah, transformasi digital juga memunculkan tantangan yang perlu diatasi antara lain literasi keuangan digital yang masih rendah, infrastruktur teknologi informasi yang belum merata di Indonesia, serta risiko yang berkaitan dengan perlindungan data pribadi.

B. Transformasi dan Kolaborasi Pertumbuhan Islamic Ecosystem dan Pembangunan Keuangan Berkelanjutan oleh Bank Syariah

Sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim di dunia, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi yang terdepan dalam pengembangan ekonomi syariah. Dengan demografi penduduk muslim dan adanya perubahan perilaku masyarakat ke arah digitalisasi, diperlukan inovasi dari bank syariah untuk menghadirkan produk dan layanan perbankan yang terbaik bagi nasabah, shareholders, stakeholders, dan seluruh masyarakat Indonesia.

Sebagaimana yang telah digagas oleh Bank Syariah Indonesia (BSI) dengan menyediakan layanan jasa perbankan syariah yang akan mendorong terwujudnya islamic ecosystem di Indonesia. Program ini sejalan dengan semangat BSI untuk terus berkhidmat menyebarkan kebaikan, manfaat, kemaslahatan dan keberkahan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Pembangunan islamic ecosystem di Indonesia merupakan strategi kebangkitan umat melalui implementasi ekonomi keumatan yang diinisiasi oleh bank syariah.

Untuk mengoptimalkan pembangunan islamic ecosystem dan pembangunan keuangan yang berkelanjutan di Indonesia melalui kebijakan bank syariah, diperlukan transformasi digital dan semangat kolaborasi dengan berbagai elemen masyarakat. Transformasi dan kolaborasi tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Pemberdayaan ekonomi umat dengan optimalisasi peran masjid dan pondok pesantren. Saat ini masjid dan pondok pesantren bukan hanya merupakan lembaga keagamaan konvensional yang hanya mengurusi ritual peribadatan saja, melainkan juga pusat ekonomi dan pemberdayaan umat. Oleh karena itu, bank syariah perlu membuat program ekonomi keumatan dengan melibatkan peran ulama, tokoh agama, masjid, dan pondok pesantren. Misalnya, bank syariah memberikan solusi digitalisasi transaksi dan pembiayaan syariah bagi kegiatan UMKM di masjid dan pondok pesantren;

2. Sinergi dengan pemerintah dan pelaku industri pariwisata halal untuk memberikan kemudahan transaksi keuangan digital berbasis syariah dalam hal penyediaan layanan wisata yang ramah muslim. Menurut Kemenparekraf, wisata halal secara umum merupakan layanan tambahan dan aksesibilitas yang ditujukan untuk memenuhi pengalaman dan kebutuhan wisatawan muslim. Sinergi dan kerja sama antara pelaku industri pariwisata halal dengan bank syariah dapat dilakukan misalnya peningkatan pelayanan cash management berbasis digital;

3. Kolaborasi bank syariah dengan pelaku ekonomi kreatif yang menyasar segmen masyarakat tertentu, misalnya anak muda, perempuan, dan penyandang disabilitas. Ekonomi kreatif menjadi sebuah gebrakan ekonomi yang bersumber dari kreativitas untuk meningkatkan nilai produk dan/atau jasa, antara lain dalam bidang industri fesyen, film, iklan, animasi, video dan fotografi, industri makanan dan minuman, serta e-commerce. Bank syariah harus memperkuat peran pengembangan ekonomi kreatif ini yang banyak digagas oleh anak-anak muda, terutama untuk memberikan akses permodalan yang mudah diakses melalui pemanfaatan teknologi. Selain itu, bank syariah juga perlu menyasar pelaku ekonomi kreatif berbasis komunitas, seperti komunitas pelaku UMKM perempuan (misalnya dalam industri fesyen hijab) dan komunitas pelaku UMKM penyandang disabilitas agar berperan dan terlibat aktif untuk mendukung ekonomi digital di Indonesia dengan konsep nobody left behind -semua masyarakat Indonesia tanpa kecuali diajak untuk bertransformasi digital- (Kominfo, 2022);

4. Peningkatan proporsi pembiayaan hijau dan berkelanjutan yang sangat penting untuk mendorong transisi menuju pemulihan ekonomi yang hijau, tangguh, dan inklusif. Hal ini berkaitan dengan upaya untuk mengatasi krisis perubahan iklim yang memiliki dampak sosial-ekonomi yang luas dan signifikan bagi negara-negara di dunia. Bank syariah harus berkomitmen untuk berperan aktif dalam pembiayaan keuangan berkelanjutan (sustainable finance) yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi rendah karbon dan transisi energi. Hal ini merupakan bentuk dukungan bank syariah untuk pertumbuhan berkelanjutan yang dihasilkan dari keselarasan antara kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup;

5. Pelaksanaan edukasi dalam rangka meningkatkan literasi keuangan digital untuk memudahkan akses masyarakat ke produk layanan keuangan, seperti transaksi pembayaran, tabungan, kredit/pembiayaan, remitansi, dan asuransi. Salah satu kendala inklusi keuangan adalah masih rendahnya kesadaran literasi keuangan masyarakat sehingga memiliki keterbatasan untuk mengakses produk finansial. Bank syariah dapat melakukan edukasi agar masyarakat dapat memahami dengan benar manfaat dan risiko, mengetahui hak dan kewajibannya, serta dapat memilih dan memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan. Untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat, dapat dilakukan dengan menyederhanakan proses perbankan yang sebelumnya ada di layanan konvensional menjadi berbasis digitalisasi. Dengan literasi keuangan digital, bank syariah dapat mengambil peran agar masyarakat dapat menggunakan produk dan layanan digital dengan aman dan membuat keputusan keuangan yang baik.

Wina Puspitasari

(prf/ega)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT